Ini 3 Pesan Nabi Muhammad Dalam Pernikahan Ali dan Fatimah


Naviri Magazine - Pernikahan memiliki kedudukan yang sangat penting dan sakral di dalam Islam. Tidak main-main. Di dalam Al-Qur’an, pernikahan disebut sebagai perjanjian yang kuat dan kukuh (mitsaqan ghalizha). 

Istilah itu disebut Allah tiga kali dalam Al-Qur’an; Surat An-Nisa 21 (perjanjian suami dan istri atau pernikahan), Surat An-Nisa 154 (perjanjian Allah dengan umat-Nya soal ajaran agama), dan Al-Ahzab 7 (perjanjian Allah dengan para nabi). 

Tidak lain, penggunaan ungkapan mitsaqan ghalizha adalah untuk menunjukkan bahwa pernikahan adalah ikatan yang suci. Maka dari itu, pasangan suami istri harus menjunjung tinggi ikatan tersebut, serta teguh mempertahankan dan menjaganya.  

Pernikahan adalah pertemuan dua individu dengan latar belakang, karakter, dan budaya yang berbeda. Maka tidak heran jika di tengah perjalanan mengarungi biduk rumah tangga, terjadi perselisihan antara suami dan istri, karena sejatinya mereka memang ‘berbeda’.  

Tujuan pernikahan bukan untuk mengubah salah satu menjadi seperti yang lainnya. Akan tetapi, masing-masing dituntut untuk bisa memahami dan menerima perbedaan yang ada di antara keduanya, sehingga kebahagiaan dan ketenteraman bisa terwujud. 

Dalam pernikahan Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Sayyidah Fatimah, Rasulullah saw. telah memberikan tuntunan, pandangan, dan wejangan mengenai pernikahan. Setidaknya ada tiga poin yang disampaikan Rasulullah pada kesempatan tersebut.  

Pertama, pernikahan adalah kuasa Allah. Semua yang ada di jagat raya tidak bisa lepas dari kekuasaan dan ketetapan Allah, termasuk pernikahan. Dalam hal pernikahan, Allah telah menetapkan sebuah sistem. Apakah sebuah pernikahan langgeng dan gagal. Jika pasangan suami istri mengikuti sistem yang telah ditetapkan-Nya, maka pernikahan mereka bisa langgeng dan bahagia. Begitu pun sebaliknya.  

“Dialah yang yang menciptakan makhluk dengan kekuasan-Nya. Dialah yang menerangi jalan manusia dengan ketetapan-ketetapan-Nya,” kata Rasulullah saw. dalam pernikahan Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Sayyidah Fatimah, dikutip dari buku Pengantin Al-Qur’an.   

Kedua, sarana memperoleh keturunan. Rasulullah juga menegaskan bahwa pernikahan adalah sarana untuk memperoleh keturunan. Dalam satu hadist, Rasulullah menyeru kepada umatnya untuk menikah dengan perempuan yang subur, sehingga dapat melahirkan banyak anak. 

Yang terpenting bukan hanya memperoleh keturunan atau anak yang banyak saja, tapi juga berusaha membentuk generasi yang berkualitas. Yakni generasi yang beriman, bertakwa, dan berilmu. 

“Allah yang Maha Tinggi dan Maha Mulia telah menjadikan perkawinan sebagai sarana perolehan keturunan,” sambung Rasulullah saw.  

Ketiga, mempererat tali kekerabatan. Salah satu rukun nikah dalam Islam adalah adanya wali, khususnya bagi mempelai perempuan. 

Dengan demikian, baik secara langsung atau tidak, sesungguhnya pernikahan dalam Islam tidak hanya melibatkan dua individu (mempelai laki-laki dan perempuan), tapi juga keluarga besar dari yang bersangkutan. Setelah ada ikatan pernikahan, biasanya dua keluarga besar memiliki ikatan yang kuat. 

Related

Moslem World 1128088706054198171

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item