Kelahiran Mobil Listrik di Indonesia, Antara Harapan dan Kenyataan (Bagian 1)


Naviri Magazine - Di dunia otomotif, tren internasional saat ini adalah menyambut kehadiran mobil listrik, dan mulai meninggalkan mobil berbahan bakar fosil. Alasannya, karena mobil listrik lebih ramah lingkungan, dibanding mobil berbahan bakar fosil yang menimbulkan asap dan polusi. 

Karena itu, berbagai negara saat ini sudah mulai mempersiapkan sarana dan infrastruktur untuk menyambut era mobil listrik.

Indonesia juga telah mempersiapkan hal yang sama. Presiden Joko Widodo menyatakan, “Mobil listrik harus kita perhitungkan. Harus kita lihat. Karena semua akan mengarah ke sana.” 

Presiden juga telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 tahun 2017 tentang rencana umum energi nasional. Aturan itu mengamanatkan pada 2025 produksi mobil listrik/hibrida sebanyak 2.200 unit dan 2,1 juta untuk motor listrik. Saat itu porsi produksi mobil listrik sudah bisa mencapai 20 persen.

Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto, menyatakan, "Pada 2025, targetnya 20 persen atau 400 ribu kendaraan beremisi rendah.”

Apa yang menjadi target pemerintah memang sudah menjadi tren global, saat dunia mengarah pada kendaraan rendah emisi. 

Studi terbaru dari KPMG, berjudul Global Automotive Executice Survey, yang mewawancarai hampir 1.000 senior eksekutif industri otomotif di 42 negara, menunjukkan bahwa proyeksi tren pengembangan mesin mobil hingga 2023 proporsi mesin mobil berbasis listrik akan meningkat dari 4 persen di 2016 menjadi 7 persen pada 2023—berdasarkan permintaan pasar.

Bila ada campur tangan regulator, maka bisa menambah proporsi produksi mesin mobil berbasis listrik hingga 30 persen pada 2023. Mobil berbasis listrik mencakup hybrid, hybrid plug-in, mobil listrik baterai, dan fuel cell. 

Kini, pemerintah sedang menyiapkan draft Peraturan Presiden (Perpres) tentang pemanfaatan tenaga listrik untuk transportasi. Rancangan regulasi tersebut dibahas serius oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Keuangan dan Kementerian Perindustrian. 

Salah satu hal yang dibahas termasuk masalah perpajakan. Pasalnya, sistem perpajakan yang berlaku saat ini, impor mobil listrik akan menjadi sangat mahal harganya bagi konsumen di Indonesia. 

Di sisi lain, ada target roadmap Kementerian ESDM pada 2040. Pada tahun itu, pemerintah akan melarang penjualan kendaraan berbahan bakar energi fosil alias tanpa kendaraan BBM. Namun, target produksi mobil listrik baru mencapai 20 persen pada 2025. Artinya, dalam jeda 15 tahun harus ada peningkatan porsi kendaraan listrik sampai 80 persen.

Lagi-lagi, bila melihat target roadmap 2040 memang tak terpisahkan dengan proyeksi dunia di masa depan. Persoalan ketersedian dan harga BBM menjadi masalah serius dunia, belum lagi soal aspek lingkungan. 

Berdasarkan laporan World Oil Outlook 2016, yang dipacak di laman opec.org, asumsi harga minyak di masa depan ada peluang naik perlahan, pada 2040 misalnya harga minyak diasumsikan mencapai 92 dolar per barel. Ini memang masih asumsi, bisa benar atau juga salah. Namun, harga ini sudah hampir dua kali lipat dari harga saat ini.

Beberapa negara lain juga merencanakan pelarangan penjualan kendaraan berbasis energi fosil mulai 2030. Antara lain Jerman, Inggris, Amerika Serikat (AS) dan India. Sedangkan Norwegia yang saat ini menjadi salah satu negara yang sangat serius beralih ke kendaraan listrik, akan melarang penjualan kendaraan bahan bakar fosil mulai 2025. 

Demi menyongsong era itu dan merangsang konsumen, sejumlah negara telah membuat regulasi menarik, terkait percepatan penggunaan kendaraan listrik. Pemerintah Norwegia memberikan insentif bagi pembangunan stasiun pengisian listrik umum (SPLU), dan menyediakan sumber listrik dan parkir gratis di 400 stasiun. 

Pemerintah Jerman membebaskan kendaraan listrik dari pajak tahunan, dan membebaskan pajak kendaraan listrik selama 5 tahun untuk lisensi di bawah tahun 2020. Inggris juga membebaskan pajak jalan tahunan untuk kendaraan listrik, dan memberikan subsidi hingga 8.000 dolar AS bagi sembilan model mobil listrik. 

Hal serupa juga diterapkan oleh Amerika Serikat dan India. Kedua negara itu memberikan keringanan pajak terhadap kendaraan listrik. Dari pengalaman yang sudah dilakukan negara lain, faktor campur tangan pemerintah, terutama soal insentif, memang tak bisa dihindari.

Desakan insentif

Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Jongkie D. Sugiarto, termasuk yang mendukung langkah pemerintah yang akan melarang penjualan kendaraan berbahan bakar fosil. Hanya saja, pemerintah juga harus bisa memberikan keringanan pajak, agar harga jual kendaraan listrik ini bisa terjangkau oleh konsumen, sebelum menuju era kendaraan tanpa BBM. 

“Kalau harga kendaraannya tidak terjangkau, bagaimana orang bisa beli. Kalau nggak ada yang mau beli, bagaimana kita bisa ke arah sana,” ucap Jongkie kepada media.

Baca lanjutannya: Kelahiran Mobil Listrik di Indonesia, Antara Harapan dan Kenyataan (Bagian 2)

Related

Automotive 4694288147176855758

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item