Kisah Josef Mengele dan Sejarah Kekejaman Nazi Jerman di Masa Perang Dunia II


Naviri Magazine - Jerman, negeri yang melahirkan Beethoven, Immanuel Kant, Zeppelin, Hertz, dan Einstein, adalah juga bangsa yang melahirkan Josef Mengele, seorang monster yang terkenal karena eksperimen-eksperimen yang dilakukannya terhadap tahanan di kamp konsentrasi Auschwitz. 

Dalam studi berjudul “German Eugenics between Science and Politics” (Osiris, Vol. 5, 1989), Peter Weingart menyebut bahwa sains di Jerman—khususnya di bidang biologi, genetika dan antropologi—pernah dikendalikan oleh gagasan politik tentang kemurnian ras. 

Sejak awal abad ke-20, minat terhadap kemurnian ras telah hadir di banyak kalangan ilmuwan Jerman. Beberapa dari mereka mendirikan The German Society for Racial Hygiene pada 1905. Namun, berdasarkan keterangan Weingart, pada masa itu ilmuwan seperti Eugene Fischer mengklaim bahwa penyelidikan terhadap ras harus “murni ilmiah tanpa melibatkan tendensi politik.” 

Posisi Fischer berubah seiring berkuasanya Nazi pada 1933. Ia menjadi seorang fasis. Pengaruh politik lantas bercokol kuat dalam proyek-proyek sains kala itu. Untuk menunjukkannya, Weingart mengutip catatan dari seorang ahli eugenika Ernst Rudin pada 1934: 

“Pentingnya kemurnian ras telah menjadi jelas bagi semua orang Jerman melalui tindakan politik Adolf Hitler, dan hanya melalui dialah mimpi yang kami miliki selama lebih dari tiga puluh tahun menjadi kenyataan: untuk dapat mewujudkan kemurnian ras.” 

Ide politik tentang kemurnian ras menjiwai berbagai riset dan eksperimen yang dilakukan Mengele di Auschwitz. Menurut Weingart, sejak Mei 1943 Mengele rutin mengirimkan hasil risetnya (sampel darah, bola mata) ke lembaga riset eugenika Kaiser Wilhelm Institute di Berlin. 

Di Auschwitz sendiri, Mengele melakukan eksperimen kepada para tahanan, anak-anak kembar dari etnis Roma, Yahudi, dan kaum homoseksual. Mengele, sebagaimana dicatat Edwin Black dalam War Against the Weak: Eugenics and America's Campaign to Create a Master Race (2004), misalnya, menyuntikkan tinta ke mata bocah-bocah Gipsi atau menjahit dua anak kembar agar menjadi kembar siam. 

Nantinya, temuan Mengele dijadikan bukti-bukti pembenaran kemurnian ras superior yang harus dijaga. Konsepsi tentang keberadaan ras yang superior seolah menjadi konsensus ‘ilmiah’ yang berlaku. 

Kekejaman Mengele memang akhirnya dikutuk setelah Perang Dunia II berakhir. Namun, Mengele tak hanya menjadi wajah ilmu biologi Jerman era Nazi, namun juga praktik eugenika yang pada zamannya sangat terinspirasi ideologi pemurnian ras. Aspirasi itu, sebagaimana ditulis Black dalam War Against the Weak, juga sampai ke Amerika Serikat dan banyak negara lainnya. 

Kebrutalan Mengele mengekspos ideologi rasis yang bersemayam dalam diri banyak ilmuwan Eropa. Dalam kasus Mengele, politik sekadar memberi ruang bagi eksperimen-eksperimen biadab ini untuk dilaksanakan dalam skala masif dan industrial. 

Sialnya, menghentikan kekejaman Mengele tak mudah. Eksperimen Mengele beserta pengaruhnya baru bisa dihentikan lewat cara-cara kekerasan tanpa ampun: habisnya fasis Jerman di tangan Tentara Merah Soviet pada Mei 1945 dan proses denazifikasi bertahun-tahun setelahnya. 

Related

History 2401546051708507131

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item