Mengapa Film-film yang Diadaptasi dari Video Game Sering Gagal? (Bagian 2)


Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Mengapa Film-film yang Diadaptasi dari Video Game Sering Gagal? - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Pada 2016, Peter Suderman dari Vox menilai bahwa kegagalan film-film adaptasi itu bermula dari kesalahpahaman mendasar tentang perbedaan kinerja video gim dan film. Menurutnya, gim adalah sebuah semesta dan sistem yang memberikan kesempatan dan eksplorasi para pemain. Dengan kata lain, interaktif. Sedangkan film berpijak pada karakter dan cerita di mana pengalaman penonton sepenuhnya dipandu oleh pembuat film.

“Film yang diadaptasi dari video gim gagal biasanya karena para pembuat film terlalu banyak menaruh perhatian pada semesta dan sistem yang dicintai para penggemar gim, dengan mengorbankan karakter dan isi cerita,” tutur Suderman.

Pendapat Suderman ada benarnya, tapi menurut Paul Tassi dari Forbes persoalannya ternyata tidak sederhana itu. Tassi, yang penggemar video gim dan film, setidaknya mempunyai dua alasan mengapa film-film adaptasi video gim mengalami kegagalan.

Pertama, video gim yang paling sering diadaptasi ke film biasanya merupakan video gim bergenre laga yang tidak menonjolkan kompleksitas cerita. Dalam gim Tomb Raider, misalnya, para pemain bisa menghabiskan sebagian besar waktu untuk saling pukul dengan AI atau untuk memecahkan teka-teki. Sementara itu, durasi waktu yang digunakan pemain untuk memahami cerita tak seberapa.

Hasilnya, Tomb Raider lebih menonjolkan gameplay daripada cerita. Kemudian, saat gim tersebut diangkat ke layar lebar dan pembuat film lebih sibuk menggodok semesta dan sistem gim Tomb Raider di dalam film, film itu tentu saja tak akan ada isinya.

Yang kedua: video gim yang mempunyai cerita bagus tak perlu diangkat ke layar lebar. Mengapa?

Gim-gim seperti The Last of Us, Uncharted, Mass Effect, dan sejenisnya sudah mempunyai cerita seperti sebuah film, yang disajikan secara interaktif. Para pengembang gim-gim itu bahkan berani menghabiskan jutaan dolar untuk mengontrak pembuat naskah dan aktor agar cerita dalam gim itu mampu menyentuh emosi para pemainnya. Kalau gim-gim itu dipaksa diadaptasi ke film, kata Tossi, “film itu justru berpotensi merusak cerita yang sudah ada.”

Di sisi lain Washington Post juga pernah menulis: “Salah satu hal yang paling sulit dalam mengadaptasi video gim ke film adalah memilih keseimbangan cerita yang paling tepat.”

Pada 2016, Duncan Jones mengadaptasi Warcaft, salah satu gim paling legendaris di PC. Film yang dibuat dengan anggaran sebesar 160 juta dolar AS itu sukses meraih pendapatan 433,7 juta AS. Namun, kesuksesan komersial itu ternyata hanya karena nama besar Warcraft, bukan karena kualitas filmnya.

Warcraft, selain hanya mendapatkan skor 28% dari Rotten Tomatoes, dihajar kritikus film secara bertubi-tubi. Salah satu kritik paling keras datang dari Stephanie Merrie, kritikus film Washington Post. Warcraft, kata Merrie, “adalah sebuah kekacauan yang menguras energi dan pikiran.”

Kritik Merrie itu kira-kira begini: Bagaimana bisa Duncan Jones menjejalkan semua “kekayaan cerita” yang terdapat di gim ke dalam film yang hanya berdurasi selama dua jam? Mengapa tidak ada cerita baru di dalam film itu?

Orisinalitas

Berbeda dengan film-film yang diadaptasi dari video gim, film-film seperti Ready Player One, Jumanji, Tron, Wreck It Raph, dan lain-lain tidak terikat dengan cerita spesifik dalam video gim, melainkan hanya menggunakan konsep dalam video gim.

Soal orisinalitas dalam film-film itu, Keza MacDonald menulis di Guardian:

“Wreck-It Ralph mempertanyakan apa yang akan terjadi dengan karakter terkenal dalam video gim jika, seperti selebritis nyata, mereka punya kehidupan pribadi di luar persona publik mereka. Tron, Jumanji, dan Ready Player One membayangkan seperti apa rasanya tersedot ke dunia virtual. Dan di dalam Scott Pilgrim vs the World, gim hanya dianggap sebagai latar belakang suatu budaya.”

Lantas, apakah kualitas film-film adaptasi dari video gim masih bisa diselamatkan?

Belum ada yang tahu, tentu. Yang jelas, dalam "Fuck You All", Uwe Boll, yang kini lebih sukses dengan bisnis restoran, menyampaikan pesan menarik untuk orang-orang yang membencinya.

“Anda sekarang aman karena tidak akan ada lagi film adaptasi video gim karya Uwe Boll. Nikmatilah film-film yang jauh lebih baik, seperti Silent Hill 2, Prince of Persia, Resident Evil 1,2,3, dan empat, dan Warfcraft."

Related

Entertainment 3913590120404664292

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item