Fakta-fakta di Balik Kesuksesan Jeff Bezos, Orang Terkaya di Dunia (Bagian 1)
https://www.naviri.org/2021/09/fakta-fakta-di-balik-kesuksesan-jeff.html
Naviri Magazine - “Saya ingin menjadi seorang fisikawan teoritis,” tulis Jeff Bezos dalam bukunya, Invent & Wander: The Collected Writings of Jeff Bezos, “maka saya akhirnya memutuskan kuliah di Princeton. Di sana saya benar-benar menjadi mahasiswa baik, dengan nilai A+ di hampir setiap mata kuliah”.
Selama kuliah, paling tidak di tahun pertama, Jeff Bezos mengaku “telah berada di jalur terbaik untuk menjadi seorang fisikawan”. Sebagai mahasiswa cerdas, selain belajar seluk-beluk fisika, Bezos pun mengambil mata kuliah lain, yakni ilmu komputer dan teknik elektro.
Bagi Bezos, petualangannya mencari ilmu “sangat menyenangkan”. Namun, yang menyenangkan akhirnya usai juga tatkala Bezos bertemu dengan makhluk bernama “persamaan diferensial parsial”, sebuah tugas yang diberikan dosennya.
Usai tiga jam berusaha menyelesaikan PR tersebut tanpa hasil, Bezos meminta bantuan Yosanta alias Chamath Palihapitiya, pemuda tercerdas di Princeton yang berasal dari Sri Lanka (sedikit kisah tentang Yosanta dapat Anda baca di buku berjudul Facebook: The Inside Story karya Steven Levy).
"Saya menunjukkan PR persamaan diferensial parsial kepadanya, dan dalam tempo singkat Yosanta hanya berkata 'kosinus'," tutur Bezos.
Bingung dengan tanggapan tersebut, Bezos menimpali, "Apa maksudnya?"
"Jawaban, kosinus adalah jawabannya," tegas Yosanta.
Yosanta lalu mencorat-coret tiga lembar kertas kosong dan menjelaskan secara detail tentang persamaan diferensial parsial. Bezos kaget. Dalam bukunya, ia mengaku "tidak akan menjadi fisikawan teoritis hebat". Dan usai PR persamaan diferensial parsial itu, Bezos mengaku "mulai mencari jati diri sesungguhnya", mencari apa yang sebetulnya ia ingin lakukan: jualan buku.
Keberuntungan dan Waktu yang Tepat?
Pada 12 Januari 1964, Jeffrey Preston Jorgensen lahir dari rahim seorang perempuan berusia 17 tahun yang masih duduk di bangku SMA bernama Jacklyn. Ayahnya, Ted, baru saja lulus SMA ketika Jorgensen lahir. Tak punya keahlian mumpuni, Ted bekerja sebagai pengayuh sepeda roda satu pada kelompok sirkus lokal, dengan penghasilan pas-pasan.
Uang adalah masalah utama bagi pasangan yang memilih menikah di usai dini dan tinggal di kota Albuquerque, New Mexico, Amerika Serikat ini.
Tak tega melihat buruknya keuangan keluarga Ted dan Jacklyn, Lawrence Preston Gise, ayah kandung Jacklyn, menyanggupi membiayai kuliah Ted. Mengirimnya menimba ilmu di University of New Mexico. Berharap Ted (dan keluarga kecilnya) memiliki masa depan yang lebih baik.
Sialnya, Ted memilih drop-out dan mencoba bergabung di Kepolisian New Mexico. Mertuanya tak terima, dan Ted pun gagal menjadi polisi.
Ketika bayi Ted dan Jacklyn berusia tiga tahun, Ted pergi tanpa kembali. Usai ditinggal, Jacklyn melayangkan gugatan cerai. Dan tak lama usai surat perceraian diterima, ibu dari Jorgensen ini bertemu dengan Miguel Bezos, pengungsi asal Kuba yang akhirnya memperoleh pekerjaan sebagai teknisi minyak Exxon di Miami. Cinta pun bersemi.
Mereka menikah pada suatu hari di bulan April 1968. Tak ketinggalan, Bezos pun memutuskan mengadopsi Jorgensen dan mengubah nama si anak dari Jeffrey Preston Jorgensen menjadi Jeff Bezos.
Meskipun sang bapak adalah ayah angkat, Bezor junior mengakui Miquel sebagai "ayah sesungguhnya". Baginya, sebagaimana dikisahkan Brian Dumaine dalam buku Bezonomics: How Amazon Is Changing Our Lives and What the World's Best Companies Are Learning from It (2020), Bezos menyebut Miquel sebagai seorang ayah yang "hangat dan suportif kepada keluarga".
Meski demikian, masih dari Invent & Wander: The Collected Writings of Jeff Bezos, Bezos mengenang lebih sering menghabiskan waktu bersama kakek. Dari usia 4 hingga 16 tahun, Bezos selalu bersama sang kakek di perdesaan New Mexico tiap liburan musim panas.
Sang kakek mengajari Bezos cara hidup, untuk "belajar memperbaiki segala sesuatu seorang diri". Tak tanggung-tanggung, agar sang cucunya mandiri, kakek Bezos membelikannya D6 Caterpillar bekas yang mati total. Buldozer seharga USD 5000 itu digunakan sang kakek untuk mengajari Bezos cara memperbaiki sesuatu. Mungkin itulah asal usul kecerdasan Bezos.
Bezos muda menimba ilmu pada Miami Palmetto Senior High. Dan dari sekolah menengah terbaik di Miami itu, Bezos berlabuh di salah satu universitas yang lagi-lagi terbaik, Princeton University.
Sialnya, usai dibuat keok oleh persamaan diferensial parsial, Bezos tak berkarier sebagai seorang ilmuwan, melainkan menjadi analis finansial pada D.E. Shaw and Co., hedge fund ternama di New York yang didirikan oleh David Shaw.
Seandainya Bezos meneruskan karier sebagai analis pada hedge fund, sangat mungkin ia menjadi orang biasa-biasa saja, dan bahkan tidak mustahil menjadi korban kejahilan anak-anak Reddit yang melejitkan saham GameStop. Namun, kenyamanannya bekerja pada hedge fund akhirnya goyah.
Baca lanjutannya: Fakta-fakta di Balik Kesuksesan Jeff Bezos, Orang Terkaya di Dunia (Bagian 2)