Mengungkap Fakta-fakta Perbudakan Manusia di Abad Modern


Modern Slavery adalah sebuah situs berisi platform informasi visual interaktif, dirancang untuk memberi siapa pun wawasan tentang praktik industri multinasional yang melanggengkan perbudakan dalam bentuk modern. Platform ini dibuat oleh Dewan Hubungan Internasional (CFR). 

Situs tersebut juga dirancang menjadi sarana berbagi cerita bagi korban perbudakan modern. Selain itu, platform CFR tersebut menyediakan data, peta, hingga riset mendalam mengenai bukti masih terjadinya perbudakan manusia secara massif di abad 21. 

Tujuan pembuatan platform ini adalah menyoroti lingkup masalah dan meningkatkan kesadaran publik, bahwa ada 40,3 juta orang yang diperbudak di seluruh dunia. Sebanyak 1,95 juta orang di antaranya mengalami perbudakan riil di negara maju seperti Amerika Serikat.

“Situs interaktif macam ini adalah cara terbaik menggambarkan situasi korban perbudakan modern yang sebenarnya,” kata Eleanor Albert, ketua peneliti perbudakan modern di CFR saat diwawancarai.

Korban salah satunya adalah Jihyun. Dia lahir di Korea Utara, sampai akhirnya kabur ke perbatasan Cina bersama adik laki-lakinya yang desersi dari dinas militer. 

“Saat kami tiba di perbatasan, saya bertemu dengan seorang penyelundup manusia. Dia mengatakan saya harus membayar lebih mahal kalau mau adik saya ikut diselamatkan. Si calo itu akhirnya memaksa saya menikah dengan pria di Cina, atau dia akan memberitahu polisi dan memulangkan kami ke Korea Utara. Saya setuju menikah dengan pria tersebut.”

Sayangnya solusi pernikahan itu tidak seperti yang dibayangkan Jihyun. Adiknya dipulangkan ke Korea Utara. Sudah 17 tahun dia tidak mendengar kabar dari sang adik. “Saya tidak tahu dia selamat atau tidak.”

Penelitian CFR memberikan gambaran suram bagi kita semua tentang realitas perbudakan modern. 

“Pada 2014, PBB menemukan bukti konkret bila Korea Utara menjatuhkan hukuman penjara atau kamp kerja paksa kepada warga yang dituduh telah mengkhianati negara. Diperkirakan antara 80.000 sampai 120.000 tahanan bekerja di kamp pertambangan, pabrik, peternakan, dan penebangan kayu tanpa bayaran.”

Vicky berasal dari India, dan seperti jutaan orang lainnya di Negeri Sungai Gangga itu, dia menjadi budak akibat jeratan utang. Dia dipaksa bekerja oleh lintah darat, akibat utang yang diturunkan dari nenek lalu ke ibu. 

“Saya mulai bekerja pukul 5:30 atau 6:00 pagi. Saya harus mencuci pakaian, memotong sayuran, bersih-bersih, atau mencuci piring. Mereka membuat saya melakukan pekerjaan ini. Saya bekerja tanpa jadwal dan harus siap kapan pun mereka membutuhkan saya. Saya tidak mendapat gaji sama sekali,” katanya.

Situs visual interaktif Modern Slavery merupakan pemenang Emmy Award ke-9 setelah “Deforestation in the Amazon,” “The Time of the Kurds,” “The Eastern Congo,” “The Taliban,” “The Sunni-Shia Divide,” “The Emerging Arctic,” “Child Marriage,” dan “China’s Maritime Disputes."

Media mewawancarai ketua tim peneliti bidang perbudakan modern CFR, Eleanor Albert, yang terlibat pembuatan situs Modern Slavery untuk mengetahui lebih jauh apa saja yang dia harapkan bisa dipahami publik dari informasi temuannya.

Media: Dari kerja paksa di Korea Utara sampai perdagangan seks di AS, situs Modern Slavery menyatukan berbagai penelitian dan kesaksian mendalam para korban. Bagaimana tim kalian melakukannya?

