Kisah dan Sejarah Browser Internet: Dari Netscape, Internet Explorer, sampai Google Chrome (Bagian 2)


Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kisah dan Sejarah Browser Internet: Dari Netscape, Internet Explorer, sampai Google Chrome - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Seketika, Gates tersadar bahwa information superhighway memang bukan tercipta dalam bentuk "TV pintar," tetapi melalui WWW. Akhirnya, dua minggu usai memo itu keluar, Gates menulis memo untuk seluruh karyawannya bahwa Microsoft "harus menjadi pemimpin di dunia internet". 

Maksud Gates: memimpin melalui browser ala Microsoft sendiri, yang awalnya hendak dilakukan melalui proses khas perusahaan kebayakan duit, akuisisi. 

Sayangnya, BookLink Technologies, perusahaan yang membuat pesaing Netscape, bernama Internetworks, keburu dibeli American Online seharga $30 juta. Netscape bahkan menolak tawaran dari Microsoft. Maka, proses menjadi pemimpin di dunia internet dilakukan dengan cara membajak teknisi-teknisi Mosaic yang tidak diajak Andreesen mendirikan Netscape. Plus, membeli lisensi penggunaan source-code Mosaic sebesar $2 juta dari Spyglass, Inc, sebagai perusahaan yang memiliki hak Mosaic dari NCSA (atau University of Illinois). 

Tepat pada 16 Agustus 1995, dari rahim Mosaic yang lucunya dibuat oleh Andreesen, Internet Explorer pun lahir. 

Kembali merujuk studi yang ditulis Tongsen, perlahan tapi pasti Internet Explorer (IE) mengikis kedigdayaan Netscape. Ini terjadi karena, selain menautkan IE secara gratis dan langsung di Windows dan sejak IE 3.0 Microsoft membuatnya tidak dapat di-uninstall, IE kala itu memang bagus. 

IE dicap bagus karena browser ini manut terhadap World Wide Web Consorsium (W3C) sebagai organisasi yang mengelola dunia WWW. 

Kala itu, W3C menentukan bagaimana HTML, CSS, hingga Javascript diterjemahkan oleh browser. Tatkala W3C merilis HTML 2.0 dan HTML 3.0, Netscape dan IE mendukungnya, tetapi tatkala W3C merilis HTML 4.0, hanya IE yang mendukung. Ini berakibat pada menurunnya performa Netscape hingga mengakibatkan IE resmi menjadi penguasa dunia WWW pada awal 2000-an. 

Sayangnya, karena teknologi tak pernah berhenti berevolusi, IE pun bernasib seperti Netscape. Terutama, ketertinggalan IE terjadi selepas Google merilis monster pemakan RAM bernama Chrome. 

Chrome: Mengubah Website Menjadi Aplikasi 

Pada 2001, duo pendiri Google, Larry Page dan Sergey Brin, menyampaikan kehendak mereka membuat peramban ala Google pada sang CEO, Eric Schmidt. Page dan Brin beralasan, karena Google hidup di dunia WWW, penting bagi mereka untuk memiliki peramban sendiri. 

Penting juga bagi Google untuk menghindar dari ketergantungan terhadap IE, Mozilla Firefox, dan Safari. 

Schmidt enggan menindaklanjuti keinginan Page dan Brin tersebut. Ada dua pertimbangannya: ia menyaksikan kesuksesan IE membungkam Netscape melalui strategi bundling dengan Windows. Kedua, gugatan Netscape di pengadilan akan praktek monopoli. Gugatan ini mudah ditaklukan Microsoft berkat asetnya yang melimpah. 

"Kita tak punya cukup uang (seandainya harus bertarung dengan Microsoft di pasar atau di pengadilan)," terang Schmidt. 

Meskipun menolak gagasan penciptaan peramban mandiri, Schmidt memiliki strategi lain mengamankan dunia WWW bagi perusahaannya. Strategi itu adalah bekerjasama dengan Mozilla dan Apple. Melalui strategi ini, Google memberikan uang jutaan dolar pada Mozilla dan Apple.

Imbalannya? Google menjadi mesin pencari default pada Firefox dan Safari. Namun, khusus untuk Mozilla, sebagaimana dipaparkan Steven Levy dalam buku berjudul In the Plex: How Google Thinks, Works, and Shapes Our Lives (2011), Schmidt melangkah lebih jauh. 

Karena berstatus software open source, Google pun diperintah Schmidt melakukan pengembangan Firefox. Perintah yang ia terjemahkan melalui perekrutan teknisi-teknisi top Mozilla, misalnya Ben Goodger dan Darin Fisher. Tak ketinggalan, Schmidt pun membajak teknisi Mosaic, Linus Upson. 

