Tumpukan Kegagalan di Balik Suksesnya Bisnis Raksasa Google (Bagian 2)


Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Tumpukan Kegagalan di Balik Suksesnya Bisnis Raksasa Google - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Menyadari telah menghasilkan produk busuk, Apple meminta maaf dengan merilis iPhone dan iPad sebagai pengganti Newton, dan Edge diberikan Microsoft sebagai pengganti Internet Explorer. Namun, khusus di bidang aplikasi pesan instan, Google sangat keterlaluan, terus-terusan memproduksi aplikasi busuk yang gagal di pasaran untuk hanya dijadikan cercaan. 

Pada 24 Agustus 2005, Google merilis Google Talk. Karena akhirnya gagal, mereka lalu merilis Google Voice pada 2009 yang juga gagal. Lalu berturut-turut merilis Google Wave (2009 akhir), Google Buzz (2010), Slide's Disco (2011), Google+ Hangouts Chat dan Google+ Huddle/Messenger (2011), Google Doc Editor Chat (2013), Google Hangouts (2013), Google Spaces (2016), Google Allo (2016), Google Duo (2016), Google Hangouts Meet (2017), Youtube Messages (2017), Google Hangouts Chat (2018), Google Chat Messages (2018), Google RCS (2019), Google Photos Messages (2019), Google Stadia Messages (2020), Google Pay Messages (2021), Google Assistant Messages (2021), Google Phone Messaging (2021), dan Google Chat versi reborn. 

Kegagalan pelbagai aplikasi pesan instan buatan Google ini, khususnya Google Talk, sebagaimana dituturkan Ken Fisher untuk Ars Technica, karena Google gagal memenuhi kebutuhan pengguna. 

Diliris sebelum iPhone dan Android lahir, Google Talk hanya dapat digunakan untuk mengirim pesan dari individu ke individu, tanpa fitur untuk mengirimkan file, bercakap-cakap dalam lingkup kelompok (grup), dan yang paling ironis hanya mendukung Windows semata, tanpa memedulikan MacOS (dulu bernama Macintosh). 

Akibatnya, karena kala itu Yahoo Messenger serta mIRC memiliki segala fitur yang dibutuhkan, Google Talk gagal. Kegagalan yang sialnya diteruskan Google tatkala merilis Google Voice hingga Google Chat. 

Ketika Google+ Huddle/Messenger diluncurkan pada 2011 untuk menghentikan laju WhatsApp, Google memilih mengintegrasikan aplikasi pesan instan ini dengan Google+, bukan kontak pengguna. Dan, ketika iMessage begitu apik menggabungkan kekuatan SMS konvensional memanfaatkan jaringan provider telekomunikasi dengan layanan pesan berbasis internet, Google RCS telah jauh tertinggal. 

Serangkaian kegagalan aplikasi pesan instan terjadi karena Google abai terhadap integrasi. Hal ini memaksa pengguna untuk menggunakan aplikasi pesan instan buatan Google yang berbeda di tiap-tiap produk utama mereka. Misalnya Google Doc Editor Chat tak terintegrasi dengan Google+ Hangouts Chat, juga Google Photos Messages dengan Google Stadia Messages. Akibatnya, sukar bagi pengguna menindaklanjuti segala percakapan yang telah dilakukannya. 

Akibat gagal memberikan fitur yang diinginkan pengguna serta abai terhadap integrasi, pelbagai aplikasi pesan instan buatan Google akhirnya gagal di pasaran. Sementara Google tetap memegang teguh prinsip sukses yang diartikan dalam bentuk jumlah pengguna. 

Merujuk tulisan Steven Levy dalam In the Plex: How Google Thinks, Works, and Shapes Our Lives (2011), konsep ini dihayati yang dihayati betul karena Google menghasilkan uang dengan cara "menjual pengguna," bukan "menjual produk." Ketika sebuah produk digunakan banyak pengguna, miliaran pengguna, Google mengonversinya sebagai basis pengiklan. 

Sebaliknya, tatkala sebuah produk gagal memperoleh banyak pengguna, seperti yang dicatat Killed by Google, suntik mati adalah jawabannya. 

Related

Internet 2979434260050634286

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item