Kasus-kasus Gugatan Perokok ke Pabrik Rokok di Berbagai Negara


Naviri Magazine - Media massa Indonesia ramai memberitakan kasus gugatan ke perusahaan rokok oleh seseorang bernama Rohayani. Wanita berusia 50 tahun itu, melalui pengacaranya, mengirimkan somasi ke dua perusahaan rokok besar di Indonesia, dengan nilai gugatan yang totalnya mencapai 1 triliun lebih. Dasar gugatan itu karena Rohayani merasa dirugikan oleh perusahaan rokok yang produknya selama ini ia konsumsi. 

Kasus itu agak mengherankan, tentu saja, karena di Indonesia sangat jarang terjadi. Namun, ternyata kasus gugatan terhadap perusahaan rokok telah terjadi beberapa kali di negara lain.

Pada 1994, misalnya, di Amerika Serikat—tepatnya Mississippi—upaya yang sama pernah dilakukan. Yang melakukan gugatan adalah Jaksa Agung setempat bernama Mike Moore.

Dasar gugatan Moore adalah bahwa perusahaan rokok telah memberikan dampak buruk bagi masyarakat: strategi manipulatif untuk menyembunyikan efek kecanduan kandungan nikotin dalam rokok hingga menyebabkan kas daerah—senilai $25 miliar—tersedot guna membiayai pengobatan anggota masyarakat yang sakit karena rokok.

“Tuntutan hukum ini berangkat dari gagasan sederhana: kalian menyebabkan krisis kesehatan, kalian yang tanggung,” ungkap Moore seperti dilansir The New York Times.

Seperti dituturkan dalam “The Lawyer Who Beat Big Tobacco Takes on the Opioid Industry” yang diterbitkan Bloomberg, Moore lantas mengerahkan Jaksa Agung dari negara bagian lainnya untuk bersama-sama menggugat perusahaan rokok. Total ada 13 pihak yang digugat, dari perusahaan sampai asosiasi pengusaha.

Posisi Moore makin kuat kala terkuaknya dokumen perusahaan Brown & Williamson Tobacco Corporation yang memperlihatkan bahwa perusahaan sebetulnya paham mengenai bahaya dari rokok. Namun, seperti yang ditulis New York Times, Brown & Williamson “merahasiakan temuan tersebut”.

Akhirnya, gugatan Moore dikabulkan Pengadilan Chancery, Jackson County. Pengadilan menetapkan tergugat harus mengganti uang sebesar $246 miliar untuk mendanai program pencegahan maupun pengendalian bahaya yang ditimbulkan dari rokok.

Kemenangan Moore juga mendorong regulasi pembatasan aktivitas merokok berdasarkan umur (Cigarette Smoking Among Adults, 1994) dan undang-undang pengendalian tembakau (State Laws on Tobacco Control, 1995).

Walaupun kalah, perusahaan rokok bersikeras bahwa pemerintah Mississippi tidak punya wewenang untuk mengajukan gugatan semacam itu, mengingat dalam kurun waktu tiga dekade terakhir telah ada peringatan untuk publik tentang bahaya merokok.

Keberhasilan serupa juga diraih Cynthia Robinson pada 2014 silam. Pengadilan Florida menetapkan Robinson berhak mendapatkan ganti rugi senilai $23,6 miliar dari perusahaan rokok raksasa, R.J. Reynolds Company. Gugatan Robinson dilatarbelakangi oleh kematian sang suami, Michael Johnson, pada 1996.

Robinson beranggapan, kematian suaminya karena kanker paru-paru tidak dapat dilepaskan dari kelalaian R.J. Reynolds yang tidak memberitahukan bahwa rokok produksi mereka mengandung nikotin yang adiktif serta dapat menyebabkan kanker paru-paru. Johnson sendiri, menurut laporan CNN, merokok sejak usia 13 tahun.

Dalam tanggapan resminya, wakil presiden R.J. Reynolds, Jaffery Raborn, mengatakan putusan atas gugatan Robinson “tidak dapat disahkan undang-undang negara bagian” dan “sama sekali tidak sesuai bukti yang diajukan.” Di lain sisi, Robinson mengungkapkan bahwa dikabulkannya gugatan tersebut merupakan bentuk keadilan.

“Akhirnya kami berhasil, tapi kami mungkin harus terus berjuang. Demi Michael dan siapa saja mereka yang kehilangan nyawa karena kanker paru-paru. Ada ribuan orang yang sekarat karena penyakit itu. Michael meninggal di usia yang sangat muda, tak sempat wisuda dan menikah,” ujarnya kepada TIME.

Kasus yang sama juga menimpa warga negara Jerman bernama Wolfgang Heine. Ia menggugat perusahaan rokok Reemtsma setelah terserang penyakit jantung akut akibat kebiasaan merokok yang sudah berlangsung selama empat dekade.

Pada 2003, Heine membawa kasus ini ke Pengadilan Negeri Arnsberg. Untuk pertama kalinya perusahaan rokok di Jerman harus membela diri dari tuduhan membahayakan kesehatan masyarakat. Namun, pihak pengadilan tidak membuat keputusan apakah kasus Heine bakal dilanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi.

Jerman, menurut Deutsche Welle, merupakan salah satu negara dengan angka perokok aktif yang tinggi. Sekitar 18 sampai 20 juta orang diperkirakan menghabiskan satu bungkus rokok tiap harinya. Jerman juga jadi negara dengan perokok usia muda tertinggi. Statistik memperlihatkan 10% asap rokok di Jerman disumbangkan oleh mereka yang berusia 13 sampai 15 tahun.

Related

International 449663859150048773

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item