Ramalan Morgan Stanley: Tahun 2021 Ekonomi Asia Bangkit, Termasuk Indonesia

Ramalan Morgan Stanley: Tahun 2021 Ekonomi Asia Bangkit, Termasuk Indonesia

Naviri Magazine - Bank investasi global Morgan Stanley (MS) dalam laporan terbarunya menyebut ekonomi negara-negara Asia non-Jepang (AxJ) diperkirakan bakal bangkit pada 2021. Dalam laporan tersebut MS kembali menyoroti Indonesia sebagai salah satu yang 'beruntung'.

Laporan yang bertajuk Get Ready for 2021 Goldilocks menekankan pada tiga poin penting yang membuat bank investasi asal Paman Sam tersebut meramalkan 2021 bakal jadi periode keemasan untuk AxJ.

Berdasarkan berbagai data yang ada, MS melihat bahwa ekonomi AxJ mulai bangkit dan berada di atas rata-rata. Pada 2021 MS memperkirakan pertumbuhan PDB AxJ berada di angka 8,4% (yoy), jauh lebih tinggi dibanding rata-rata pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut lima tahun terakhir di angka 6,1% (yoy).

Pertumbuhan ekonomi AxJ untuk tahun ini masih akan didongkrak oleh China. Namun tahun depan pertumbuhan ekonomi di negara lain yang masih masuk dalam kategori AxJ akan rebound sehingga merata. 

Pertumbuhan ekonomi yang pelan-pelan mulai tampak dari berbagai data dan indikator yang tersedia dibarengi dengan low base effect jadi faktor yang membuat MS optimis terhadap perekonomian AxJ. 

Dengan asumsi kondisi dan wabah Covid-19 sudah berhasil dijinakkan serta vaksin siap didistribusikan di akhir tahun atau awal 2021 akan membantu mendongkrak sentimen terutama negara-negara yang terbukti kurang efektif dalam penanganan wabah seperti India, Indonesia dan Filipina.

MS juga menyoroti stimulus besar-besaran yang membuat defisit anggaran di kawasan AxJ membengkak masih akan menjadi pendorong pertumbuhan di tengah pelonggaran kebijakan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Defisit anggaran negara-negara kawasan AxJ diperkirakan bakal menyentuh level 12,9% PDB tahun ini. Untuk Indonesia diperkirakan bakal mengalami defisit -6% PDB tahun ini dan -5,5% PDB tahun depan. 

Faktor kedua yang membuat MS optimis adalah inflasi yang cenderung jinak. Di tengah prospek pertumbuhan yang tinggi tahun depan, inflasi yang jinak menjadi hal bagus. Inflasi tahunan AxJ untuk tahun depan diperkirakan bakal menyentuh level 3,1% (yoy).

Terakhir adalah adanya kebijakan moneter yang ultra-longgar terutama dari bank sentral yang paling berpengaruh di dunia yaitu the Fed. Bank sentral yang diketuai oleh Jerome Powell itu diperkirakan bakal menahan suku bunga acuan yang rendah untuk waktu yang lama (lower for longer).

Kebijakan quantitative easing (QE) yang membuat likuiditas di pasar menjadi membludak kemungkinan besar akan mengalir ke negara-negara AxJ yang menawarkan suku bunga riil yang lebih tinggi, terutama India, Indonesia dan Filipina. 

Sebagai contoh dengan tingkat inflasi 1,3% dan suku bunga acuan di angka 4%, maka real rates berada di 2,7%. Suku bunga riil yang positif itu tentu berpotensi membuat adanya capital inflow lantaran 'uang murah' tersebut mencari 'rumah' untuk tumbuh.

Adanya capital inflow ini tentu bagus untuk negara-negara yang membiayai kebutuhan ekonominya dengan defisit anggaran maupun transaksi berjalan yang berarti membutuhkan pembiayaan eksternal. Inilah yang membuat MS berpandangan positif terhadap Indonesia.

Namun bukan berarti Indonesia tak memiliki risiko. Apabila pandemi tidak bisa segera dijinakkan, maka sentimen bisa kembali memburuk. Ini adalah salah satu risiko besar yang dihadapi RI, meski dipandang bakal mendapat keberuntungan. 

Related

News 7373867197445934536

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item