Membedah Fenomena Kesurupan secara Ilmiah dari Kacamata Para Ilmuwan


Naviri Magazine - Dosen psikologi Universitas Katolik Soegijapranata, bernama Siswanto, sejak lama yakin fenomena kesurupan harus ditelaah tidak hanya dengan pendekatan agama. Maka, ketika ia meneruskan studi S-3, ia berniat meneliti tema ini. Dedikasi itu memberi hasil memuaskan. Ia berhasil mendapat nilai A sekaligus gelar doktor. 

Tapi perjalanannya tak mudah. Ia mengaku harus meyakinkan promotor disertasinya, agar mau memberinya kesempatan membuktikan mengapa seseorang bisa kesurupan. Disertasi itu kemudian dijuduli "Konstruksi Keyakinan Agama Personal pada Individu yang Pernah Mengalami Gangguan Kesurupan".

"Tema disertasi saya memang berbau supranatural bagi kebanyakan orang. Jadi, tema ini nampaknya juga tidak umum untuk di Indonesia," kata Siswanto.

"Lalu, saya memang sempat sedikit mengalami kesulitan awalnya, berkaitan dengan sumber data, teori, kemudian juga penguji, sehingga membutuhkan usaha lebih keras bagi saya untuk meyakinkan penguji bahwa tema ini layak untuk diangkat dalam tema disertasi."

Siswanto tidak menjelaskan bagaimana sisi ilmiah dari kesurupan dalam disertasinya. Namun, ia menyinggung sekilas disertasinya dibuat setelah ia menemukan kontradiksi dogma agamawan, yang menyebut orang beriman tak akan dirasuki setan, dengan kenyataan yang ia hadapi saat berpraktik sebagai psikolog.

Buku karangan Siswanto berjudul Psikologi Kesehatan Mental: Awas Kesurupan!, terbit 2015 lalu. Dalam buku tersebut, ia menjelaskan penyebab utama kesurupan adalah stres sosial dan mental yang ditekan ke alam bawah sadar, sehingga memengaruhi kondisi emosional seseorang. Stres tersebut bisa disebabkan bencana alam macam banjir dan tsunami, gizi buruk, upah kecil, atau kesenjangan sosial.

Siswanto mengaku kerap memberikan kuliah atau menjadi narasumber terkait kajiannya ini. Sejak lama, ia sejak awal yakin kesurupan bukan perkara kemasukan penunggu pohon beringin atau candi peninggalan Kerajaan Mataram Kuno, melainkan sebuah tindakan psikologis yang ada kajian ilmiahnya.

Menurutnya, kepercayaan mistis yang dilanggengkan membuat penanganan terhadap para korban kesurupan kurang sehat. Beberapa tahun terakhir pun, Siswanto kerap menangani klien-klien kesurupan untuk disembuhkan dengan metode ilmiah. 

Di Indonesia, yang berpikiran layaknya Siswanto bukan hanya dia seorang. Spesialis Kejiwaan dr. Silas Henry Ismanto mengatakan, kesurupan termasuk gangguan jiwa dengan sebutan medis dissociative trance disorder (DTD).

Secara garis besar, Silas menjelaskan kesurupan sebagai mekanisme bertahan seseorang untuk lari dari masalah demi mengurangi stres sementara waktu. Kesurupan bisa disembuhkan dengan memberikan ketenangan pada pasien.

Namun, ada juga akademisi yang percaya kesurupan jauh lebih rumit dari asumsi tersebut. Richard Gallagher, psikiater sekaligus dosen psikologi klinis di New York Medical College, telah 25 tahun menggeluti kesurupan (di sana disebutnya “demonic possessions”).

Kepada The Washington Post, dia cerita ketertarikan ini muncul karena pengalamannya dimintai tolong seorang pendeta menyelidiki kasus kesurupan di sebuah sekolah anak di Los Angeles,. Dia dipanggil untuk menyelidiki apakah kasus kesurupan termasuk penyakit mental. Kalau iya, bagaimana cara menyembuhkannya.

Lantas, korban kesurupan melakukan sesuatu di luar nalar yang tidak pernah dibayangkan akademisi macam Gallagher bisa terjadi. Saat bertemu langsung, sang korban menunjukkan kemampuan kepada Gallagher dengan membocorkan rahasia beberapa orang di sana secara akurat, berbicara dalam berbagai bahasa asing tiba-tiba, dan tahu kalau ibu Gallagher meninggal karena kanker rahim.

Related

Science 8360015124799843655

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item