Mengenal Poliandri, Ketika Satu Wanita Memiliki Banyak Suami (Bagian 2)


Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Mengenal Poliandri, Ketika Satu Wanita Memiliki Banyak Suami - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Berbeda dengan masyarakat Tibet, perkawinan kedua dan seterusnya yang dilakukan oleh perempuan Irigwe tidak dirancang oleh pihak orangtua. Ia bisa menentukan sendiri atau bersama pasangan pertamanya, terkait orang yang ingin ia nikahi berikutnya. 

Meski demikian, ayah si perempuan mesti memberikan restu pada perkawinan anaknya selanjutnya. Lebih lanjut, perempuan Irigwe yang berpoliandri bisa memutuskan perkawinan mana yang ingin ia hormati dan mana yang tidak.

Praktik kawin dengan banyak laki-laki juga dilakukan oleh masyarakat Bari di selatan Amerika, tepatnya di Venezuela. Dalam tulisan Laura A. Benedict berjudul “Polyandry Around The World”, disampaikan bahwa terminologi yang lebih tepat untuk merujuk praktik di Venezuela adalah polykoity. Istilah ini memiliki definisi seorang perempuan menikah dengan satu laki-laki, tetapi berhubungan badan juga dengan beberapa laki-laki lainnya dengan sepengetahuan si suami.

Orang-orang Bari mengenal partible paternity, yaitu keadaan seorang anak mengakui banyak ayah. Saat perempuan Bari mengandung, ia akan mengencani lebih dari satu laki-laki, dan suami pertamanya mengetahui hal ini. 

Begitu si bayi lahir, sang perempuan akan memberitahukan seluruh laki-laki yang berhubungan dengannya, dan pasangan kedua akan mengemban kewajiban-kewajiban khusus terkait anak yang dilahirkan sang perempuan. Keberadaan laki-laki kedua dianggap krusial dalam menyokong tingkat keselamatan si anak.

Pada abad 18-19, di Cina juga ditemukan praktik poliandri. Alasan dilakukannya perkawinan jenis ini adalah untuk mempertahankan keluarga. Pada masa itu, populasi di Cina telah melonjak. 

Semakin banyak penduduk berarti makin sulit mengakses kesejahteraan di sana. Kelaparan besar-besaran adalah hal yang jamak didapati. Dengan mengawini satu perempuan, biaya besar untuk menikah dan menghidupi keluarga mampu ditekan, karena dibagikan dengan laki-laki lainnya.

Apakah selamanya poliandri bermotif tradisi atau mendukung kesejahteraan keluarga? Tidak selalu.

Dalam masyarakat modern di Amerika Serikat, masih ada perempuan-perempuan yang mengidamkan hubungan poliandri. Di sana, perkawinan seorang perempuan dengan banyak laki-laki memang ilegal, tetapi hal ini tak meredam hasrat segelintir perempuan untuk berpoliandri. 

Berbeda dengan poliamori yang memungkinkan kedua belah pihak memiliki banyak pasangan, poliandri mengisyaratkan adanya relasi kuasa di mana perempuan berada di posisi lebih superior. Para laki-laki yang berhubungan dengan seorang perempuan poliandris mesti setia kepadanya. 

Sehubungan dengan relasi kuasa, hubungan poliandri juga dimungkinkan dengan adanya kecenderungan peran submisif yang dipilih oleh laki-laki tertentu, sehingga ia rela melihat pasangannya memiliki partner lain. 

Pada suatu titik, ada perempuan-perempuan poliandris yang mengasosiasikan dirinya dengan dewi-dewi yang dipuja. Keinginan untuk diakui atau bahkan ‘diagungkan’ seperti inilah yang melandasi hasrat mereka berpoliandri.

Meski memiliki hasrat seksual atau berelasi yang tak melulu dikatakan timpang dengan laki-laki, perempuan masih kerap mendapat stigmatisasi negatif begitu ia diketahui ingin berpoliandri. Sebutan pelacur atau perempuan murahan adalah hal yang nyaris jadi garansi, sekalinya ia ketahuan memiliki banyak pasangan. 

Maka tak heran, hasrat atau praktik poliandri terpendam jauh di bawah wacana arus utama, dan segelintir perempuan cuma bisa berangan punya lebih dari satu pasangan yang bisa mendukung mereka secara lahir batin. 

Related

Relationship 770627966102495454

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item