Kisah Ngeri di Balik Kiamat Nuklir yang Tak Jadi Datang (Bagian 2)


Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kisah Ngeri di Balik Kiamat Nuklir yang Tak Jadi Datang - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Supervisor shift malam menelepon kantor, yang diterima oleh petugas jaga shift pagi di HI-EMA, dan berpura-pura menjadi US Pacific Command (Komando Militer AS yang punya kapasitas memberi peringatan akan adanya ancaman rudal balistik). Ia kemudian memutar pesan rekaman, yang dimulai dengan “exercise, exercise, exercise”—latihan, latihan, latihan. 

Namun, pesan utama yang ia gunakan berbeda dengan pesan yang digunakan dalam latihan-latihan rutin sebelumnya. Sebelum ini, HI-EMA telah melakukan 26 kali latihan yang sama.

Malah, dalam pesan yang digunakan terdapat kalimat “Ini bukan latihan” yang biasanya digunakan dalam pesan resmi. Setelah itu, pesan diakhiri kembali dengan penutup, “exercise, exercise, exercise.”

Sayangnya, seperti dilaporkan FCC, petugas jaga pagi yang punya kendali mengumumkan perintah evakuasi tak mendengar kata “exercise, exercise, exercise” tersebut. Yang terdengar jelas di kepalanya justru, “Ini bukan latihan.”

Maka, ketika ia yakin bahwa yang didengarnya bukan latihan, ia langsung menuju menu peringatan langsung di mejanya. Seketika, muncul peringatan terakhir. 

“Are you sure that you want to send this alert?” (Apakah Anda yakin ingin mengirim peringatan ini?)

Pukul 08.07, petugas shift pagi itu, yang namanya tak dibuka ke publik, meng-klik pilihan, “Yes.”

Baru pada 08.45, HI-EMA berhasil memberikan pengumuman revisi, bahwa alarm rudal balistik 38 menit sebelumnya adalah kesalahan. “False Alarm. There is no missile threat or danger to the State of Hawaii.”

Semua mata kemudian menuju petugas jaga pagi tadi. Sebut saja laki-laki ini sebagai “Donald”, tentu bukan nama sebenarnya. 

Masalahnya, selain dia, lima orang petugas jaga di ruangan yang sama mendengar kata “exercise, exercise, exercise” di telepon dari supervisor jaga malam yang memulai latihan. Hanya Donald yang mengira telepon penanda rudal balistik itu sungguhan. 

“Sesaat setelahnya, kami mengetahui bahwa ini adalah latihan. Aku merasa hancur,” ucap Donald dalam wawancaranya dengan Associated Press, dikutip dari The Guardian. “Aku masih merasa tidak enak gara-gara hal ini. Aku merasa sakit. Rasanya seperti tubuhmu dipukuli berkali-kali.”

Beberapa minggu terakhir menjadi neraka baginya. Ia susah makan, susah tidur. Tak hanya itu, ia mendapat berbagai ancaman dari orang-orang tak dikenal. “Ini seperti neraka.”

Akhir Januari 2018, usai laporan FCC dipublikasikan, Donald langsung dipecat dari posisinya di HI-EMA. Kesaksian teman-temannya memberatkannya. Selain Donald, kepala HI-EMA, Vern Miyagi, mengundurkan diri dari posisinya. Satu petugas jaga lain juga mundur, sementara satu lainnya diberi sanksi.

Berdasarkan kesaksian rekan kerjanya di laporan FCC, ini bukan pertama kalinya Donald tak bisa membedakan peringatan latihan dan kenyataan. Sebelumnya, Donald pernah memberi peringatan soal kebakaran dan tsunami.

“Pegawai ini sudah berada di sini selama lebih dari 10 tahun. Dan selama 10 tahun tersebut, ada indikasi bahwa ia punya masalah dalam performanya. Dalam 10 tahun tersebut, ia kebingungan membedakan latihan dan kenyataan, setidaknya dua kali,” tulis laporan FCC.

Sementara itu, kuasa hukum Donald, Michael Green, mengatakan bahwa kliennya hanya menjadi kambing hitam.

“Ini parah sekali. Mereka menyalahkannya karena harus ada yang bertanggung jawab soal ini. Dia tidak pernah memencet tombol yang salah. Dia hanya melakukan apa yang dilatihkan kepadanya,” ucap Green, dikutip dari Hawaii News Now.

Namun, di balik semua kekacauan itu, satu pertanyaan muncul: mengapa, apabila benar Donald sudah dua kali tidak bisa membedakan keadaan realita dan latihan, ia masih berada di posisi yang sedemikian penting tersebut?

Gene Park, editor Washington Post yang tinggal di Hawaii, menuding ketidakpedulian pemerintah lokal pada reformasi birokrasi dan akuntabilitas kerja sebagai biang keroknya. 

“Seperti yang sering kami katakan di pulau ini, ‘E komo mai to Hawaii.’ Selamat datang di Hawaii.”

Related

History 4076590587664812372

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item