Kisah 1001 Malam, Cerita Abadi yang Dikisahkan dari Masa ke Masa


Naviri Magazine - Kisah 1001 Malam berisi banyak ragam watak manusia: Pencoleng, pencuri, penyamun, saudagar kaya yang kikir, pemurah hati, pejabat yang saleh, dan lain sebagainya.

Alkisah, hiduplah seorang penjahit yang kaya-raya. Suatu pagi, ia bersama istrinya bertamasya. Di tengah jalan, mereka berjumpa dengan seorang lelaki bungkuk. Si penjahit lalu menghampiri dan mengajak ke rumahnya.

Malam hari, si penjahit membeli ikan goreng, roti, lemon, dan beberapa manisan. Saat makan bersama, istri si penjahit mengambil sepotong besar daging ikan untuk diberikan kepada si bungkuok. Si bungkuk mengambilnya. Ia langsung menelan, tanpa dikunyah. Malang, duri ikan menyangkut di tenggorokannya. Si bungkuk tewas.

Si penjahit panik. Ia membawa mayat si bungkuk ke rumah seorang tabib, dan beralasan anaknya sakit. Ia meninggalkan mayat itu sebelum tabib menemuinya. Ketika tabib turun dari tangga, kakinya terantuk tubuh si bungkuk. Merasa itu penyebab kematian, giliran tabib yang bingung. Dari atas loteng rumahnya, ia melemparkan mayat itu ke rumah tetangganya, seorang juru masak istana.

Juru masak yang menganggap ada pencuri masuk ke rumahnya, langsung bertindak. Di bawah keremangan cahaya lilin, ia menghantam dada mayat itu dengan godam. Juru masak itu lalu membawa mayat ke pasar, dan menyandarkannya di dinding sebuah kedai.

Saat itulah lewat seorang makelar yang tengah mabuk. Menduga 'orang' yang bersandar di dinding kedai berniat merampas sorbannya, ia meninju mayat si bungkuk. Petugas keamanan pasar yang datang lalu menggelandangnya ke kediaman gubernur.

Makelar itu akan dihukum gantung. Tapi, menjelang eksekusi, juru masak datang dan mengaku dialah pembunuhnya. Saat juru masak akan dieksekusi, datang tabib memberi pengakuan. Eksekusi tabib juga batal atas pengakuan si penjahit.

Ketika si penjahit akan digantung, prajurit kerajaan muncul sambil berseru, ''Jangan gantung penjahit itu, karena masalah ini akan ditangani langsung oleh raja.'' Rupanya, raja merasa perlu menangani perkara ini, karena si bungkuk adalah seorang pelawak yang paling disukai raja.

Begitulah sepenggal cerita dalam Hikayat Kisah 1001 Malam atau Alfu Laila wa Laila. Banyak kalangan beranggapan, Hikayat 1001 Malam merupakan sumbangan besar peradaban Islam abad ke-9 kepada khasanah sastra dunia. Kisah-kisah ini banyak diceritakan kembali dalam berbagai bahasa dan versi, tidak hanya di kawasan Persia—sekarang wilayah Iran, Iraq, Afghanistan, Tajikistan, dan Uzbekistan—namun juga oleh negeri-negeri Eropa. Bahkan, Amerika pun mengangkat cerita tersebut ke dalam film dan kartun animasi.

Kepopuleran kumpulan cerita—seperti Aladdin dan Lampu Wasiat, Ali Baba, Sinbad si Pelaut dan Abu Nawas—ini juga merambah ke berbagai jenis dan tingkat komunitas. Mulai dari pembaca awam, dunia sastra, hingga penggemar film layar lebar.

Di Barat, Hikayat 1001 Malam dikenal sebagai The Arabian Nights, yang pertama kali diperkenalkan oleh seorang sarjana Prancis bernama Jean Antoine Galland. Dia menemukan naskah kumpulan dongeng Arab ini dalam perjalanannya sebagai kolektor benda-benda antik untuk sebuah museum. Jean lalu menerjemahkannya ke dalam bahasa Prancis menjadi 12 jilid, pada 1704-1717.

Sejarah perjalanan manusia

Kisah-kisah dalam Hikayat 1001 Malam itu kini telah diterbitkan dalam Bahasa Indonesia. Pada era ‘90-an, Mizan menerbitkan hikayat ini. Pada 2008, Qisthi Press juga menerbitkannya, terbagi atas empat buku, masing-masing tak kurang dari 500 halaman. 

Peluncuran buku Hikayat 1001 Malam versi Bahasa Indonesia berlangsung di panggung utama Islamic Book Fair 2008, dengan pembicara KH Abdurrahman Wahid, Syu'bah Asa, dan Chaerul Umam.

Hikayat 1001 Malam, dalam pandangan Gus Dur—sapaan akrab Abdurrahman Wahid—merupakan fiksi yang pandai menggunakan dan mengolah fakta sejarah. Cerita-ceritanya adalah hasil observasi dari sejarah perjalanan manusia pada zaman itu. 

''Apa yang diceritakan adalah potret kehidupan manusia pada zaman tersebut, dengan berbagai macam fenomena kehidupannya,'' kata dia.

Menurut mantan presiden RI itu, Hikayat 1001 Malam merupakan refleksi dari watak manusia. Semua jenis watak manusia ada dalam cerita ini. Mulai dari pencoleng, pencuri, penyamun, saudagar kaya yang kikir, pemurah hati, pejabat yang saleh, dan lain sebagainya.

Gus Dur mengatakan, terdapat banyak perbedaan pendapat mengenai siapa pengarang Cerita 1001 Malam ini. Namun yang jelas, kisah ini merupakan kumpulan cerita rakyat Arab. Kisahnya ditata dan ditulis oleh seorang pengarang bernama Abu Abdullah bin Abdus Al Jasyyari, berdasarkan cerita berbahasa Persia, berjudul Hazar Afsanak, yang berarti Seribu Cerita. 

Pendapat lain mengatakan, kumpulan dongeng ini tidak dikarang oleh satu orang, melainkan oleh banyak penulis pada periode yang berbeda-beda.

Bagi Syu'bah Asa, karya klasik ini bukan sumbangan Islam kepada peradaban dunia, melainkan salah satu butir dalam peradaban Islam yang dipersembahkan oleh dunia Arab. Ini adalah sumbangan dunia Arab pada peradaban Islam sebagai sebuah peradaban yang terbuka, yang memang dari watak aslinya bersifat broadminded dan bukan chauvinis.

Anis Maftuhin—yang menyunting buku terjemahan Fuad Syaifudin Nur—ini mengakui, meski kumpulan Hikayat 1001 Malam telah dikenal di banyak lapisan, namun dongeng ini masih menyimpan banyak kemisteriusan sebagaimana cerita-ceritanya yang selalu mendebarkan.

Lepas dari polemik siapa penulisnya, menurut Anis, Hikayat 1001 Malam adalah kisah-kisah yang melegenda dan mendunia. Hikayat ini tak pernah berhenti dituturkan dari masa ke masa, seperti kisah kematian si bungkuk, pelawak yang disukai raja.

Related

Inspiration 7394076455004642550

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item