Memahami Makna Membangkitkan Minat Baca (Bagian 1)
https://www.naviri.org/2021/03/memahami-makna-membangkitkan-minat-baca.html
Naviri Magazine - United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) menilai bahwa Indonesia bisa menjadi model untuk pemberantasan buta aksara di kawasan Asia Pasifik.
Penilaian itu diberikan karena sejak tahun 2007 buta aksara di Indonesia turun 1,7 juta orang, menjadi 10,1 juta. Sekitar 7 juta di antaranya perempuan. Sukses program pemberantasan buta aksara antara lain berkat dukungan 59 perguruan tinggi negeri dan swasta di berbagai daerah di Indonesia. Jendela dunia terbuka makin lebar bagi mereka yang melek aksara.
Namun, angka tadi tidak seiring dengan hasil survei UNESCO yang menunjukkan minat baca kita sangat rendah. Sementara itu International Educational Achievement mencatat kemampuan membaca siswa Indonesia paling rendah di kawasan ASEAN. Kesimpulan itu diambil dari penelitian atas 39 negara.
Indonesia menempati urutan ke-38. Dua hal itu antara lain menyebabkan United Nations Development Program (UNDP) menempatkan kita pada urutan rendah dalam hal pembangunan sumber daya manusia.
Kenyataan-kenyataan tadi membuktikan, bahwa melek aksara tidak menjamin peningkatan kemampuan maupun minat membaca. Kita perlu prihatin. Tanpa minat baca, dari mana kita bisa memperoleh ide-ide segar dan baru? Dilihat dari jumlah penduduk kita dan jumlah harian yang beredar tiap hari, persentase bacaan koran amat sangat kecil.
Memang masyarakat kita sejak dulu jauh lebih mengandalkan budaya lisan daripada tulisan. Bahwa jumlah buku dalam bahasa-bahasa daerah tidak berarti, membenarkan hal itu.
Maka kita tidak terlalu kaget ketika melihat masyarakat kita sekarang jauh lebih banyak menghabiskan waktu di depan televisi daripada membaca. Gejala ini sebenarnya ada di semua negara, bergantung pada kelompok masyarakatnya, tontonannya, dan jenis bahan bacaan yang ada.
Tekanan sosial seharusnya ada pengaruhnya. Misalnya, apakah minat dan kemampuan membaca merupakan persyaratan bagi klasifikasi sosial masyarakat?
Di tingkat bawah, orang-orang yang buta aksara, atau yang kemampuan membacanya kurang, lebih sulit mencari pekerjaan yang memadai jika dibandingkan dengan mereka yang lebih terdidik. Ini seharusnya mendorong masyarakat untuk belajar membaca lebih baik.
Lain situasinya dengan masyarakat di negara-negara maju. Membaca kelihatannya sudah menjadi bagian dari hidup. Membaca juga memberi hiburan. Sistem dan fasilitas dibangun untuk mendukungnya. Begitu bertimbun bacaan-bacaan yang padat makna sejarah, makna ilmiah, atau padat nilai-nilai kemanusiaan, moral dan spiritual maupun hiburan, sehingga masyarakat tinggal memilih sesuai selera. Membaca sudah menjadi bagian dari gaya hidup mereka.
Alex Inkeles, profesor sosiologi emeritus pada Hoover Institute, Stanford, mengatakan bahwa tujuan pokok pembangunan ekonomi adalah mengusahakan tercapainya taraf penghidupan yang layak bagi segenap rakyat.
Namun, rasanya kita sepakat, kemajuan suatu bangsa tidak bisa hanya diukur dari GNP perkapita rakyatnya. Pembangunan juga mencakup ide mendewasakan kehidupan politik, seperti tercermin dalam proses pemerintahan yang stabil dan tertib, yang didukung kemauan rakyat banyak.
Juga mencakup pendidikan yang menyeluruh bagi rakyat, termasuk pengembangan seni budaya, sarana komunikasi, dan penyuburan segala bentuk rekreasi. Kesimpulannya, pembangunan mensyaratkan perubahan sikap dan perilaku manusia. Perlu transformasi, dan sarana paling ampuh untuk transformasi adalah komunikasi. Bacaan termasuk di dalamnya.
Menurut Inkeles, ciri-ciri manusia modern ada dua; yang eksternal dan yang internal. Yang pertama berkaitan dengan lingkungan. Yang kedua tentang sikap, nilai-nilai, dan perasaan. Perubahan eksternal mudah dikenali. Urbanisasi, komunikasi massa, industrialisasi, kehidupan politik, dan pendidikan, semua itu gejala-gejala modernisasi.
Namun, sekalipun lingkungan telah modern, tidak dengan sendirinya kita menjadi manusia modern. Baru kalau kita berhasil mengubah cara berpikir kita, mengubah perasaan kita, mengubah perilaku kita, maka kita bisa menyebut diri manusia modern.
Baca lanjutannya: Memahami Makna Membangkitkan Minat Baca (Bagian 2)