Bumi di Ambang Bencana Kepunahan Massal, Ini Penjelasan Ilmuwan


Naviri Magazine - Mungkin ini terdengar seperti berita buruk, bahwa bumi—planet yang kita tinggali—sedang berada di ambang kepunahan massal. Tetapi berita buruk ini bisa ditelusuri berdasarkan realitas-realitas yang makin hari makin tampak dan makin jelas. 

Seperti perubahan alam, kekeringan yang terjadi di mana-mana, air bersih yang makin langka dan makin sulit didapatkan, perang yang terjadi di berbagai negara, sampai ancaman bencana yang bisa terjadi di mana saja, kapan saja.

Kenyataan itu makin ditegaskan oleh artikel ilmiah yang ditulis oleh David Wallace-Wells, berjudul “The Uninhabitable Earth”. Dalam artikel yang diterbitkan New York Magazine itu, David Wallace-Wells menyatakan, “Mungkin Anda sudah tahu itu, tiap hari ada berita yang mengkhawatirkan.”

Wallace-Wells mengacu pada berita-berita seputar pemanasan global yang naik dua kali lipat sejak 1998, dan retakan es di Antartika yang bertambah 11 mil dalam enam hari.

Di tengah kenaikan suhu global, laut yang menghangat, dan retaknya gunung es di kutub selatan, penerbitan artikel Wallace-Wells kembali membuka diskusi publik tentang kepunahan massal (mass extinction) keenam dan memicu polemik. 

Seperti umumhya kabar buruk yang sulit diterima, banyak pihak yang balik menyerang David Wallace-Wells. Ia dituduh hanya mengolah versi populer dari sumber-sumber ilmiah menjadi narasi horor.

"Akan sangat membantu jika si reporter mengidentifikasi sumber-sumber yang dia kutip—dia akan kesulitan memeriksa pokok-pokok yang dia tulis,” ujar peneliti iklim Bob Kopp dari Universitas Rutgers kepada Washington Post. 

“Strategi mengatasi perubahan iklim mulai bekerja. Biaya pembangkit energi matahari dan angin sudah turun di seluruh dunia; produsen mobil berjanji memproduksi lebih banyak kendaraan listrik, kuantitas karbon yang lepas ke atmosfer dari aktivitas manusia telah stabil selama tiga tahun belakangan,” tulis Robinson Meyer menanggapi artikel Wallace-Wells di The Atlantic. 

“Di sisi lain, pemerintahan Trump sukses melemahkan substansi dari kebijakan iklim Amerika.”

Apa itu kepunahan massal?

Kajian kepunahan massal dipicu oleh artikel Jack Sepkoski yang berjudul “Phanerozoic Overview of Mass Extinction”. Kepunahan massal, menurut Sepkoski dalam artikel tersebut, adalah “melesatnya angka kepunahan secara pesat [...] yang dialami oleh lebih dari satu jenis spesies yang tersebar luas secara geografis selama interval waktu geologis yang terlatif singkat [dan] mengakibatkan setidaknya penurunan keragaman spesies tersebut.

Tiga tahun sebelumnya, Jack Sepkoski dan David Raup memetakan lima peristiwa kepunahan massal yang berlangsung jutaan tahun silam dalam artikelnya yang lain. 

Periode Ordovician (445 juta tahun lalu), yang disebabkan oleh pendinginan global dan penurunan permukaan laut, membunuh 85 persen spesies di bumi. Periode Devonian terjadi pada 340 tahun silam, dengan tingkat kematian spesies 70 persen. 

Penyebabnya adalah jatuhnya asteroid dan pendinginan global. Periode kepunahan ketiga adalah Periode Permian yang disebabkan aktivitas vulkanik, kenaikan kandungan metana dan CO2, dan pemanasan global. Kepunahan ini terjadi 250 juta tahun yang lalu. 

Naiknya kandungan metana dan CO2 juga mengawali periode kepunahan selanjutnya, yakni Periode Triassic, yang terjadi 200 juta tahun lalu. Tingkat kematian spesies: 76 persen. Periode terakhir atau Periode Cretaceous–Tertier, yang paling populer karena kematian dinosaurus, terjadi 65 juta tahun silam. 

Dengan tingkat kematian spesies 80 persen, kepunahan ini disebabkan oleh jatuhnya asteroid, aktivitas vulkanik, serta menurunnya permukaan laut. Dalam empat periode kepunahan pertama, sebagian besar spesies yang tumbang berada di perairan. 

Skema kepunahan keenam kali ini ditandai oleh kepunahan jutaan spesies di darat dan laut yang telah dan sedang berlangsung, termasuk manusia. 

Dalam artikelnya, Wallace-Wells menyebutkan sejumlah gejala dan kondisi yang saling terkait dan mempercepat kemusnahan massal keenam: naiknya suhu global, krisis pangan, ancaman merebaknya bakteri dan virus yang tertimbun dalam es, polusi udara, kebangkrutan ekonomi, dan meningkatnya kadar racun di lautan. 

Namun, faktor kuncinya adalah pemanasan global. Beberapa pengamat bahkan telah menghubungkan kasus peningkatan suhu di beberapa tempat di Suriah sebagai penyebab kekeringan, yang memicu ketidakstabilan pemerintahan, dan akhirnya perang sipil sejak 2012.

“Sejak 1980, jumlah tempat yang mengalami peningkatan suhu secara ekstrem naik hingga lima puluh kali lipat,” tulis Wallace-Wells. Jika suhu naik dua derajat Celsius (batas maksimum yang ditetapkan dalam Kesepakatan Paris tahun lalu) kota-kota seperti Karachi dan Kolkata akan sulit ditinggali. 

Menurut perkiraan Bank Dunia, bulan-bulan dengan suhu terendah di wilayah tropis Amerika Selatan, Afrika, dan Pasifik akan lebih panas dari suhu bulan dengan suhu tertinggi pada akhir abad 20. Jika Timur Tengah diperkirakan mencapai 72 derajat Celsius (tahun lalu mencapai rekor 54 derajat Celcius), maka aktivitas haji mustahil diselenggarakan.

Kenaikan suhu global yang dipicu oleh bahan bakar fosil akan menaikkan permukaan laut hingga minimal 4 kaki, dan 10 kaki pada akhir abad 21, serta membunuh lebih banyak spesies laut. Penyerapan karbon menyebabkan perairan yang kekurangan oksigen menghasilkan bermacam-macam mikroba yang membuat air semakin beracun.

Wallace-Wells juga menyebutkan kenaikan suhu naik hingga 5 derajat celsius—yang mungkin terjadi pada akhir abad ini—bisa menyebabkan berkurangnya pasokan pangan hingga 50 persen untuk jumlah penduduk yang bertambah 50 persen. Tanah di kawasan tropis hari ini lebih sulit ditanami secara optimal ketimbang bertahun-tahun silam. 

Namun, kekeringan massal juga menjadi ancaman “Jika tidak ada pengurangan emisi pada 2080, kawasan Eropa selatan bakal berada dalam kondisi kekeringan ekstrem permanen,” lanjut Wallace-Wells, mengutip beberapa kawasan seperti Australia, Afrika, Amerika Selatan, dan Cina, yang kini menjadi lumbung pangan dunia.

Related

Science 6623457978914169099

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item