Bitcoin, Mata Uang Digital Misterius yang Sampai Kini Tetap Eksis


Naviri Magazine - Tahun 2012, satu Bitcoin bernilai kurang dari $10, namun pada Tahun Baru 2018, nilainya menjadi $13.000. Ketika nilainya jatuh di bawah $8.000 tidak lama setelah itu, beberapa orang berpendapat bahwa gerakan mata uang kripto hanyalah tren semata, yang akan menghilang sebagaimana tren-tren lainnya. 

Tetapi kemudian, harga Bitcoin mulai naik lagi menjadi lebih dari $11.000. Terlepas dari kenyataan bahwa Bitcoin tidak memiliki bentuk fisik, beberapa tahun terakhir mata uang digital ini dijadikan bukti kekayaan dan kekuatan finansial—ketika sedang naik daun. Mata uang ini menjadi simbol kemewahan baru, bagaikan lencana untuk kalangan elit - setidaknya di atas kertas, dan setidaknya untuk saat ini.

Keuntungan mata uang kripto dalam nilai dolar juga telah menjadi modal kultural, dan kejatuhannya yang tidak dapat diprediksi kian membuatnya terkenal. Para rapper menyebut-nyebut Bitcoin dalam lagu mereka, Paris Hilton mempromosikan koin virtual yang namanya tidak dikenal sebelumnya, dan para seniman visual muda memasukkan teknologi ini ke dalam karya seni mereka. 

“Saya melihat Bitcoin sebagai aset keuangan eksotis, yang digunakan oleh orang-orang kaya untuk menghasilkan semakin banyak uang, dan terkadang ini mirip dengan seni,” ujar seniman dari New Mexico, Sterling Crispin. 

Pada 2012, Crispin menemukan ide untuk membuat instalasi seni tentang hari kiamat—yang pada saat itu terasa dekat: Akhir kalender suku Maya meramalkan kepunahan yang universal. 

Singularitas teknologi, yang terjadi ketika manusia menyatu dengan robot dan kita dapat mengunggah kesadaran ke cloud, mengancam kepunahan spesies manusia yang kita ketahui. Selain itu, naiknya Bitcoin mengancam adanya kekacauan finansial, politis, dan sosial. 

Crispin memberi judul karyanya itu Self-Contained Investment Module and Contingency Package. Dalam kerangka kubus yang terbuat dari baja, Crispin menghadirkan seperangkat alat pertahanan hidup yang terdiri dari radio darurat, benih pusaka, botol penyaring air, dan yang tak kalah penting, alat penambang Bitcoin.

Ketika Crispin menyelesaikan karyanya pada 2015, harga satu Bitcoin masih $220. “Seandainya saat itu saya mulai menambang Bitcoin dan terus melakukannya selama tiga tahun hingga sekarang, dan jika saja saya tidak panik dan menjualnya ketika harganya mulai naik menjadi $300, mungkin sekarang saya sudah menjadi multi-miliarder,” ujar Crispin. 

Ia kemudian mengubah penyesalannya menjadi semacam semangat kreatif yang menggila. “Saya sangat menyukai pemikiran bahwa sebagai bahan instalasi karya seni, mata uang kripto bisa menjadi lebih berharga dari karya itu sendiri,” sambungnya.

Crispin awalnya meniatkan karyanya sebagai karya yang ironis; sebagaimana karya-karya lain yang kritis terhadap utopianisme teknologi. Akan tetapi, karya ini juga menunjukkan bahwa mata uang kripto telah berevolusi dari sekadar alat finansial menjadi sumber kemewahan seperti tas Louis Vitton, jam tangan Cartier, atau patung Jeff Koons. 

“Orang-orang tidak hanya membeli Bitcoin untuk mendapatkan uang; mereka membeli Bitcoin agar bisa menjadi orang-orang yang punya Bitcoin,” terang Jay Owens, futuris dan direktur riset di Pulsar, perusahaan asal London. “Bitcoin berfungsi seperti nama merek.”

Related

Money 6877224481064066238

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item