Memahami Kemelut Hak Cipta di Balik Kisruh Indro Warkop vs Warkopi


Naviri Magazine - Kekisruhan yang terjadi antara Indro Warkop dan grup mirip Warkop DKI, Warkopi, menyeret perihal hak cipta. Indro sebagai satu-satunya anggota tersisa dari Warkop DKI menuding Warkopi telah melanggar hak kekayaan intelektual grup legendaris tersebut.

"Mungkin kalau kami tidak dilindungi hak kekayaan intelektual enggak apa-apa, atau datang ke kami 'gini-gini' okelah. Tapi mereka seolah-olah jadi grup kami dan berakting seolah-olah kami," kata Indro saat jumpa media yang digelar Lembaga Warkop DKI.

Hak kekayaan intelektual yang dibahas oleh Indro diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta). Dalam UU itu dijelaskan bahwa hak cipta merupakan bagian dari kekayaan intelektual yang memiliki objek dilindungi.

Menurut UU tersebut, seni beserta turunannya menjadi salah satu objek yang dilindungi. Dalam hal ini, kata praktisi hukum Noviar Irianto, hak cipta yang disinggung Indro merujuk dan berawal dari film-film Warkop DKI yang ia bintangi bersama mendiang Dono dan Kasino.

"Pemegang hak cipta dari sebuah film itu eksekutif produser. Kalau mau tahu siapa pemegang hak cipta film-film Warkop, lihat saja siapa eksekutif produser film itu," kata Noviar.

Kala itu produser eksekutif membeli film-film Warkop DKI secara putus. Artinya, aktor hanya mendapat bayaran satu kali tetapi film bisa ditayangkan berkali-kali. Oleh karena itu, aktor tidak mendapat royalti saat film Warkop DKI tayang ulang di televisi.

Namun situasi berubah kala UU Hak Cipta terbit. Noviar menyebut bahwa aktor berpeluang mendapat royalti dari film-film yang pernah diperankan.

Tepatnya lewat Pasal 1 nomor 5 soal hak terkait, yaitu hak yang berkaitan dengan Hak Cipta yang merupakan hak eksklusif bagi pelaku pertunjukan, produser fonogram, atau lembaga penyiaran.

"Pelaku pertunjukan ini kalau dalam film, aktor. Jadi yang dilindungi adalah hak terkait yang melekat pada aktor. Misalnya cara bicara, gaya jalan, pakaian dan lain-lain dari karakter yang diperankan aktor tersebut," kata Noviar.

Ia mengatakan orang yang memiliki hak terkait bisa mendapatkan hak ekonomi. Pasal 8 menyatakan bahwa hak ekonomi merupakan hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan.

Salah satu hak eksklusif adalah hak ekonomi pelaku pertunjukan yang diatur dalam Pasal 23 (2). Pasal itu menyatakan ekonomi pelaku pertunjukan meliputi hak melaksanakan sendiri, memberikan izin, atau melarang pihak lain untuk melakukan sebagai berikut:

a. Penyiaran atau Komunikasi atas pertunjukan Pelaku Pertunjukan;
b. Fiksasi dari pertunjukannya yang belum difiksasi;
c. Penggandaan atas Fiksasi pertunjukannya dengan cara atau bentuk apapun;
d. Pendistribusian atas Fiksasi pertunjukan atau salinannya;
e. penyewaan atas Fiksasi pertunjukan atau salinannya kepada publik; dan
f. penyediaan atas Fiksasi pertunjukan yang dapat diakses publik.

"Hak inilah yang dipegang mas Indro di dalam Lembaga Warkop DKI. Atas hak itu, mereka bekerja sama dengan Falcon Pictures bikin film Warkop yang baru. Bukan film yang persis Warkop dulu, tapi menampilkan karakter yang dulu ada di film itu," katanya.

Noviar menilai Falcon berhasil membuat film Warkop baru tanpa melanggar hak cipta film-film Warkop terdahulu yang dipegang eksekutif produser film tersebut. Film Warkop baru lebih fokus menampilkan karakter Dono, Kasino, Indro.

Meski terdapat sejumlah adegan yang serupa dengan adegan terdahulu, film Warkop baru garapan Falcon tidak bermasalah, karena adegan tidak benar-benar sama. Menurut Noviar, adegan itu hanya ditampilkan sedikit untuk membuat penonton teringat dengan film terdahulu.

Hal yang jadi masalah adalah, kata Noviar, ketika ada grup yang namanya hanya ditambah huruf "i" dan bisa dikatakan memiliki kesamaan dengan Warkop. Terutama ketika Warkopi tampil dengan gaya dan pakaian serupa Dono, Kasino, dan Indro.

"Kalau untuk wajah mirip enggak masalah dan enggak bisa diklaim karena ciptaan Tuhan. Tapi mereka ini [Warkopi] mereplikasi dan berbusana seperti karakter yang mana hak terkait karakter itu melekat pada Dono, Kasino dan Indro," kata Noviar.

"Lebih fatal lagi ketika dikomersialkan sehingga mereka dapat keuntungan dan mendompleng popularitas. Enggak dikomersialkan dan mendompleng popularitas saja tetap harus izin, apalagi bila dikomersialkan," sambung Noviar.

Hal tersebut juga sempat disinggung oleh Lembaga Warkop DKI. Satrio selaku anak mendiang Dono menyebut kemunculan Warkopi dinilai tidak menghargai perjuangan Warkop DKI selama ini.

"Saya melihat bapak saya Dono Warkop, Om Indro, dan Om Kasino itu tidak instan. Mereka itu jatuh bangun mempertahankan Warkop DKI," ujar Satrio.

"Kemudian ada pihak manajemen yang tiba-tiba memanfaatkan tiga karakter ini untuk dikomersilkan tanpa izin Om Indro dan anak-anaknya. Bagi saya itu tindakan tidak beretika," tuturnya.

Di sisi lain, perwakilan manajemen Warkopi yang bernama Bang Kums mengatakan bahwa pihaknya telah berkomunikasi dengan perwakilan Indro sejak Agustus 2021. Kala itu mereka berkomunikasi dengan Frans, orang kepercayaan Indro.

Noviar menilai manajemen Warkopi akan semakin salah bila sudah menghubungi perwakilan Indro sejak Agustus 2021 dan tidak mendapat izin namun tetap membentuk grup Warkop KW itu.

"Beda cerita kalau mereka enggak izin dengan alasan enggak tahu hukum. Lebih baik mereka bilang enggak tahu ketimbang sudah minta izin tapi belum dapat izin kemudian grup itu tetap jalan," kata Noviar.

Related

News 6002297115797263290

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item