Peneliti Ungkap Alasan Kanibalisme Dianggap Sangat Tabu oleh Manusia


Naviri Magazine - Di dunia ini ada banyak hewan yang melakukan kanibalisme. Misalnya, kecebong dari spesies kodok spadefoot yang memakan sesamanya demi bisa cepat menjadi kodok. Ada juga belalang sembah jantan yang setelah kawin memberikan tubuhnya pada betina untuk dimakan.

Tapi, bagi manusia, kanibalisme adalah tindakan tabu. Bahkan, menurut Jared Piazza dan Neil McLatchie, ahli psikologi sosial dari Lancaster University, manusia sangat anti kanibalisme. Hal itu mereka buktikan dalam riset mereka.

Hasil riset mereka ini telah dipublikasikan di jurnal Social Psychological and Personality Science. Dalam riset ini, mereka menciptakan sebuah cerita buatan di mana ada seorang pria yang memberikan izin bagi teman-temannya untuk memakan bagian tubuhnya setelah dia meninggal.

Selanjutnya, mereka meminta para responden untuk membaca cerita itu. Tim periset juga menjelaskan bahwa ini terjadi di kebudayaan yang memang memperbolehkan hal tersebut. Meski begitu, setengah responden mengatakan bahwa hal tersebut tetap tidak bisa diterima.

"Bahkan, di situasi darurat sekalipun, kanibalisme menjadi suatu hal yang tidak bisa dipertimbangkan oleh manusia," tulis Piazza dan McLatchie di The Conversation.

"Contohnya adalah kejadian kecelakaan pesawat di pegunungan Andes pada 1972 lalu. Mereka yang selamat menunggu sampai kelaparan sebelum akhirnya terpaksa memakan jasad korban lain yang telah meninggal," lanjut mereka.

Kenapa manusia begitu anti kanibalisme?

Menurut para peneliti, kisah-kisah itu menunjukkan bahwa manusia adalah pengecualian dari kanibalisme yang banyak hewan lakukan. Sebab, manusia menganggap ada hubungan kuat antara kepribadian seseorang dengan tubuhnya. Oleh karena itu, manusia akan memiliki rasa menolak serta jijik jika ingin memakan manusia lain hingga mengabaikan keuntungan melakukannya, ungkap para peneliti.

Hal serupa tidak manusia rasakan saat memakan hewan lain. Para peneliti mengatakan ini karena ada rasa bias.  

Menurut para peneliti, sejak kecil manusia telah terbiasa mengelompokkan sesuatu dalam kategori berbeda. Hal ini membuat seseorang melihat manusia lain atau hewan, seperti sapi, memiliki suatu esensi tak kasat mata yang memberikan identitas fundamental pada mereka.

Hal itu membantu manusia dalam menilai makhluk atau hewan dalam suatu kategori tertentu yang nantinya mempengaruhi penilaian dan harapan kita pada masing-masing individu. Tapi, kemampuan menilai itu tidak bekerja dengan baik ketika sifat-sifat khas dari suatu kategori tidak berlaku, misalnya saat kematian terjadi, papar para peneliti.

Para peneliti menuliskan bahwa penilaian ini membuat kanibalisme yang disetujui masih dianggap tabu. Bahkan, sekalipun orang bisa menganggap kanibalisme diterima secara moral, mereka masih akan memikirkan asal muasal daging yang mereka makan.

Sementara itu, ada riset yang mengungkap bahwa manusia akan semakin jijik memakan hewan yang mirip manusia.

Meski begitu, ada kelompok manusia yang menganggap hal ini wajar dilakukan. Suku Fore di Papua Nugini dilaporkan memiliki kebudayaan menyantap keluarga mereka yang telah meninggal. Bahkan, para peneliti mengatakan bahwa orang Eropa abad pertengahan juga memakan mumi sebagai obat.

Related

Science 8876529114240964276

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item