Siapakah Nenek Moyang Manusia, Menurut Sains?


Naviri Magazine - Nenek moyang manusia dalam sains tidak bisa dilihat dari satu sudut pandang sebagaimana penjelasan dalam teks agama. Evolusi manusia bukan satu garis lurus, melainkan percabangan pohon yang terdiri dari banyak ranting, dan ilmu pengetahuan senantiasa memunculkan pendapat baru berdasarkan fakta temuan fosil hominid yang telah punah. 

Jadi apa yang dikatakan nenek moyang manusia (Homo sapiens) bukanlah suatu pendapat yang tetap (fixed), namun berubah seiring penemuan terbaru oleh arkeolog dan paleontolog. 

Hal inilah perbedaan mendasar antara penjelasan saintifik dan agama. Sains berdasarkan bukti otentik berupa fosil, sementara agama berasal dari dogma bahwa nenek moyang manusia tergantung dari mana agama itu berasal.

Misalnya agama-agama Semit seperti Yahudi, Nasrani, dan Islam, sepakat bahwa nenek moyang manusia adalah Adam dan Eve atau Hawa. Sementara itu, agama Hindu berpendapat nenek moyang manusia adalah Manu. 

Itulah mengapa Anda menyebut MANU-sia, bukan ADAM-sia, karena agama semit datangnya belakangan, lebih dahulu Hindu dari India yang mengajarkan bahwa manusia disebut Manuh atau Manuja dalam bahasa Sanskerta. 

Uraian ini berdasarkan sudut pandang saintifik dengan berbasis data yang sudah digali oleh arkeolog dan paleontolog, bahwa manusia termasuk dalam keluarga atau family Hominidae, seperti halnya Pongo, Gorilla, dan Pan. Jadi manusia dalam sains sejatinya adalah kera besar atau great apes yang disebut juga Hominids.

Berdasarkan evolusi hominid, sudah jamak dipercaya bahwa manusia atau Homo memiliki karakteristik mendasar berupa kemampuan berjalan dengan dua kaki atau bipedal, dan kemampuan membuat alat atau perkakas dengan tangannya. Hal itulah yang membedakannya dengan kera-kera besar lain seperti Pongo, Gorilla, dan Pan. 

Berdasarkan penelitian yang telah lama disepakati oleh arkeolog dan paleontolog, manusia berasal dari evolusi Australopithecus. Sebelum kemunculan Australopithecus, berdasarkan penelitian terbaru, ada genus Ardipithecus yang hidup 4,5 juta sampai 4,32 juta tahun lalu. 

Ardipithecus diketahui tidak seperti hominid modern. Meskipun beradaptasi dan berjalan dengan dua kaki (bipedal), tapi masih hidup di pohon (arborealitas). Dalam bipedalitas pun tidak seefisien Australopithecus, dan pada arborealitas masih seperti kera besar.

Ardipithecus kemudian berevolusi menjadi Australopithecus yang bipedal dan meninggalkan pola hidup arborealitas. Spesies dari Australopithecus bermacam-macam, seperti anamensis, afarensis, africanus, deyiremeda, bahrelghazali, garhi, dan sediba. 

Para Australopithecus berjalan tegak dengan dua kaki, memiliki susunan gigi yang mengarah pada Homo dengan taring yang tereduksi dan sejajar dengan gigi-gigi yang lain, volume tengkorak sekitar 550 cc dengan foramen magnum atau lubang leher relatif ke tengah sehingga menunjukkan posisi kepala yang tegak, memiliki postur tinggi sekitar 140 cm untuk individu perempuan dan 165 cm untuk individu laki-laki, dengan berat rata-rata 50 kg.

Australopithecus anamensis

Australopithecus anamensis merupakan hominid paling tua di antara yang lainnya. Genus Australopithecus adalah kumpulan spesies hominin yang hidup dalam rentang waktu 4,18 juta hingga sekitar 2 juta tahun yang lalu. 

