Penjual Opium di Afghanistan: Haram, Tapi Kami Tak Ada Pilihan


Naviri Magazine - Para pedagang opium di Afghanistan bercerita tentang alasan mereka menjual opium, barang yang diharamkan dalam Islam.

Baru-baru ini para penjual opium di Kabul membicarakan harga dagangan mereka meroket sejak Taliban berkuasa.

Amanullah, nama samaran salah satu pedagang opium itu, mengeluarkan produk andalannya. Ia meletakkannya ke dalam cangkir kecil yang digantung di atas api.

Resin opium yang diambilnya tadi dengan cepat meleleh dan mendidih. Dengan cara itu, ia dan rekannya, Mohammad Masoom dapat menunjukkan kepada pembeli bahwa opium mereka murni.

"Itu haram (dilarang) dalam Islam, tapi kami tidak punya pilihan lain," kata Masoom, di salah satu pasar di daerah Howz-e-Madad, provinsi Kandahar, dalam AFP.

Masoom mengatakan, penyelundup narkoba kini membayarnya 17.500 rupee Pakistan atau setara Rp1 juta rupiah per kilogram. Di Eropa, ia memiliki nilai lebih dari US$50 (setara Rp713 ribu) per gram.

Sebelum Taliban berkuasa, ia hanya mendapatkan sepertiga dari harga ini.

Naiknya harga opium di Afghanistan juga dikonfirmasi salah satu petani opium, Zekria, yang memakai nama samaran.

Ia menceritakan kini meraup lebih dari 25.000 PKR (setara Rp2 juta) per kilo dari penjualan opium. Harga ini naik 7.500 PKR bila dibandingkan dengan harga kala kepemimpinan sebelum Taliban.

Zekria mengungkapkan, harga barang dagangannya yang lebih tinggi bila dibandingkan Masoom. Pasalnya, pemetikan bunga opium yang dilakukan di awal masa panen.

Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid bulan lalu, mengatakan bahwa Taliban tidak ingin melihat "narkotika apapun diproduksi." Namun, Mujahid menambahkan Afghanistan membutuhkan dukungan internasional untuk membuat petani beralih dari perdagangan narkoba. 
Pernyataan itu membuat pembeli bersiap menghadapi kelangkaan yang mengancam.

"Sehingga harga opium melonjak," kata Zekria.

Taliban sendiri mengandalkan penjualan opium untuk membiayai misi pemberontakan mereka atas kepemimpinan rezim Afghanistan sebelumnya yang dianggap boneka Amerika Serikat.

Tak hanya itu, krisis ekonomi yang kini melanda Afghanistan akibat hengkangnya AS juga membuat para pedagang tak bisa beralih dari opium.

"Kami tidak dapat menumbuhkan apa pun saat ini," kata Masoom, seraya menambahkan perdagangan lain tidak memiliki keuntungan sebanyak opium.

Zekria, satu-satunya pencari nafkah dalam keluarga yang terdiri dari 25 orang, setuju dengan pendapat itu.

"Tanpa opium, saya bahkan tidak bisa menutupi pengeluaran saya," tuturnya.

"Tidak ada solusi lain kecuali masyarakat internasional membantu kami," ujar Zekria lagi.

Sebelumnya, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengingatkan sepertiga dari penduduk Afghanistan terancam mengalami krisis kelaparan. Ancaman ini dinilai membuat pihak Taliban bingung untuk menerapkan pelarangan penjualan opium di negara itu.

Kepala Departemen Kebudayaan Provinsi Kandahar, Maulvi Noor Mohammad Saeed mengatakan kepada AFP bahwa "produksi opium adalah haram dan buruk bagi manusia".

Namun, ia menyebut pelarangan produksi dan penjualan narkotika ini tergantung pada bantuan yang diterima.

"Jika masyarakat internasional siap membantu para petani untuk tidak menanam opium, maka kami akan melarang opium," ujar Saeed.

Afghanistan sendiri menjadi pemasok opium terbesar dunia sejak tiga puluh tahun terakhir.

Saat ini, sekitar 224 ribu hektare lahan di Afghanistan digunakan untuk budidaya bunga opium poppy pada 2020. Luas area itu mengalami peningkatan sebesar 61 ribu hektare atau 37 persen jika dibandingkan 2019.

Bersumber dari Survei Opium Afghanistan bersama oleh Otoritas Statistik dan Informasi Nasional Afghanistan (NSIA) dan Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC), potensi produksi opium di Afghanistan diperkirakan bisa mencapai 6.300 ton.

Related

News 5706102623169302520

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item