#NoHijabDay, Fakta-fakta di Balik Protes dan Upaya Wanita Iran Melepas Jilbab


Naviri Magazine - Dunia dikejutkan dengan aksi para wanita di Iran yang melakukan protes terkait jilbab. Mereka melepaskan jilbab yang dikenakannya, dan meminta wanita lain—khususnya di Iran—untuk melakukan hal yang sama. Gerakan itu bahkan diberi nama NoHijabDay, dan sempat menjadi perbincangan warga internet dunia, karena tagar terkait hal itu cukup populer di dunia maya.

Apa yang terjadi di Iran, hingga ada wanita-wanita yang melakukan protes semacam itu? 

Seperti kita tahu, Iran memberlakukan kewajiban mengenakan jilbab bagi wanita. Jadi, ketika ada wanita yang melakukan protes dengan cara melepas jilbab, dan menyeru wanita lain melakukan hal serupa, dunia pun bertanya-tanya.

Peristiwa di balik aksi itu dimulai ketika Vida Mohaved, perempuan 31 tahun, ditangkap aparat karena kedapatan melepas jilbabnya saat ikut dalam demonstrasi di Teheran, menentang pemerintahan Presiden Rouhani. Seperti yang diwartakan CNN, dalam foto yang beredar, Mohaved berdiri di atas kotak utilitas sembari mengibarkan jilbabnya yang diikatkan pada tongkat.

Selain Mohaved, perempuan bernama Narges Hosseini juga diciduk aparat pada akhir Januari, karena melakukan aksi serupa, sebelum akhirnya dilepas dengan jaminan $110 ribu. Mohaved sendiri dibebaskan pada 26 Januari.

Penangkapan Mohaved dan Hosseini seketika memicu protes dari perempuan Iran. Mereka lantas melakukan aksi solidaritas dengan turun ke jalanan ibukota Teheran. Selain itu, mereka berfoto tanpa jilbab dan mengunggahnya ke media sosial, disertai tagar “Gadis Jalan Enghelab," merujuk pada jalan tempat Mohaved beraksi.

Seperti dilansir Deutsche Welle, kampanye daring juga diluncurkan dengan tagar #RabuPutih dan penggalangan dukungan melalui laman Facebook bernama “My Stealthy Freedom." 

Menurut portal berita Kanada, CBC, kedua kampanye itu diprakarsai Masih Alinejad, jurnalis VOA asal Iran yang kini tinggal di New York. Tujuan kampanyenya mengajak perempuan Iran untuk "mengunggah foto mereka dan membicarakannya di publik." 

Namun, pemerintah tak tinggal diam. Polisi menahan 29 perempuan yang dituduh sebagai provokator demonstrasi melawan peraturan jilbab. Polisi menyatakan, mereka telah “ditipu” oleh kampanye "Rabu Putih" serta menuduh inisiator gerakan tersebut, Alinejad, menerima uang dari pemerintah asing yang digunakan untuk mendanai kampanye penolakan jilbab.

Jaksa Penuntut Umum Iran, Mohammad Jafar Montazeri, menggambarkan demonstrasi penolakan jilbab sebagai tindakan yang “kekanak-kanakan,” “emosional,” dan “dihasut asing.”

Deutsche Welle mengabarkan, beberapa waktu lalu pemerintah Iran menerbitkan hasil studi mengenai jilbab yang berlangsung sejak tiga tahun silam. Hasil studi menunjukkan, bahwa warga Iran semakin merasa tidak suka dengan kewajiban mengenakan jilbab.

Studi tersebut membandingkan data dari tahun 2006, 2007, 2010, dan 2014. Dari perbandingan itu, pemerintah menyimpulkan semakin berkurangnya dukungan publik untuk pengaturan busana perempuan. Menurut Pusat Studi Strategis Iran, pada 2006, 34% warga Iran beranggapan pemerintah tidak boleh diizinkan mengatur apa yang harus dipakai perempuan. Akan tetapi, pada 2014 persentase penolakan itu meningkat jadi 49%.

Related

International 8554056989659672023

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item