Eleanor Albert: Setiap proyek memiliki periode yang berbeda, tapi saya meneliti sepanjang waktu untuk mendapatkan lebih banyak laporan. Perbudakan modern terjadi di mana-mana, jadi platform ini menggabungkan berbagai studi kasus yang menunjukkan unsur berbeda di berbagai daerah dan faktor probabilitas, karena menurut saya ini cara terbaik untuk menunjukkan bahwa perbudakan terjadi di mana saja.

Kami menata sebaik mungkin agar informasi bisa lebih masuk akal. Kami pun meringkas dan membaginya menjadi beberapa topik, isu dan studi kasus yang berbeda untuk menguraikannya. Kami ingin meningkatkan kesadaran orang tentang perbudakan modern dengan cara memberi informasi yang mudah diakses dan dipahami.

Apakah proyek ini didorong oleh krisis migrasi yang sedang santer dibicarakan berbagai negara tiga tahun terakhir?

Kami ingin menunjukkan bahwa dunia sudah jauh lebih transparan daripada dulu. Sekarang, semua orang bisa mengetahui jumlah manusia yang terpaksa kabur dari negaranya. Anda sekarang lebih sadar tentang migrasi dan perdagangan manusia karena bisa melihat langsung kejadiannya.

Berdasarkan penelitian ini, apa kesalahpahaman publik soal perbudakan modern?

Pertama, orang-orang mengira bahwa perbudakan modern hanya terjadi di negara berkembang. Itu tidak benar. Perbudakan adalah masalah global dan terjadi di mana saja. Kedua, orang mengira prostitusi adalah jenis perbudakan yang paling dominan. 

Sebenarnya, jenis perbudakan ini hanyalah sebagian kecil dari masalah. Apabila Anda melihat perkiraan terbaru yang dikeluarkan oleh International Labour Organisation dan Walk Free Foundation, mereka menunjukkan bahwa 50 persen orang menjadi budak karena perbudakan utang.

Ketiga, penelitian kami dan diskusi dengan pakar menunjukkan bahwa banyak orang sering mengira kalau korban perbudakan datang dari luar negeri. Perbudakan tidak selalu berhubungan dengan migrasi. 

Kenyataannya, pelaku perdagangan manusia bisa mempekerjakan siapa pun untuk menjadi budak. Korban bisa saja mereka yang kenal dengan pelaku perdagangan. Perbudakan bisa terjadi di tempat yang Anda kira bebas dari hal itu. Anda memercayai mereka, tetapi mereka malah merusak kepercayaan itu.

Korban yang diperbudak juga bisa laki-laki.

Apa yang bisa kita lakukan agar tidak mendukung perbudakan modern?

Sekarang ini, sudah banyak perusahaan yang terang-terangan menunjukkan bahwa bisnis mereka ramah lingkungan dan tidak ada unsur eksploitasi. Termasuk membuktikan pabrik rekanannya tidak memperbudak manusia. 

Seseorang yang termotivasi tidak mendukung perbudakan modern bisa mencari tahu sendiri dan membuat pilihan etis saat berbelanja, berdasarkan sumber produk yang dijual suatu perusahaan. Beberapa perusahaan global mencoba berbagai program mengetahui dari mana mereka mendapat bahan baku. Sayangnya inisiatif itu masih dalam tahap permulaan.

Menurut saya, langkah terbesar adalah mengakhiri pandangan kalau perbudakan sudah berakhir. Selama ini ketika kita bicara perbudakan, persoalan tersebut cenderung dibahas dalam konteks sejarah dan dihubungkan dengan perdagangan manusia abad ke-19. 

Kita perlu memahami kalau perbudakan masih terjadi, yaitu dengan mencari tahu sendiri dan menyebarkan informasi bahwa fenomena tragis itu terus berlangsung kepada orang lain. Ini bisa menjadi langkah awal bagi siapa saja yang ingin melakukan perubahan sosial yang riil.

Related

International 8184347082862508759

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item