Melalui perekrutan ini, meskipun berstatus sebagai karyawan Google, mereka bekerja untuk membuat Firefox jauh lebih hebat. Tentu, selain membayar Mozilla dan Apple, Schmidt memiliki strategi lain untuk mengamankan WWW. Melalui divisi bernama "Product Client Group," Schmidt merilis Google Toolbar, setahun sebelum Page dan Brin mengutarakan niatnya membangun peramban. 

Google Toolbar merupakan suatu software, atau add-on pada peramban, yang berguna untuk menampilkan segala layanan Google. Sayangnya, berbulan-bulan sejak dirilis, Google Toolbar tak dilirik masyarakat karena software ini, mengutip apa yang ditulis Levy dalam bukunya, "tidak memberikan manfaat apapun". 

Terlebih, di dunia WWW pada 2000-an, banyak add-on dan pop-up bertebaran yang mengganggu orang ketika menikmati internet. Google Toolbar dianggap termasuk "software sampah" yang mengganggu itu. 

Untunglah, Google Toolbar dibenahi. Alih-alih menampilkan beragam layanan Google, Wesley Chan, salah seorang teknisi Product Client Group, mengubahnya menjadi software yang bekerja untuk menghilangkan/memblokir pop-up ataupun add-on pada berbagai peramban. 

Sayangnya, karena Chan bukanlah siapa-siapa dalam struktur kepemimpinan Google, versi terbaru Google Toolbar harus disetujui dahulu oleh Page atau Brin supaya dapat dirilis. 

"Ini kayaknya software paling bodoh yang saya lihat sepanjang hidup," sebut Page menghardik pembaruan Google Toolbar yang dibuat Chan. "Kapan sih saya merekrutmu? Kok bisa kerja di Google?" 

Ironisnya, komentar panas yang dilontarkan Page itu keluar sebelum ia menguji Google Toolbar di komputernya sendiri. Tak terima dikomentari sebelum dicoba, Chan memaksa Page meng-install Google Toolbar terbaru tersebut. Tak disangka, usai meng-install Google Toolbar versi terbaru, browser yang digunakan Page jadi jauh lebih cepat mengakses internet. 

Page pun takjub dan melangkahi Schmidt. Ia memerintahkan Product Client Grup membuat peramban. Google saat itu jauh lebih bertaji dari sebelumnya. Terlebih lagi, Google telah memiliki Ben Goodger, Darin Fisher, dan Linus Upson. 

"Cepat, buat browser yang dapat mengakses internet dengan cepat. Secepat membalikkan halaman buku," titah Page. 

Kembali merujuk buku yang ditulis Levy, peramban yang dapat mengakses internet dengan cepat disusun Google dengan memodifikasi Javascript. Javacript, dalam dunia peramban, merupakan bahasa pemrograman yang membuat website memiliki layanan-layanan interaktif. 

Pada website (versi desktop), misalnya, Javascript merupakan mesin di balik kemampuan dark/light mode. Sialnya, pada Netscape, IE, Firefox, dan Safari era 1990-an dan 2000-an, Javascript tak bekerja optimal. Walhasil, website sukar menampilkan layanan interaktif ala software atau aplikasi smartphone. 

Padahal, Google memiliki layanan yang membutuhkan Javascript dengan optimal, misalnya Gmail (dan kemudian Google Docs hingga Google Drive). Untuk mengoptimalkan kerja Javascript pada peramban, Google merekrut ilmuwan komputer bernama Lars Bak. 

Pada 2006, Bak akhirnya merilis V8 sebagai otak pengoptimalan kerja Javascript. Memanfaatkan V8, Google merilis Chrome dua tahun kemudian. Browser ini dapat memproses website 10 kali lebih cepat dibandingkan Firefox, dan 56 kali lebih cepat dibandingkan IE. 

Google, melalui Chrome, mendefinisikan ulang peramban. Chrome membuat website tak hanya dapat menampilkan teks, gambar, atau layanan interaktif ringan, tetapi aplikasi utuh. 

Gara-gara Chrome, IE akhirnya ditinggalkan masyarakat hingga membuat Microsoft menyatakan akan membunuh browser buatannya itu pada 15 Juni 2022 mendatang. Gara-gara Chrome pula, mandor yang mengepalainya, Sundar Pichai, akhirnya jadi CEO Google.

Related

Technology 5266381533469022706

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item