Mengenal Konsep Wisata Syariah dan Tren Wisata Kekinian


Naviri Magazine - Istilah “wisata syariah” atau “halal tourism” kemungkinan makin akrab di telinga kita, karena istilah itu makin kerap disebut akhir-akhir ini, juga termuat dalam berbagai media massa, khususnya di internet. 

Sebenarnya, seperti apa yang disebut “wisata syariah” itu? Bagaimana batasan untuk menilai suatu wisata sebagai syariah atau bukan? Di atas semua itu, siapakah pihak yang punya otoritas dan kewenangan untuk menilai hal tersebut? 

Konsep syariah telah menjadi tren dalam ekonomi global, mulai dari produk makanan dan minuman, keuangan, hingga gaya hidup. Sebagai tren baru gaya hidup, maka banyak negara yang mulai memperkenalkan produk wisatanya dengan konsep halal dan Islami.

Bahkan negara seperti Jepang, Australia, Thailand, Selandia Baru, atau negara yang bukan negara mayoritas muslim, turut membuat produk wisata syariah.

Tujuan wisata syariah di Indonesia pernah direncanakan di sembilan daerah pada 2014, yakni di Sumatera Barat, Riau, Lampung, Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Lombok, dan Makassar.

Namun dalam laporan kajian Deputi Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Kepariwisataan, Kementerian Pariwisata, disebutkan bahwa terminologi "wisata syariah" sebenarnya belum memiliki batasan yang jelas.

Beragam istilah seperti Islamic Tourism, Halal Friendly Tourism Destination, Halal Travel, Muslim-Friendly Travel Destinations, dan lain-lain, memang bisa ditemukan. Seperti apa kriteria yang dimaksud, belum ada standarnya.

Dalam laporan itu juga disebutkan, bahkan di Indonesia batasan konsep pariwisata syariah juga belum jelas. Menurut beberapa pakar pariwisata, wisata syariah merupakan suatu produk pelengkap dan tidak menghilangkan jenis pariwisata konvensional.

Wisata syariah disebut tidak hanya melulu terkait dengan nilai-nilai agama, tetapi lebih mengarah pada lifestyle. Kondisi pariwisata syariah di Indonesia, saat itu masih belum maksimal. Padahal potensi pengembangan wisata syariah di Indonesia sangat besar.

Adapun sejak 2011 telah muncul indeks yang disebut sebagai Global Muslim Travel Index (GMTI). Indeks ini diterbitkan sebuah lembaga bernama CrescentRating yang berkantor di Singapura. Mereka mengklaim punya otoritas dalam menentukan halal-friendly travel. 

Pada 2017, Indonesia berada di peringkat ketiga, di bawah Malaysia, dan Uni Emirat Arab. Indeks yang disusun atas 11 kriteria itu, memberi nilai 72,6 untuk Indonesia. Sembilan besar negara dalam daftar tersebut, diisi oleh negara-negara mayoritas muslim.

Nilai Indonesia terpuruk pada kriteria Air Connectivity (46,0) dan Visitor Arrivals Score (17,8). Air Connectivity merupakan sub-kriteria dari kemudahan akses menuju lokasi, yang merupakan kriteria baru sejak 2016.

Semakin sulit suatu wilayah dijangkau dengan jalur transportasi, semakin rendah nilainya. Kriteria ini dipandang penting sebagai pertimbangan dalam merencanakan perjalanan berwisata.

Sedangkan Visitor Arrivals, adalah skor yang menggambarkan berapa banyak turis muslim berkunjung ke daerah tersebut. Riset yang dilakukan CrescentRating menemukan 121 juta pelancong muslim atau 10 persen dari total ekonomi wisata pada 2016.

Di bidang Accomodation Options, atau pilihan akomodasi, skor Indonesia juga belum begitu baik, hanya mencapai 57,0. Meski demikian, skor itu terhitung jauh lebih tinggi daripada rata-rata 130 negara yang dinilai.

Related

Business 7314461451237072383

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item