Seperti Inilah Keadaan Ekonomi Indonesia Saat Baru Merdeka (Bagian 2)


Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Seperti Inilah Keadaan Ekonomi Indonesia Saat Baru Merdeka - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Selama tahun 1946 saja, barang-barang yang diterima oleh Singapura dari Sumatera seharga Straits $20.000.000. Sedangkan yang berasal dari Jawa hanya Straits $1.000.000. Sebaliknya, barang-barang yang dikirim ke Sumatera dari Singapura seharga Straits $3.000.000, dan dari Singapura ke Jawa seharga Straits $2.000.000.

Usaha-usaha mengatasi kesulitan ekonomi

Pada awal kemerdekaan, pemerintah Indonesia belum mampu melakukan perbaikan ekonomi secara baik. Baru mulai Februari 1946, pemerintah mulai memprakarsai usaha untuk memecahkan masalah-masalah ekonomi yang mendesak. Upaya-upaya itu diantaranya sebagai berikut:

1. Pinjaman Nasional

Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh Menteri Keuangan, Ir. Surachman, dengan persetujuan BP-KNIP. Pinjaman Nasional akan dibayar kembali selama jangka waktu 40 tahun. Besar pinjaman yang dilakukan pada Juli 1946 sebesar Rp. 1.000.000.000,00. 

Pada tahun pertama berhasil dikumpulkan uang sejumlah Rp. 500.000.000,00. Sukses yang dicapai ini menunjukkan besarnya dukungan dan kepercayaan rakyat kepada Pemerintah RI.

2. Konferensi Ekonomi, Februari 1946

Konferensi ini dihadiri oleh para cendekiawan, para gubernur, dan para pejabat lainnya, yang bertanggungjawab langsung mengenai masalah ekonomi di Jawa. Konferensi ini dipimpin oleh Menteri Kemakmuran, Ir. Darmawan Mangunkusumo. Tujuan konferensi adalah untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, seperti:

a. masalah produksi dan distribusi makanan

Dalam masalah produksi dan distribusi bahan makanan, disepakati bahwa sistem autarki lokal sebagai kelanjutan dari sistem ekonomi perang Jepang, secara berangsur-angsur akan dihapuskan dan diganti dengan sistem desentralisasi.

b. masalah sandang

Mengenai masalah sandang, disepakati bahwa Badan Pengawasan Makanan Rakyat diganti dengan Badan Persediaan dan Pembagian Makanan (PPBM) yang dipimpin oleh dr. Sudarsono, dan di bawah pengawasan Kementerian Kemakmuran. PPBM dapat dianggap sebagai awal terbentuknya Badan Urusan Logistik (Bulog).

c. status dan administrasi perkebunan-perkebunan

Mengenai masalah penilaian kembali status dan administrasi perkebunan yang merupakan perusahaan vital bagi RI, konferensi ini menyumbangkan beberapa pokok pikiran. Pada masa Kabinet Sjahrir, persoalan status dan administrasi perkebunan dapat diselesaikan. Semua perkebunan dikuasai oleh negara dengan sistem sentralisasi, di bawah pengawasan Kementerian Kemakmuran.

Konferensi Ekonomi kedua diadakan di Solo, pada 6 Mei 1946. Konferensi kedua membahas masalah perekonomian yang lebih luas, seperti program ekonomi pemerintah, masalah keuangan negara, pengendalian harga, distribusi dan alokasi tenaga manusia. 

Dalam konferensi ini, Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta memberikan saran-saran yang berkaitan dengan masalah rehabilitasi pabrik gula. Hal ini disebabkan gula merupakan bahan ekspor yang penting, karena itu pengusahaannya harus dikuasai oleh negara. Hasil ekspor diharapkan dapat dibelikan atau ditukar dengan barang-barang lain yang dibutuhkan RI.

Saran yang disampaikan oleh Wakil Presiden ini dapat direalisasikan pada 21 Mei 1946, dengan dibentuknya Badan Penyelenggara Perusahaan Gula Negara (BPPGN) berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 3/1946. Peraturan tersebut disempurnakan melalui Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 1946, tanggal 6 Juni 1946, mengenai pembentukan Perusahaan Perkebunan Negara (PPN).

3. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) pada 19 Januari 1947

Pembentukan Badan ini atas inisiatif Menteri Kemakmuran, dr. A.K. Gani. Badan ini merupakan badan tetap yang bertugas membuat rencana pembangunan ekonomi untuk jangka waktu 2 sampai 3 tahun. 

Sesudah Badan Perancang ini bersidang, A.K. Gani mengumumkan Rencana Pembangunan Sepuluh Tahun. Untuk mendanai Rencana Pembangunan ini, terbuka baik bagi pemodal dalam negeri maupun bagi pemodal asing. Untuk menampung dana pembangunan tersebut, pemerintah akan membentuk Bank Pembangunan.

Pada April 1947, Badan Perancang diperluas menjadi Panitia Pemikir Siasat Ekonomi, yang dipimpin langsung oleh Wakil Presiden Moh. Hatta, sedangkan A.K. Gani sebagai wakilnya. Panitia ini bertugas mempelajari, mengumpulkan data, dan memberikan saran kepada pemerintah, dalam merencanakan pembangunan ekonomi, dan dalam rangka melakukan perundingan dengan pihak Belanda.

Semua hasil pemikiran ini belum bisa dilaksanakan dengan baik, karena situasi politik dan militer yang tidak memungkinkan. Agresi Militer Belanda mengakibatkan sebagian besar daerah RI yang memiliki potensi ekonomi baik, jatuh ke tangan Belanda. 

Wilayah RI tinggal beberapa keresidenan di Jawa dan Sumatera, yang sebagian besar tergolong daerah minus dan berpenduduk padat. Pecahnya Pemberontakan PKI Madiun dan Agresi Militer Belanda II mengakibatkan kesulitan ekonomi semakin memuncak.

4. Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (RERA) pada 1948

Program yang diprakarsai oleh Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta ini dimaksudkan untuk mengurangi beban negara dalam bidang ekonomi, di samping meningkatkan efesiensi. 

Rasionalisasi ini meliputi penyempurnaan administrasi negara, Angkatan Perang dan aparat ekonomi. Sejumlah satuan Angkatan Perang dikurangi secara dratis. Selanjutnya, tenaga-tenaga bekas Angkatan Perang disalurkan ke bidang-bidang produktif dan diurus oleh Kementerian Pembangunan dan Pemuda.

5. Rencana Kasimo (Kasimo Plan)

Program ini disusun oleh Menteri Urusan Bahan Makanan, I.J. Kasimo. Pada dasarnya, program ini berupa Rencana Produksi Tiga Tahun, 1948-1950, mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. 

Untuk meningkatkan produksi bahan pangan dalam program ini, Kasimo menyarankan agar: menanami tanah-tanah kosong di Sumatera timur seluas 281.277 ha; di Jawa dilakikan intensifikasi dengan menanam bibit unggul; pencegahan penyembelihan hewan-hewan yang berperan penting bagi produksi pangan; di setiap desa dibentuk kebun-kebun bibit; dan tranmigrasi.

6. Persatuan Tenaga Ekonomi (PTE)

Organisasi yang dipimpin B.R. Motik ini bertujuan untuk menggiatkan kembali partisipasi pengusaha swasta. Dengan dibentuknya PTE juga diharapkan dapat melenyapkan individualisasi di kalangan organisasi pedagang, sehingga dapat memperkokoh ketahanan ekonomi bangsa Indonesia. 

Pemerintah menganjurkan agar pemerintah daerah mendukung usaha-usaha yang dilakukan oleh PTE. Akan tetapi tampaknya PTE tidak dapat berjalan dengan baik. PTE hanya mampu mendirikan Bank PTE di Yogyakarta dengan modal awal Rp. 5.000.000. Kegiatan PTE semakin mundur akibat dari Agresi Militer Belanda.

Selain PTE, perdagangan swasta lainnya yang juga membantu usaha ekonomi pemerintah adalah Banking and Trading Corporation (Perseroan Bank dan Perdagangan).

Related

Indonesia 1117179527654707543

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item