Apakah Anak Wajib Memberikan Nafkah kepada Orang Tuanya?


Naviri Magazine - Allah memerintahkan manusia untuk berbakti kepada kedua orang tua. Perintah ini disebutkan langsung antara lain di dalam Surat Luqman ayat 14-15.

Dalam Surat Luqman ayat 14-15, Allah meminta manusia untuk berbakti kepada orang tua dalam segala hal. Manusia diperintahkan untuk membantu kedua orang tua, baik selagi hidup maupun ketika keduanya sudah wafat.

Adapun bakti anak terhadap orang tua dalam bentuk nafkah berupa makanan pokok adalah wajib, selagi anak mampu membantu orang tuanya.

“Kedua orang tua wajib dinafkahi oleh anaknya, dengan syarat antara lain kelapangan rezeki anak yang bersangkutan. Batasan kelapangan rezeki adalah mereka yang memiliki kelebihan harta setelah menutupi kebutuhan makanan pokok dirinya dan anak-istrinya sehari-semalam itu, di mana kelebihan itu dapat diberikan kepada kedua orang tuanya. 

“Jika anak tidak memiliki kelebihan harta, maka ia tidak berkewajiban apa pun atas nafkah kedua orang tuanya, lantaran kesempitan rezeki yang bersangkutan.” (Lihat Taqiyudin Abu Bakar Al-Hushni, Kifayatul Akhyar, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2001 M/1422 H, halaman 577).

Meski demikian, tidak setiap orang tua memerlukan bantuan nafkah dari anaknya. Orang tua yang berhak menerima bantuan nafkah dari anak adalah mereka yang memenuhi dua syarat mustahik nafkah.

“(Adapun orang tua wajib dinafkahi) oleh keturunannya (dengan dua syarat) atau salah satunya, yaitu ([pertama] kefakiran dan penyakit kronis) tertimpa musibah atau bencana [yang mencegahnya berusaha], ([kedua] kefakiran dan kegilaan) karena riil hajat mereka ketika itu. 

“Dari sini anak-keturunannya tidak wajib menafkahi orang tua yang fakir dan sehat; atau fakir dan waras, meskipun mereka memiliki usaha/pekerjaan karena kemampuan berusaha/bekerja setara dengan potensi memiliki harta. Jika mereka tidak memiliki usaha, anak-keturunan mereka wajib menafkahinya, menurut pendapat lebih zhahir di Raudhah dan tambahan di Minhaj. 

“Anak-keturunan diperintahkan bergaul dengan orang tuanya secara baik. Bukan termasuk kategori pergaulan baik kalau anak-keturunan membiarkan orang tua yang sudah renta/kakek-nenek berusaha/bekerja.” (Lihat Muhammad bin Ahmad As-Syarbini, Al-Iqna’ pada Hasyiyatul Bujairimi alal Khatib, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1996 M/1417 H, juz IV, halaman 439-440).

Secara rinci, kedua orang tua yang berhak menerima nafkah anaknya adalah mereka yang tidak kaya, tidak sehat, dan tidak waras.

Bagaimana pun, manusia tetap diharuskan untuk berbakti kepada kedua orang tuanya sesuai kondisi keuangannya, tidak perlu memaksakan diri secara rutin dengan besaran tertentu.

“Nafkah untuk kerabat (baik usul, yaitu ayah-ibu dan kakek-nenek ke atas, maupun furu’, yaitu anak-cucu ke bawah) tidak ditentukan batasannya, tetapi sewajarnya. Nafkah untuk kerabat berbeda ukurannya sesuai dengan usia dewasa atau di bawah dewasa, kezuhudan atau kekurangzuhudannya... 

“Kalau seseorang tidak menafkahi kerabatnya hingga beberapa waktu, baik karena kelalaian atau bukan, maka tidak dihitung utang karena nafkah kerabat disyariatkan untuk membantu saja sifatnya, berbeda dari nafkah istri karena nafkah istri merupakan semacam imbalan. Wallahu a‘lam.” (Lihat Taqiyudin Abu Bakar Al-Hushni, Kifayatul Akhyar, Beirut, Darul Fikr, 1994 M/1414 H, juz II, halaman 115).

Melihat kondisi kecukupan kedua orang tua seperti deskripsi pada pertanyaan di atas, dapat disimpulkan bahwa anak-anaknya tidak wajib menafkahi kedua orang tuanya. Tetapi tentu saja anak dianjurkan untuk memperlakukan kedua orang tuanya dengan baik, dan sedikit-sedikit membantu keperluan kedua orang tuanya, sesuai dengan kelonggaran kondisi keuangan anaknya.

Related

Moslem World 6575569323338804325

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item