Mengenal Epik Gilgamesh dan Pengaruhnya yang Besar dalam Mitologi Dunia (Bagian 1)


Naviri Magazine - Epik Gilgamesh atau Epos Gilgamesh adalah puisi epik dari Mesopotamia, dan merupakan salah satu di antara karya sastra paling awal yang dikenal. 

Sebagai rangkaian legenda dan puisi Sumeria tentang raja Uruk dan pahlawan mitis Gilgamesh, yang dianggap sebagai penguasa pada millennium ketiga SM, dikumpulkan hingga menjadi puisi Akkadia yang panjang di kemudian hari, dengan versi terlengkap yang masih ada sekarang dilestarikan dalam lempengan-lempengan tanah liat dalam koleksi perpustakaan raja Asyurbanipal dari Asyur pada abad ke-7 SM.

Salah satu cerita yang termasuk dalam wiracarita ini berkaitan dengan air bah. Inti kisahnya berkisar pada hubungan antara Gilgamesh, seorang raja yang terpecah perhatiannya dan patah semangat oleh pemerintahannya, dan seorang sahabat, Enkidu, yang agak liar dan yang berusaha melakukan suatu upaya yang berbahaya bersama Gilgamesh. 

Banyak dari wiracarita ini terpusat pada perasaan kehilangan Gilgamesh setelah kematian Enkidu, dan yang sering kali disebut oleh para sejarawan sebagai salah satu karya sastra pertama yang sangat menekankan keabadian.

Wiracarita ini dibaca luas dalam bentuk terjemahannya, dan pahlawannya, Gilgamesh, telah menjadi lambang budaya populer.

Sejarah

Lempengan tentang air bah mengenai wiracarita Gilgamesh, dalam bahasa Akkadia
Pemerintahan Gilgamesh yang dianggap historis, diyakini berlangsung sekitar tahun 2700 SM-2500 SM, atau 200-400 tahun sebelum kisah-kisah tertulis tertua yang dikenal. 

Penemuan artifak yang berkaitan dengan Agga dan Enmebaragesi dari Kish, dua raja lainnya yang disebut dalam cerita-cerita ini, telah memberikan kredibilitas kepada keberadaan historis Gilgamesh.

Sejarah wiracarita ini sering kali dibagi ke dalam tiga periode: lama, menengah, dan kemudian. Sementara ada banyak versi dari cerita ini selama rentang hampir 2000 tahun, hanya periode lama dan kemudian yang telah memberikan cukup banyak temuan yang cukup signifikan, yang memungkinkan penerjemahan yang koheren. 

Oleh karena itu, versi Babilonia lama, dan apa yang kini dirujuk sebagai edisi standar, adalah teks-teks yang paling sering dimanfaatkan. Meskipun demikian, edisi standarnya telah menjadi dasar bagi terjemahan-terjemahan modern, dan versi lama hanya melengkapi versi standar.

Versi Sumeria tertua dari wiracarita ini berasal dari masa Dinasti ketiga Ur (2150 SM-2000 SM). Versi Akkadia paling awal berasal dari awal milenium kedua. Versi Akkadia "standar", disusun oleh Sin-liqe-unninni pada masa antara 1300 SM dan 1000 SM. Versi-versi Akkadia standard dan yang lebih awal dibedakan berdasarkan kata-kata pembukaannya. 

Versi yang lebih tua dimulai dengan kata-kata "Mengalahkan semua raja lainnya", sementara pembukaan versi standarnya adalah "Ia yang melihat kedalaman" (ša nagbu amaru). 

Kata bahasa Akkadia nagbu, "kedalaman", kemungkinan harus diterjemahkan di sini sebagai "misteri yang tidak dikenal". Namun, Andrew George percaya bahwa kata ini merujuk pada pengetahuan khusus yang dibawa kembali Gilgamesh dari perjumpaannya dengan Uta-napishti: di sana ia memperoleh pengetahuan tentang ranah Ea, yang ranah kosmiknya dianggap sebagai mata air hikmat. 

Pada umumnya, para penafsir merasa bahwa Gilgamesh diberi pengetahuan tentang bagaimana menyembah para dewata, tentang mengapa kematian ditetapkan untuk manusia, tentang apa yang menjadikan seseorang raja yang baik, dan tentang hakikat sejati tentang bagaimana menjalani hidup yang baik.

Lempengan ke-11 mengandung mitos air bah yang kebanyakan disalin dari Wiracarita Atrahasis. 

Lempengan ke-12 kadang-kadang diperluas untuk ditambahkan hingga sisa wiracaritanya untuk mewakili lanjutan dari ke-11 lempengan aslinya, dan kebanyakan ditambahkan di kemudian hari. Lempengan ini biasanya tidak disertakan hingga belakangan ini. 

Bagian ini mengandung inkonsistensi cerita yang mengejutkan: memperkenalkan Enkidu yang masih hidup, dan mengandung apa yang tampaknya tidak banyak berkaitan dengan wiracarita 11 lempengan yang tersusun dengan baik hingga selesai. 

Bahkan dapat dikatakan bahwa wiracarita ini disusun di sekitar struktur lingkaran; di sini barisi-baris permulaan wiracaritanya dikutip pada akhir lempengan ke-11 untuk memberikan kepadanya sifat melingkar (sirkularitas) dan sekaligus finalitasnya. 

Lempengan 12 sesungguhnya sebuah salinan yang mirip dari cerita yang sebelumnya, di mana Gilgamesh mengutus Enkidu untuk mencari sejumlah benda miliknya dari Dunia Bawah, namun Enkidu meninggal dunia, dan kembali dalam bentuk roh untuk mengisahkan sifat Dunia Bawah kepada Gilgamesh – sebuah kejadian yang tampaknya terlalu berlebihan, mengingat mimpi Enkidu tentang dunia bawah dalam Lempengan ke-7.

Wiracarita Gilgamesh banyak dikenal sekarang. Terjemahan modern pertama dari wiracarita ini dikerjakan pada 1870-an oleh George Smith. Lebih banyak terjemahan mutakhir, termasuk sebuah yang dikerjakan dengan bantuan novelis Amerika, John Gardner dan John Maier, yang diterbitkan pada 1984. 

Pada 2001, Benjamin Foster menerbitkan sebuah bacaan penolong dalam Norton Critial Edition Series yang mengisi banyak kekosongan dari edisi standar dengan bahan sebelumnya. 

Edisi standar yang paling berwibawa adalah karya kritis tersunting dua jilid oleh Andrew George yang terjemahannya juga muncul dalam seri Penguin Classics pada 2003. Karya ini mewakili pembahasan yang paling lengkap atas bahan edisi standar. Ia membahas dengan panjang lebar keadaan arkeologis bahannya, memberikan eksegesis lempengan demi lempengan, dan memberikan terjemahan dwi-bahasa dua sisi.

Baca lanjutannya: Mengenal Epik Gilgamesh dan Pengaruhnya yang Besar dalam Mitologi Dunia (Bagian 2)

Related

Science 6417142159163936224

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item