Mengapa Harga Tanah Terus Naik dan Semakin Mahal? Ini Penjelasannya


Naviri Magazine - Jika kita membeli sebidang tanah saat ini, hampir bisa dipastikan harga tanah yang kita miliki telah naik lima tahun ke depan. Itu hampir bisa dipastikan, khususnya jika tanah yang kita miliki berada di kawasan kota, atau di tempat yang terus mengalami pertumbuhan. 

Semakin cepat pertumbuhan yang terjadi di kawasan tersebut, semakin tinggi pula kenaikan harga tanah yang kita miliki.

Kenyataannya, tanah memang salah satu investasi yang dinilai menguntungkan, karena harganya yang terus naik. Sangat jarang—bahkan nyaris tidak pernah—kita mendengar ada tanah yang harganya turun. Di mana pun, harga tanah selalu mengalami kenaikan, meski kadang naiknya hanya sedikit. 

Mengapa harga tanah terus naik dan makin mahal? Sebenarnya, jawaban untuk pertanyaan itu sederhana. Seperti pada barang apa pun, kenaikan harga akan mengikuti permintaan. Semakin tinggi permintaan, semakin tinggi pula harganya. Terkait tanah, jumlah tanah bisa dibilang tak pernah bertambah, sehingga harganya terus naik seiring naiknya permintaan.

Permintaan terhadap tanah dari tahun ke tahun kian meningkat, seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Sementara, pasokan tanah tidak sebanding dengan besarnya jumlah permintaan. Hal itu yang menjadi salah satu faktor penyebab kenaikan harga tanah sangat tinggi. Terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, sebagai pusat arus urbanisasi.

"Memang betul kenaikan harga tanah itu tinggi di Jakarta, karena demand-nya itu besar pada jangka waktu yang pendek. Ini drive-nya banyak, demand-nya tinggi, tapi supply-nya terbatas," kata Direktur Eksekutif Jakarta Property Insitute Wendy Haryanto, kepada media.

Pertumbuhan penduduk DKI Jakarta terbaru mencapai 1,43 persen, dan tak pernah kurang dari 1 persen di tahun-tahun sebelumnya. Persentase tersebut kian meningkat, terutama pasca warga Jakarta kembali dari mudik.

Melihat tingginya angka pertumbuhan penduduk, tak heran bila permintaan akan tanah tinggi. Terutama tanah yang dijadikan untuk lahan tempat tinggal, di lokasi-lokasi strategis yang dekat dengan pusat komersial atau perkantoran.

Berdasarkan data Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) pada tahun 2015, jumlah angka kebutuhan rumah atau backlog sebesar 11,37 juta. Dari jumlah tersebut, 1,27 juta di antaranya berada di Jakarta.

"Di Jakarta itu enggak pernah ada harga (tanah) yang turun, kan. Kalau dia sudah naik, kalau pun dia tidak terjual yang sudah flat saja. Mungkin tidak akan turun," imbuh Wendy.

Inovasi

Sampai saat ini, Jakarta masih menjadi magnet bagi masyarakat daerah dalam mencari kerja. Pertumbuhan ekonomi Jakarta pun terus meningkat dalam tiga tahun terakhir, yaitu dari 5,58 persen pada tahun 2015 menjadi 5,78 persen (2016) dan 6,48 persen (2017).

Dampaknya, kesempatan kerja pun semakin bertambah, serta peluang bagi keluarga maupun perorangan dalam mengubah tataran kehidupan ekonomi dan sosial mereka semakin terbuka.

Kendati pertumbuhan ekonomi turut mendorong pertumbuhan penghasilan, namun kenaikan pendapatan masyarakat pun tidak serta merta langsung melambung tinggi.

"Ujung-ujungnya, yang akan sabar itu konsumen. Karena daya belinya tidak secepat itu melompat seperti harga jual tanah. Kalau harga jual tanahnya mahal, pembangunannya tetap sama harganya, tapi kan unit yang dijual harganya tinggi," kata Wendy.

Untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumen, tak sedikit pengembang yang berinovasi membuat unit hunian tejangkau. Mulai dari segi ukuran hingga pemilihan material yang relatif lebih murah namun tetap berkualitas.

"Sekarang kalau kita lihat, unit dari apartemen itu mengecil di tengah kota. Kenapa? Karena dia bisa jual dengan harga lebih terjangkau," sebut Wendy.

Naik 33 Persen

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia, Hari Ganie, menyebut kenaikan harga tanah di Jakarta termasuk salah satu yang tertinggi dibandingkan dengan kota besar lain di Asia.

"Kita tahu harga tanah di Jakarta saja itu saya denger dari survei itu naik antara 22 sampai 33 persen per tahun. Itu tertinggi di Asia," kata Hari. Menurut dia, penyebab tingginya kenaikan harga tanah dipicu lantaran belum adanya Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) di setiap wilayah Indonesia.

Jakarta sendiri diketahui telah memiliki RDTR, namun tingkat kenaikan harga tanahnya masih tinggi. Dengan adanya RDTR, ia menambahkan, peruntukkan lahan di sebuah kawasan menjadi lebih jelas. Selain itu, proses pengurusan izin pun bisa dilakukan lebih cepat.

Selama ini, kebanyakan daerah baru memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang menjadi acuan dalam pemberian izin pengembangan wilayah. Namun, hal itu dipandang tidak cukup.

"Karena RTRW sangat global dan harus diturunkan di RDTR. Kalau itu (RDTR) sudah ada, kepastian tentang perizinan dan kepastian tata ruang akan jauh lebih baik," tutupnya.

Related

Property 5620382846496405768

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item