Jurus Jitu Amankan Masa Pensiun Sejak Dini, Biar Tidak Kelabakan di Hari Tua

Jurus Jitu Amankan Masa Pensiun Sejak Dini, Biar Tidak Kelabakan di Hari Tua

Naviri Magazine - Sektor keuangan di Indonesia terus berkembang dari tahun ke tahun. Bahkan, sektor ini menjadi salah satu yang berperan penting bagi perekonomian nasional melalui berbagai lembaga keuangan, mulai dari bank, asuransi, multifinance, dana pensiun, hingga si anak 'bontot', fintech atau dikenal pinjaman online (pinjol). 

Terbukti, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan sektor usaha jasa keuangan dan asuransi mencapai 10,67 persen pada kuartal II 2020. Pertumbuhannya tidak hanya positif, tapi juga tertinggi meski di tengah pandemi virus corona atau covid-19.

Hal ini tak lepas dari pesatnya tingkat pemahaman masyarakat terhadap produk keuangan atau dikenal dengan istilah inklusi yang berada di kisaran 76,19 persen. Namun, tingkat pemahaman masyarakat terhadap manfaat keuangan atau literasi baru sekitar 38,08 persen. 

Kondisi itu menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang tidak mempunyai pengetahuan yang cukup soal pentingnya produk-produk keuangan, termasuk di dalamnya dana pensiun.

Data BPJS Ketenagakerjaan mencatat baru sekitar 19,84 juta atau 16 persen dari total pekerja Indonesia sebanyak 124 juta orang yang memiliki dana pensiun. 

Pekerja yang punya dana pensiun pun mayoritas merupakan pekerja formal yang biasanya mengikuti program karena aturan perusahaan.

Sementara, pekerja informal yang jumlahnya mencapai 62 persen dari total pekerja di Tanah Air sangat sedikit yang punya persiapan dana pensiun. 

Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat jumlah pekerja informal yang menyiapkan dana pensiun baru sekitar 4,62 juta atau 6 persen dari total 77,14 juta orang. Bila dibandingkan dengan negara-negara lain, kondisi ini cukup miris. 

Sebab, cukup banyak pekerja di negara lain yang sudah menyiapkan dana pensiunnya sejak sedini mungkin. Hal ini bisa tercermin dari tingginya nilai pengelolaan dana pensiun di negara-negara tersebut. 

Malaysia misalnya, porsi dana pensiun kelolaannya sudah sekitar 60 persen dari PDB. Begitu juga, Australia 130,2 persen dari PDB, sedangkan Indonesia baru 6,03 persen dari PDB. 

Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata menuturkan ada beberapa alasan yang membuat dana pensiun di dalam negeri sangat minim.

Mulai dari kurangnya transparansi pengelolaan dana, rendahnya hasil investasi dari pengelolaan, hingga pemberian manfaat pensiun yang masih dirasa kurang. 

"Hal ini menimbulkan keraguan bagi calon peserta. Kami melihat dalam jangka panjang, kontribusi manfaat tidak cukup menjanjikan, tidak dianggap memadai bagi peserta," kata Isa, beberapa waktu lalu. 

Perencana Keuangan dari Tatadana Consulting Tejasari Assad mengingatkan bahwa dana pensiun sangat penting bagi pekerja. Kenapa? Karena dana pensiun dapat mengamankan kebutuhan hari tua ketika kondisi kesehatan mungkin sudah tidak cukup prima untuk bekerja. 

Sementara kebutuhan di masa tua memiliki banyak risiko, misalnya semakin mahal karena inflasi. Kemudian, cukup beragam karena anak-anak akan tumbuh dewasa dan perlu biaya tambahan dari orang tuanya. 

"Maka, sangat penting untuk punya bantalan di hari tua dengan dana pensiun dan ini perlu disiapkan sematang mungkin," ujarnya. 

Lantas kapan waktu yang tepat untuk memulai tabungan dana pensiun? Teja bilang tentunya, sedini mungkin ketika sudah mempunyai penghasilan atau bekerja. Pasalnya, persiapan dana pensiun diestimasikan butuh waktu sekitar 20-30 tahun sebelum memasuki usia pensiun. 