Ciri mendasar Australopithecus dapat dikatakan sebagai nenek moyang manusia adalah kemampuannya berjalan dengan dua kaki atau bipedal, dan tidak hidup bergelantungan di pohon lagi. Meskipun paleontolog berpendapat bahwa ada kemungkinan Sahelanthropus yang hidup 7 tahun lalu sudah bipedal. 

Semua Australopithecus dapat dikatakan berkaki dua, berotak kecil, dan memiliki gigi besar. Berdasarkan bukti arkeologis, Australopithecus sejak 3,4 juta tahun lalu diketahui merupakan hominin yang memiliki kemampuan membuat alat batu (stone tools). 

Alat batu itu digunakan dalam mempermudah konsumsi daging hewan buruan. Australopithecus sama halnya dengan Homo merupakan Omnivor atau pemakan segala, dari tumbuhan sampai daging.

Selain Australopithecus, berdasarkan riset terbaru diketahui bahwa genus Kenyanthropus yang terdiri dari spesies platyops dan rudolfensis yang hidup antara 3,5 juta sampai 3,2 juta tahun lalu merupakan hominid paling awal yang membuat alat batu (stone tools). 

Hal ini artinya bahwa Kenyanthropus yang hidup semasa dengan Australopithecus terlebih dahulu membuat alat batu. Berdasarkan hal tersebut, Kenyanthropus disinonimkan dengan genus Homo. Kenyanthropus memiliki gigi geraham kecil dan wajah datar, yang secara anatomis menyerupai manusia modern.

Genus Homo sendiri, berdasarkan penelitian paleontologis dan arkeologis, mulai ada 2,8 juta sampai 2,75 juta tahun lalu berdasarkan temuan spesimen LD 350-1. Spesimen ini ditemukan di Situs Ledi-Geraru, Afar, Ethiopia, dan ia merupakan transisi genus Australopithecus dan Homo. Spesimen LD 350-1 terdiri dari gigi taring, geraham kecil, dan geraham. 

Alat batu berusia 2,6 juta tahun yang ditemukan di situs serupa menurut arkeolog digunakan oleh spesies ini. Sementara itu, penggunaan api oleh Homo mulai terjadi sekitar 1,7 juta tahun lalu ketika spesies H. erectus di Tiongkok mulai mengontrol api untuk membakar daging. 

Di Afrika, analisis terhadap sedimen Situs Gua Wonderwerk, Afrika Selatan, yang dianalisis menggunakan analisis mikromorfologi dan Fourier Transform Infrared Microspectroscopy (mFTIR) membuktikan adanya tulang yang terbakar dan sisa-sisa tanaman yang menjadi abu. 

Di Situs Gua Wonderwerk itulah, pada sejuta tahun lalu, Homo erectus telah mengolah makanan menggunakan api. Sementara itu di Trinil, Jawa, Homo erectus mengolah api dengan rentang waktu penanggalan relatif 830 ribu sampai 500 ribu tahun lalu.

Penutup

Berdasarkan bukti fosil hominid maupun alat batu, dapat disimpulkan bahwa hominid yang berjalan dengan dua kaki (bipedal) seperti halnya manusia, berkembang dari Ardipithecus yang berevolusi menjadi Australopithecus. 

Meskipun demikian, penggunaan alat batu berdasarkan analisis para arkeolog justru paling tua dilakukan oleh Kenyanthropus. 

Dalam sains, tidak ada mitos wanita lahir dari tulang rusuk pria. Wanita dalam evolusi hominid bukan pula objek dari sebab diusirnya manusia dari surga oleh Tuhan atau dari perspektif agama lain kedua manusia memakan buah terlarang sehingga diusir. 

Sains tidak pula mengajarkan manusia hidup hingga seratusan tahun. Sejak awal evolusi hominid, justru usia dari mereka yang bipedal sangatlah pendek.

Related

Science 5703975400957785783

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item