Kasus Ayla vs CBR 1000RR SP, Pantaskah Moge Supersport Dipakai di Jalan Raya?

Kasus Ayla vs CBR 1000RR SP, Pantaskah Moge Supersport Dipakai di Jalan Raya?

Naviri Magazine - Insiden motor besar (moge) kembali terjadi. Kali ini melibatkan Daihatsu Ayla dan Honda CBR1000RR SP yang diklaim sebagai salah satu supersport asal Jepang dengan banderol Rp 699 juta. 

Sumber kejadian bermula dari pengendara LCGC yang terbawa emosi setelah mendengar suara knalpot supersport besutan Honda tersebut, hingga akhirnya berujung pada insiden yang merugikan kedua belah pihak. 

Berangkat dari hal tersebut, banyak perspektif liar yang berkembang. Salah satunya mengenai apakah pantas moge supersport dikendarai di jalan raya, bukankah seharusnya motor-motor seperti itu lebih pantas dipakai di lintasan. 

Menanggapi hal ini, pendiri Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu mengatakan, pertanyaan tersebut sangat subjektif karena perkara soal berkendara tidak etis melihat dari jenis kendaraan, tapi lebih ke individu yang mengendarai. 

"Terlepas dari masalah insiden, soal moge di jalan raya kalau mau dilihat sebenarnya apa bedanya dengan supercar yang banyak beredar. Jadi kalau mau diambil sebagai contoh kasus, harusnya dari orang yang mengendarai, karena kalau bicara kendaraan urusannya soal kemampuan orang membeli, kalau dia mampu membeli yang bisa dipakai," kata Jusri. 

Menurut Jusri, hal utama yang harus disoroti adalah masalah mental dan perilaku saat berkendara. Karena siapapun dengan jenis kendaraan apapun, ketika berkendara di jalan raya yang notabennya merupakan ruang publik, pastinya harus menyadari bila gesekan atau friksi bisa saja terjadi. 

Apalagi mengingat sebagian kondisi jalan di kota-kota besar yang ada di Indonesia cukup padat, dengan demikian kemungkinan munculnya konflik sangat berpotensi. Bukan karena adanya pengendara supercar atau moge di jalan tersebut, karena yang menimbulkan friksi tersebut adalah penggunanya. 

"Kunci untuk mencegah terjadinya insiden seperti itu, semuanya harus ada aturan, pertama dimulai dari keterampilan dan kemampuan. Keterampilan itu bicara hardskill, teknik berkendara dan lain sebagainya yang bisa dipelajari, yang sulit itu kemampuan atau softskill, karena berkaitan dengan kesabaran, disipling, etika, dan kesopanan," ucap Jusri. 

"Jadi kalau bicara dari sisi kendaraannya, itu sangat subjektif, ada banyak varibel yang harus dilihat, bukan perkara pantas atau tidak digunakan di jalan raya, karena bicara itu mereka mau gunakan di mana lagi, yang harus dilihat bagaimana yang membawa atau pengendaranya," kata dia. 

Secara terpisah, Training Director Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI) Sony Susmana mengatakan, bila banyak pengendara sering tidak fokus ketika mengemudi di jalan raya. 

Hal tersebut membuat kondisi secara mental pun tidak siap dalam menanggapi beragam hal, salah satunya mengenai suara yang bising. 

"Sehingga ketika ada suara, sinar atau pun manuver dari pengendara lain yang seketika bisa membuat pengendara tersebut kaget. Saat kaget, ada adrenalin yang naik menjadi emosi, tapi biasanya masalah emosi ini juga banyak faktornya, tidak bisa dilihat hanya karena suara saja," ujar Sony. 

"Kalau melihat gambaran besarnya lebih ke masalah attitude, harus bisa sama-sama menempatkan diri, apalagi di jalan raya dengan ragam karakter manusiannya," kata dia.

Related

News 5414474487626981722

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item