Kisah Virus-virus Mematikan, dari Zaman Seribu Tahun Lalu sampai Covid-19 (Bagian 4)

Kisah Virus-virus Mematikan, dari Zaman Seribu Tahun Lalu sampai Covid-19

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kisah Virus-virus Mematikan, dari Zaman Seribu Tahun Lalu sampai Covid-19 - Bagian 3). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Inti dari rencana tersebut adalah sifat biologis "virus RNA" – sebuah kelompok yang mencakup banyak patogen yang paling sulit diatasi manusia, termasuk HIV, flu, virus corona, dan Ebola.

Materi genetik mereka terbuat dari RNA dan bukan DNA, yang berarti saat mereka membajak sel inang untuk memperbanyak dirinya sendiri (menyalin informasi genetik), mereka tidak menyertakan langkah "pemeriksaan" untuk memeriksa kesalahan.

Hal ini biasanya dianggap sebagai hal yang buruk bagi manusia, karena mutasi ini berarti ada keanekaragaman genetik yang luar biasa di antara virus RNA, yang memungkinkan mereka untuk berevolusi dengan pesat – sehingga vaksin atau obat apa pun yang menyasar mereka segera menjadi usang.

“Meskipun kita suka menganggap galur flu sebagai suatu kesatuan sekuens, pada kenyataannya, mereka mewakili sekelompok sekuens genetik yang berbeda,” kata Lipton.

Dalam jangka pendek, kekhasan ini mempersulit pemberantasan flu, karena di antara “kawanan” ini mungkin ada virus yang tidak dikenali oleh sistem kekebalan kita dan karena itu dapat menyelinap ke dalam tubuh kita tanpa disadari.

Tapi tingkat mutasi yang mengejutkan ini adalah pedang bermata dua. Pada level tertentu, mutasi menjadi berbahaya, menyebabkan galur virus yang mengalami kesalahan genetik terhambat penyebarannya. Akhirnya, ini bisa menyebabkan kepunahan mereka.

Mempercepat evolusi virus secara artifisial dengan obat-obatan yang mendorong mereka untuk bermutasi pada tingkat yang lebih tinggi dari biasanya dapat memberi beberapa manfaat.

Pertama, cara tersebut mungkin dapat melemahkan virus untuk mengurangi jumlah virus yang beredar di antara pasien individu. Ini bisa memudahkan perawatan mereka yang menderita sakit parah. Telah ada bukti bahwa cara ini manjur – uji klinis di AS dan Jepang mendapati bahwa obat pemicu mutasi “favipiravir” efektif untuk melawan galur flu H1N1.

Virolog Elena Govorkova di Rumah Sakit Anak St. Jude di Memphis, Tennesee, beserta timnya menunjukkan bahwa obat tersebut tampaknya membuat virus flu tidak terlalu infeksius.

Kedua, jenis virus tertentu, seperti Covid-19 – yang kini telah ada sedikitnya enam galur – dapat mengumpulkan cukup banyak mutasi yang berbahaya bagi diri mereka sendiri sehingga mereka dapat menghilang sama sekali. Di India, telah ada bukti bahwa ini bisa terjadi secara alami. Virus bermutasi sangat cepat, dan diduga bahwa ia akan menuju ambang kepunahan dengan sendirinya.

Namun, terlepas dari seberapa keras kita berusaha, beberapa ilmuwan skeptis bahwa kita dapat mengatakan bahwa virus apa pun telah hilang selamanya.

“Istilah ‘punah’ mungkin menyesatkan,” kata Ian Lipkin, seorang ahli epidemiologi di Universitas Columbia, New York.

“Virus dapat hadir di banyak lokasi - virus dapat mengintai manusia, bersembunyi di bahan-bahan yang disimpan dalam freezer, dapat bersembunyi di satwa liar dan hewan peliharaan – sangat tidak mungkin untuk memastikan apakah virus telah punah.”

Ia mengatakan bahwa botol-botol kecil berisi virus cacar masih tersimpan dalam lemari beku di sedikitnya dua lokasi – dan para ilmuwan masih berdebat tentang apakah mereka akan membuatnya punah lebih permanen. Sejak banyak program vaksinasi berakhir pada tahun 1970-an, banyak yang khawatir bahwa penyimpanan virus cacar yang langka ini bisa memicu pandemi global lainnya.

Belum lagi ancaman laten virus sintetik – pada 2017, sekelompok ilmuwan di Kanada menciptakan virus cacar kuda (horsepox), yang masih merupakan kerabat dekat cacar. Seperti halnya dengan banyak virus, tidak ada yang tahu pasti apakah ia telah benar-benar punah; tapi para ilmuwan berhasil menghidupkannya kembali dengan menggunakan catatan kode genetik dan DNA yang mereka pesan dari internet.

Tentu saja, ini tidak berarti upaya kita membasmi virus tidak ada gunanya. Bahkan, Cobey berpikir sekarang adalah waktu yang tepat untuk berfokus mengurangi patogen manusia.

“Saya harap ini waktu kita bisa memikirkan, penyakit apa yang akan kita berusaha untuk musnahkan,” ujarnya. “Ada banyak patogen di luar sana – kebanyakan orang tidak paham seberapa banyak.”

Siapa tahu, mungkin Covid-19 akan menginspirasi revolusi ilmiah baru, dan gagasan terkena beberapa jenis demam atau flu setiap tahun akan menjadi asing buat kita seperti halnya penyakit cacar.

Related

Science 7363466914035060734

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item