"Begitu kerja, dapat uang, kalau bisa langsung sisihkan untuk aneka tabungan jangka panjang, salah satunya dana pensiun, selain tabungan nikah, pendidikan anak, dan lainnya," ucapnya. 

Sementara itu, Perencana Keuangan Oneshildt Financial Planning Agustina Fitria membagi cara memulai tabungan dana pensiun. Tip ini bisa diterapkan oleh para pekerja yang baru bekerja dan ingin segera mengalokasikan penghasilan untuk tabungan dana pensiun. 

Pertama, mengenal lembaga dana pensiun. Untuk yang paling sederhana dan rendah tarifnya, bisa coba BPJS Ketenagakerjaan. Nah, bila ingin yang lebih menjanjikan manfaatnya, bisa ke Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) dari berbagai perusahaan keuangan, seperti bank dan asuransi. 

"Kalau yang sudah ada dari perusahaan biasanya tinggal ikuti yang mana yang kerja sama, tapi kalau mau tambah yang di luar perusahaan juga bisa, voluntary. Begitu juga dengan yang perusahaannya tidak ada program ini, bisa cari mana yang sesuai lembaganya, kadang ada yang ikuti dari bank tabungan, itu juga boleh," imbuh dia.

Opsi lain, mengelola dana pensiun sendiri dengan cermat berinvestasi di beberapa instrumen keuangan, namun dikhususkan untuk masa pensiun. Ibaratnya, pekerja menjadi manajer investasi bagi diri sendiri. 

"Tapi butuh pengetahuan dan kecakapan kalau kelola sendiri. Mungkin cocoknya bagi yang sudah tinggi edukasi dan literasinya," katanya. 

Kedua, kenali plus minus masing-masing lembaga, mulai dari jadwal, manfaat, hingga pengelolaannya.

Misalnya, BPJS Ketenagakerjaan dianggap lebih terjamin karena punya negara. Tapi, DPLK bisa jadi beri tawaran manfaat yang lebih tinggi dan beragam untuk masa tua atau ketika dana diambil. 

"Ada juga yang pertimbangkan mana yang langsung potong gaji biar lebih disiplin, atau pertimbangkan soal pajak. Karena dana di DPLK itu dianggap sudah penghasilan yang disetorkan tidak kena pajak, jadi ada faktor pengurangan pajaknya, sehingga lebih hemat," terang dia. 

Hal ini berbeda bila pekerja ingin mengelola sendiri dana pensiun di berbagai instrumen investasi karena akan dikenakan pajak. Malah, pajaknya bisa lebih tinggi. 

Selain itu pertimbangkan pula tingkat fleksibilitas dari dana tersebut bila sewaktu-waktu perlu ditarik lebih cepat. Sebenarnya, Agustina tak menyarankan hal ini, tapi untuk berjaga-jaga bisa dipertimbangkan. 

Ketiga, tentukan profil risiko. Misalnya, apakah Anda bisa menerima risiko bila instrumen investasi dana pensiun naik turun dengan signifikan dalam waktu-waktu tertentu. 

"Jika pekerja orangnya agresif dan mau terima risiko, maka bisa tempatkan dana pensiun di saham, tidak mesti ikut program dana pensiun yang biasanya campuran instrumennya dan lebih konservatif. Kalau tidak masalah naik turun return-nya, tapi untuk jangka panjang tinggi, bisa dicoba pilih DPLK yang bisa diatur sendiri alokasi penempatannya," jelasnya. 

Kendati begitu, bagaimana bila pekerja lupa menyiapkan dana pensiun setelah beberapa tahun kerja? Atau hidupnya terlalu sering foya-foya di masa awal berpenghasilan?

Agustina bilang sebenarnya tidak ada kata terlambat, asal setelah itu sadar dan menyiapkan. Perhitungannya, dana pensiun tetap bisa disiapkan minimal 15-20 tahun sebelum pensiun. 

Langkah-langkahnya pun bisa mengikuti tips yang sudah diberikan. Namun, karena tertinggal, Agustina bilang cara menyiasatinya adalah pilih instrumen yang lebih agresif dan diversifikasi instrumen agar mendapat peluang imbal hasil yang lebih banyak.

Related

Tips 6385078025784409565

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item