Kisah Skandal Bill Clinton dan Monica Lewinsky yang Mencoreng AS

Naviri Magazine - Cerita bermula pada 1995 saat Lewinsky, 21 tahun, memperoleh kesempatan untuk magang—tanpa bayaran—di Kantor Kepala Staf K...


Naviri Magazine - Cerita bermula pada 1995 saat Lewinsky, 21 tahun, memperoleh kesempatan untuk magang—tanpa bayaran—di Kantor Kepala Staf Kepresidenan yang dipimpin Leon Panetta. Posisinya di Gedung Putih, sekalipun cuma berstatus magang, membuatnya mudah bertemu elite-elite pemerintah. Tak terkecuali sang presiden, Clinton.

Tak disangka, seiring bergulirnya waktu, Lewinsky dan Clinton terlibat hubungan asmara. Situasi ini disadari oleh para pembantu presiden. Mereka khawatir relasi Lewinsky-Clinton bisa merusak reputasi Gedung Putih.

Guna mencegah hal itu muncul ke permukaan, Lewinsky dipindahtugaskan ke Departemen Pertahanan pada April 1996. Di kantornya yang baru, Lewinsky, sebagaimana dilaporkan TIME, mulai berteman dengan Linda Tripp, pegawai Pentagon yang kebetulan sangat benci dengan klan Clinton. Sesuatu yang besar pun diutarakan Lewinsky kepada Tripp: ia berhubungan seksual dengan presiden.

Oleh Tripp, cerita Lewinsky lantas dijadikan barang. Ia menghubungi jurnalis Newsweek, Michael Isikoff, dan memberitahu apa yang baru saja didapatkannya. Di saat bersamaan, Tripp juga mengontak pengacara Paula Jones, perempuan yang diduga kuat menjadi korban pelecehan seksual Clinton semasa menjabat Gubernur Arkansas pada 1991.

Setelah dirasa cukup punya bahan, serangan terhadap Clinton pun dilakukan secara resmi melalui gugatan. Akan tetapi, prosesnya tak semudah yang dibayangkan. Lewinsky masih menyangkal bahwa ia pernah menjalin relasi gelap dengan Clinton. Sementara Clinton sendiri menolak—di bawah sumpah resmi—segala tuduhan yang dialamatkan kepada dirinya.

“Saya tidak melakukan hubungan seksual dengan Nona Lewinsky,” tegas Clinton.

Di titik ini, semua tampak terlihat jelas: Clinton tak bersalah dan Lewinsky tak lebih dari anak muda yang sebatas cari sensasi.

Berbaliknya Bandul

Penolakan Clinton atas tuduhan skandal seks yang melibatkan dirinya tak serta merta membikin Kenneth Starr, pengacara independen yang sempat mengusut skandal Whitewater di mana Clinton juga diduga kuat terlibat, puas. Ia merasa Clinton telah memberikan keterangan palsu.

Starr segera bergerak. Ia mengumpulkan dewan juri, mengeluarkan lusinan surat panggilan, dan menawarkan kekebalan kepada Lewinsky sebagai imbalan atas kesaksian yang diberikan. Yang dicemaskan pun betulan terjadi: memang ada relasi gelap antara Clinton dan Lewinsky.

Pengakuan Lewinsky membikin Clinton terjepit. Akhirnya, Clinton mengakui perselingkuhannya dengan Lewinsky, baik dalam persidangan maupun secara terbuka di televisi.

“Memang, saya memiliki hubungan yang tak pantas dengan Nona Lewinsky,” aku Clinton sembari menambahkan bahwa penyelidikan yang dialamatkan kepadanya punya motif politik yang kuat.

Dari situ, Starr lantas menyerahkan laporannya kepada Komite Kehakiman DPR. Pada 19 November 1998, DPR—mayoritas berisi kader Republikan—menyetujui pemakzulan (impeachment) terhadap Clinton, sehubungan dengan skandal yang menimpanya. 

Clinton dianggap melanggar konstitusi karena telah memberikan keterangan palsu di bawah sumpah. Pemakzulan Clinton menjadi yang pertama dalam sejarah kepresidenan AS, setelah Andrew Johnson mengalami hal serupa pada 1868.

Setelah dimakzulkan, Senat, yang juga dikuasai Republikan, menyelenggarakan persidangan guna memutus masa depan Clinton: apakah jabatannya sebagai presiden dicopot atau tidak. Namun, lagi-lagi plot twist terjadi: Clinton gagal dilengserkan sebab Senat tak memenuhi ketentuan suara yang dipatok—minimal 67.

Pemakzulan boleh gagal, tapi investigasi pelanggaran hukum yang melibatkan Clinton tetap terbuka. Tapi, rupanya itu hanya sekadar wacana. Menjelang akhir pemerintahannya, tulis David A. Graham dan Cullen Murphy dalam “The Clinton Impeachment, as Told by the People Who Lived It” yang dipublikasikan Atlantic (2018), Clinton duduk satu meja bersama pengacara pribadinya dan Robert Ray (pengganti Starr) untuk meneken kesepakatan pemberhentian penyelidikan kepada dirinya. 

Sebagai balasannya, Clinton setuju membayar denda $25 ribu serta menyerahkan lisensi profesi hukumnya di Arkansas.

Yang menarik dari kasus Clinton yakni popularitasnya di mata masyarakat AS tidaklah anjlok. Sebelum ia mengakui skandalnya dengan Lewinsky, mengutip laporan Pew Research Center, sebanyak 71 persen masyarakat AS setuju dengan caranya menangani AS. Ini memperlihatkan bahwa Clinton memperoleh dukungan luas atas kebijakan-kebijakan yang diambil.

Ketika Clinton mengakui perbuatannya, Agustus 1998, tingkat penerimaannya tetap di atas 50 persen. Bahkan, saat DPR memutuskan memakzulkannya, angkanya melonjak sampai 71 persen. Laporan Pew menyebutkan bahwa tetap tingginya tingkat penerimaan masyarakat ini disebabkan karena sebagian besar dari mereka cenderung tak peduli dengan proses impeachment terhadap Clinton.

Related

International 2229667527177562993

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item