Kisah dan Perjalanan Hidup Carl Linnaeus, Ilmuwan Penyusun Taksonomi (Bagian 2)


Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kisah dan Perjalanan Hidup Carl Linnaeus, Ilmuwan Penyusun Taksonomi - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Antara Tuhan dan alam

Berdasarkan catatan Universitas California dan Museum Paleontology, Berkeley, ide pengelompokan organisme yang dicetuskan Linnaeus memicu perdebatan di berbagai generasi ahli botani. Meski sudah lewat lebih dari 200 tahun sejak Linnaeus meninggal, masih ada saja yang mendukung ataupun mengkritik landasan filosofis dan teologis dalam karya-karyanya.

Carolus Linnaeus memang dikenal sebagai naturalis yang sangat religius. Keyakinan agamanya membawanya dekat dengan konsep teologi alam. Menurutnya, tugas seorang naturalis ialah mengungkapkan kebesaran ciptaan Tuhan melalui sistem klasifikasi biologi, dan tugas itu ada di pundaknya.

Pemikirannya itu membuat ia kerap dipandang sebagai orang congkak yang suka menonjolkan moto “Tuhan yang menciptakan, Linnaeus yang mengklasifikasi.” Menurut catatan Wilfrid Blunt, hal ini membuat Linnaeus sulit menerima nama-nama ilmiah buatan naturalis lain.

“Sikapnya itu tidak ada bedanya dengan rasa cemburu yang membuatnya membenci nama tanaman pemberian ahli botani lain, dan mempergunakan berbagai macam alasan untuk menggantinya dengan nama buatannya sendiri, yang pada akhirnya menimbulkan banyak protes,” tulis Blunt.

Selain itu, banyak pula kalangan yang kecewa lantaran Linnaeus tidak memiliki latar belakang pendidikan sebagai ahli botani sungguhan. Tidak sedikit pula yang menuduhnya suka merampas sesuatu demi ketenaran. 

Georg Dionysius Ehret, ahli botani sekaligus pelukis bunga asal Jerman abad ke-18, bahkan pernah mengumpat dengan menyebut Linnaeus “suka menyentuh apa pun yang ia dengar demi membuat dirinya terkenal.”

Setelah edisi ke-10 Systema Naturae diterbitkan, Linnaeus memang semakin dikenal sebagai naturalis paling terkemuka seantero Eropa. Bahkan menurut Carl Zimmer dalam artikel yang dipublikasikan National Geographic, sanjungan kepada Linnaeus berulang kali disampaikan oleh Jean-Jacques Rousseau. 

Menurut filsuf abad pencerahan itu, buku Linnaeus mengajarkan lebih banyak ketimbang tumpukan buku-buku tentang moral.

Kolonialisasi lewat ilmu alam

Reputasi keilmuan Linnaeus di Eropa semakin menanjak. Hal itu terjadi tatkala seorang bankir bernama George Clifford menawari Linnaeus menjadi kurator di kebun botani miliknya. Belakangan diketahui bahwa Clifford pernah menjabat sebagai direktur kongsi dagang Belanda VOC, serta memiliki banyak koneksi di bidang pelayaran.

Sambil terus mengembangkan Systema Naturae, Linnaeus kerap terlibat dalam kegiatan akademik dan penjelajahan ke pelosok Eropa mencari organisme baru. Pada tahun 1739, ia ikut mendirikan Akademi Ilmu Pengetahuan Kerajaan Swedia di Kota Stockholm. 

Akademi itu didirikan untuk meningkatkan partisipasi publik di bidang biologi, dan umumnya pada ilmu pengetahuan. Ia juga dikenal gemar mengadakan acara sosial bertema botani.

Pada tahun-tahun berikutnya, ia mengirimkan murid-muridnya berkelana ke berbagai penjuru dunia. Sejumlah ekspedisi dilakukan untuk mencari tanaman-tanaman eksotis baru. 

Salah satu muridnya yang terkemuka adalah Daniel Solander. Ia ikut dalam pelayaran pertama Kapten James Cook dari tahun 1768 sampai 1771. Wilfrid Blunt, dalam biografi Linnaeus, menjuluki para murid Linnaeus sebagai “rasul-rasul ajaran Linnaean.”

Kolonialisme yang dilakukan oleh bangsa Eropa mendorong ilmu tentang alam menjadi ilmu yang paling berkembang, di samping antropologi dan ilmu pasti. Hal ini sejalan dengan pemikiran Linnaeus di ranah politik. Menurutnya, kesejahteraan dan kejayaan bangsa Eropa bergantung kepada administrasi di bidang ilmu pengetahuan.

Tradisi ilmuwan pengembara yang dicetuskan Linnaeus terus berlanjut hingga menjelang abad ke-19. Istilah-istilah dan metode klasifikasi Linnaeus banyak dipinjam oleh para penjelajah Eropa saat meneliti kondisi alam di negara koloni, termasuk Indonesia.

William Marsden adalah salah satu orientalis asal Inggris pelahap karya-karya Linnaeus, yang pertama kali menulis sejarah alam Sumatra di pengujung abad ke-18. 

Berdasarkan catatan Mary Quilty dalam Textual Histories: A Reading of Early British Histories of Southeast Asia (1998: hlm. 27), Marsden banyak mengadopsi sistem klasifikasi Linnaeus untuk menjelaskan kondisi alam dan suku Rejang yang ditemuinya di Sumatra. Hasil pengamatannya itu kemudian ia tuangkan dalam buku History of Sumatera, yang terbit pada 1783.

Related

Science 5897273116497404267

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item