Bigorexia: Obsesi Bentuk Tubuh Ideal yang Jarang Dibicarakan Laki-laki


“Lima hingga 10 persen pengidap anoreksia di Italia—dan 10 persen penderita bulimia—adalah laki-laki,” ujar ahli diet Viviana Valtucci. 

Temuan Hudson dkk. yang dijelaskan dalam studi berjudul “Eating Disorders in Men: Underdiagnosed, Undertreated and Misunderstood” bahkan menunjukkan 25 persen penderita anoreksia dan bulimia adalah laki-laki. 

Kurangnya penelitian tentang gangguan makan di Indonesia membuat kita tidak bisa mengetahui angka pasti laki-laki yang mengalami masalah kejiwaan ini. “‘Binge eating’ tidak membedakan jenis kelamin. Lalu ada juga bigorexia, obsesi memiliki tubuh berotot yang pada umumnya menyerang laki-laki.”

Layaknya anoreksia, bigorexia berkaitan dengan gangguan dismorfik tubuh—obsesi yang berlebihan terhadap penampilan. Sementara penderita anoreksia memiliki kecenderungan menurunkan berat badan sampai kurus, pengidap bigorexia (dismorfia otot) kecanduan untuk membentuk otot karena merasa badannya kurang kekar. 

Pelayanan Kesehatan Nasional Inggris (NHS) menjelaskan, orang-orang yang mengidap gangguan dismorfik tubuh rentan depresi, menyiksa diri, dan bunuh diri.

Tren diet dan kebugaran menjual obsesi akan bentuk tubuh ideal. Tujuan pribadi yang tampak sehat tak jarang menyembunyikan aspirasi kecantikan atau ketampanan yang tidak realistis. Contoh kecilnya seperti mencapai persentase lemak tubuh tertentu. 

Lelaki yang mendambakan tubuh ideal biasanya akan diet paleo atau keto karena terlihat lebih “macho”, meskipun sebenarnya diet jenis ini tidak membawa manfaat dan dapat membahayakan kesehatan dalam jangka panjang—terutama bila digabung dengan steroid anabolik.

“Maskulinitas toksik menciptakan konsep tubuh ideal yang mustahil dicapai,” terang Giuseppe Magistrale, psikolog dari Centro Pugliese per i Disturbi Alimentari (Pusat Gangguan Makan Puglian) yang punya pengalaman pribadi dengan gangguan dismorfik tubuh.

Bagi Magistrale di masa lalu, komunitas binaraga dan angkat beban “memberikan semacam kekuatan dan perlindungan kepada saya. Saya membagi segalanya menjadi ‘tubuh yang bagus’ dan ‘tidak bagus’. Kami terobsesi dengan berat badan dan persentase lemak.”

Dia menceritakan, “pernah ada lelaki yang menulis begini di forum kebugaran, ‘Saya kayaknya baru mau ngajak cewek kencan kalau lenganku sudah mencapai 44 centimeter.’ Semuanya berputar di sekitar penampilan tubuh.”

Walaupun pengalamannya terdengar ekstrem bagi sebagian orang, Magistrale menyebutkan ada beberapa tanda yang dapat diperhatikan laki-laki sejak dini. 

“Pasti ada yang salah dengan diri saya jika komitmen mengubah bentuk tubuh mulai menyita seluruh waktu, atau saya mulai mengabaikan hubungan [dengan orang lain] dan mengembangkan perilaku kompulsif,” jelasnya. 

“Masalahnya bukan pada kebugaran itu sendiri, melainkan cara kita memandang latihan kebugaran sebagai solusi dari segala masalah. Saya berusaha menyingkirkan perasaan malu yang sebenarnya takkan pernah bisa hilang.”

Ditambah lagi lelaki cenderung ogah meminta bantuan. “Kalaupun pergi terapi, mereka melakukannya untuk masalah lain. Obsesi terhadap tubuh bugar baru muncul kemudian hari,” Magistrale melanjutkan. 

Valtucci mengamini bahwa lelaki tidak memiliki “panutan” untuk mencintai bentuk tubuh mereka secara apa adanya seperti perempuan. “Pada akhirnya, mereka [lelaki] menderita dalam diam. Bantuan sering kali baru datang dari ibu dan pasangan yang mengkhawatirkan keadaannya.”

Belum banyak lelaki yang menyebarkan pentingnya body positivity. Selebgram Riccardo Onorato, misalnya, mendorong laki-laki untuk lebih terbuka membicarakan masalah-masalah seperti pola makan, tubuh dan emosi, setelah menyadari konsep ini sangat relevan dengan dirinya. 

Onorato terinspirasi oleh beberapa blogger perempuan yang mengkampanyekan body positivity pada saat dia membuat blog fesyen laki-laki delapan tahun lalu. Ketika itu, dia kesulitan mencari pakaian dengan ukuran tubuhnya. 

“Saya ingin para laki-laki sadar kalau mereka tak perlu takut menunjukkan sisi lemahnya, dan meragukan tubuh atau diri sendiri. Itu takkan mengurangi kejantanannya,” tutur Onorato.

“Kita harus membongkar privilese dan diskriminasi terlebih dulu untuk mengakhiri budaya diet,” kata Onorato. “Kisah kesehatan dan kebugaran yang diikuti lelaki berasal dari serangkaian keyakinan yang meninggikan bentuk tubuh tertentu. Semua orang yang gagal memenuhi budaya ideal ini akan merasa tertindas.”

Related

Male 6965890489612816344

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item