Kota-kota Pesisir di Indonesia Akan Tenggelam Pada Tahun 2050


Tak ada orang tahu kapan kiamat terjadi, namun sedikitnya 2050 diprediksi bakal menjadi tahun bencana. Bila tidak ada langkah konkret dilakukan berbagai negara, suhu Bumi bisa meningkat 2 derajat celcius dibandingkan masa sebelum revolusi industri di abad 18. 

Belum cukup dengan hasil penelitian itu, sebuah studi baru-baru ini menyebutkan bahwa naiknya permukaan laut pada 2050 bakal mengancam 23 juta orang Indonesia yang tinggal di kawasan pesisir.

Sebuah studi yang dilakukan oleh lembaga Climate Central menyatakan 300 juta orang di seluruh dunia bakal terdampak banjir akibat naiknya permukaan laut dalam kurun tiga dekade mendatang. Indonesia, dan lima negara Asia lainnya, bakal terkena dampak paling signifikan, mengingat karakter geografis dan banyaknya orang yang tinggal di daerah pesisir laut.

"Tiongkok Daratan, Bangladesh, India, Vietnam, Indonesia dan Thailand adalah negara dengan penduduk terbanyak di daratan yang bakal terkena dampak naiknya level permukaan laut pada 2050," demikian bunyi laporan tersebut. "Penduduk di enam negara tersebut setara dengan 75 persen dari total 300 juta penduduk yang rentan."

Para peneliti dari Indonesia sepakat dengan hasil penelitian tersebut. Tri Nuke Pujiastuti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengaku sudah memproyeksikan permukaan air laut akan naik 25-50 cm pada 2050. 

Kemudian pada 2100 air laut akan menggenangi sebagian besar kota pesisir di Indonesia. Tak cuma membawa implikasi lingkungan, naiknya level permukaan laut bakal berdampak pada ekonomi dan sosial.

"Kenaikan permukaan laut global seperti itu dapat mengakibatkan peningkatan biaya untuk rehabilitasi dan migrasi paksa, sehingga ada kebutuhan mendesak untuk mengatasi dampak kenaikan permukaan laut dan penurunan tanah," kata Pujiastuti.

Sebelumnya, sebuah studi yang dilakukan berdasarkan Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) milik lembaga antariksa AS NASA menyebutkan ‘hanya’ 79 juta orang yang bakal terkena dampak naiknya permukaan laut. 

Climate Central kemudian mengoreksi hasil penelitian sebelumnya menggunakan CoastalDEM, sebuah sistem machine learning yang mengoreksi kesalahan sistematik SRTM. Berdasarkan temuan itu, air laut bisa naik antara 0.6 hingga 2.1 meter dalam beberapa dekade mendatang. Tak pelak, Indonesia yang memiliki 17.504 pulau bakal terdampak.

Bahkan sebelum hasil penemuan Climate Central itu dirilis ke publik, Jakarta sudah lebih dulu menghadapi risiko sebagai kota yang diprediksi bakal menjadi yang paling cepat tenggelam. Jakarta sejak lama oleh ilmuwan diyakini akan tenggelam. Namun prosesnya ternyata lebih cepat dari perkiraan awal.

Pemprov DKI Jakarta menggelontorkan lebih dari Rp135 triliun untuk membangun tanggul laut raksasa di pesisir utara. Namun tanggul hanya solusi jangka pendek. Permukaan tanah megapolis dihuni 10 juta jiwa ini di beberapa wilayah sudah amblas hingga tiga meter selama satu dekade terakhir.

Bahkan, di beberapa wilayah terburuk, anjloknya permukaan tanah mencapai 5 meter kurang dari lima tahun. Salah satu penyebab tenggelamnya Jakarta adalah kebiasaan warga menggali air tanah untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Akhirnya, simpanan aquifer bawah tanah tergerus, membuat permukaan Jakarta yang aslinya dulu rawa-rawa tambah keropos, dan terancam amblas dalam hitungan dekade.

Upaya mencari solusi jangka panjang untuk masalah Jakarta memang tidak mudah. Perencana tata kota, politikus, dan warga belum pernah mencapai kata sepakat. Satu solusi yang paling masuk akal adalah merelokasi minimal separuh jumlah penduduk saat ini ke tempat lain.

Pada 2014, sesaat setelah Joko Widodo menjabat presiden, pemerintah menggodok proyek ambisius National Capital Integrated Coastal Development (NCICD). Program pembangunan ini meliputi giant sea wall, yang diperkirakan menelan dana Rp500 triliun. 

Tujuan utama adanya pembangunan pulau-pulau serta tanggul laut raksasa itu sebagai upaya menghindarkan Jakarta dari kiamat yang datang lebih cepat. Sayangnya proyek ini masih menjadi perdebatan dan tak kunjung ditemukan titik terang.

Pujiastuti juga bilang bahwa saat ini pemerintah hanya melakukan pendekatan berbasis ketahanan dan kerentanan. Seharusnya, kata Pujiastuti, ada upaya jangka pendek, menengah, dan panjang untuk mencegah dan mengendalikan.

"Sebab selama ini ada pro dan kontra untuk pengembangan infrastruktur keras seperti tanggul laut raksasa di Jakarta," kata Pujiastuti.

Alih-alih menemukan jalan keluar dari permasalahan proyek tanggul raksasa Jakarta, pemerintah justru mantap untuk memindahkan ibu kota ke Kalimantan Timur, antara Kabupaten Kutai Kertanegara dan Penajam Paser Utara. Sayangnya, berdasarkan penelitian Climate Central tersebut, Kalimantan Timur juga tak bakal lolos dari terjangan banjir rob.

Lantas bagaimana solusinya supaya manusia tak harus hidup di tengah banjir rob? Tak ada cara selain mengurangi emisi karbon global.

Jika manusia bisa memotong jejak karbon sebanyak 20 persen, seperti target dalam Paris Agreement, efek permanen dari naiknya tinggi permukaan laut bakal bisa direduksi. Jika tidak, pada abad 22 mungkin peta dunia tak lagi berbentuk sama seperti sekarang.

Related

Indonesia 2817055469492323673

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item