Mengapa Sekarang Tidak Ada Lagi Film Hantu dari Tiongkok? Ternyata Ini Alasannya


Naviri Magazine - Film tentang hantu atau hal-hal supranatural bukan barang yang aneh di Indonesia. Malah sempat ada masanya tema mistis merajai perfilman dan pertelevisian kita. Namun, hal tersebut mustahil terjadi di Tiongkok.

Sebab, Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) melarang peredaran film yang mengandung unsur takhayul ataupun supranatural. Berdasarkan panduan sensor yang diterbitkan oleh State Administration of Press, Publication, Radio, Film, and Television (SAPPRFT) Tiongkok tahun 2008, film yang mengandung hantu dan supranatural perlu dipotong atau diubah. Jadi hantu, sihir, dan hal-hal gaib lainnya harus raib dari dunia persinemaan di RRT.

Tapi tunggu sebentar, bukannya tahun 80-an dan 90-an Indonesia sempat dibanjiri film vampir dan hantu Tiongkok, seperti Mr. Vampire dan A Chinese Ghost Story? Itu karena film-film tersebut berasal dari Hong Hong yang tengah di bawah pemerintahan Inggris, bukan dari Tiongkok daratan.

Kembali ke sensor tentang perhantuan. Di dalam negeri, sineas Tiongkok berupaya mengakalinya. Trik yang digunakan adalah memberikan penjelasan logis di akhir cerita atas fenomena supranatural yang menjadi plot film mereka. Misalnya di film The House that Never Dies II. Film tersebut didasarkan pada rumah yang memang ada dan sudah melegenda, yaitu Chaonei No. 81.

Mirip Rumah Hantu Pondok Indah di Indonesia, konon Chaonei No. 81 berhantu karena tragedi yang terjadi di rumah tersebut. Namun di akhir cerita, diungkapkan bahwa fenomena penampakan hantu adalah halusinasi tokoh utama, yang diam-diam dicekoki halusinogen dalam upaya perebutan harta.

Sensor ini tidak hanya berlaku pada film dalam negeri Tiongkok, film Hollywood pun tak ketinggalan kena imbasnya. Film seperti Frankenstein, Pirates of the Caribbean: Dead Man's Chest, Crimson Peak, dan Ghostbusters gagal lolos sensor perhantuan di RRT. Akibatnya mereka tidak bisa menikmati pangsa pasar sinema Tiongkok yang cukup besar.

Sebenarnya, apa yang mendasari pelarangan hantu di Tiongkok? Untuk tahu itu, kita harus memutar mesin waktu ke tahun 1911. Pada saat itu, Partai Nasionalis Tiongkok (PNT) mengambil alih tampuk kepemimpinan dari Dinasti Qing. Dari bentuk kerajaan, Tiongkok diubah menjadi republik.

Namun sayangnya, akibat kemiskinan dan tingkat pendidikan yang rendah, masyarakat saat itu masih banyak yang percaya takhayul dan hal-hal mistis. Hal ini dipandang oleh PNT sebagai simbol feodalisme dan musuh terbesar modernisasi.

Budaya perhantuan juga mengakar dalam selama ribuan tahun di Tiongkok. Baik berupa perayaan Ghost Festival untuk menyambut kembalinya arwah keluarga dan leluhur yang telah meninggal, ataupun berbagai literatur klasik yang dipenuhi tema hantu. PNT merasa perlu memikirkan cara untuk mengubah budaya percaya takhayul dan mistis menuju pola pikir yang logis dan ilmiah.

Oleh karena itu, Partai Nasionalis berupaya mengubah cara berpikir masyarakat, di antaranya melalui film. Film Inspection Law tahun 1930, salah satunya melarang pemutaran film yang menyebarkan takhayul.

Pelarangan ini diteruskan ketika Partai Komunis Tiongkok (PKT) mulai berkuasa pada tahun 1949 sampai sekarang. Menariknya, pada tahun 1949-1976, muncul cikal bakal pelogisan film-film hantu dengan penjelasan sang hantu adalah korban sistem feodal atau mata-mata yang bersembunyi dari PKT (Sumber: The State Against Ghosts: A Genealogy of China’s Film Censorship Policy oleh Laikwan Pang).

Dengan sejarah penyensoran yang panjang dan konsisten, tampaknya hantu tidak akan kembali dalam waktu yang lama di sinema Tiongkok. 

Related

International 3944461071759011253

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item