3 Tips Mengelola Keuangan Pribadi agar Uang Tak Cepat Habis


Karena jebakan mental accounting, makna uang Rp 1 juta bisa sama sekali berlainan dalam pikiran kita, tergantung dari mana datangnya uang tersebut, dan untuk apa uang itu akan kita gunakan.

Sesungguhnya, mental accounting tidak selamnya negatif dan menjebak perilaku keuangan kita secara tidak menguntungkan. Jika kita cerdik, sebenarnya kita bisa memanfaatkan kekuatan mental accounting demi manfaat positif bagi pengelolaan keuangan personal kita.

Bertikut tiga langkah praktikal yang bisa kita lakukan untuk memanfaatkan mental accounting demi keuntungan finansial kita.

Susun Personal Budgeting

Salah satu tips yang acap diberikan para financial planners (ahli perencana keuangan personal) adalah agar kita selalu menyusun budgeting penggunaan uang gaji kita sejak awal bulan. Misal sekian persen untuk biaya hidup, sekian untuk cicilan KPR, sekian lagi untuk dana investasi, sekian untuk dana sosial, dan sekian lagi untuk biaya tidak terduga.

Sejak awal kita telah membangun mental accounting dalam pikiran kita, uang ini harus digunakan sesuai dengan kategorinya. Dengan cara ini, pengeluaran impulsif yang boros dan konsumtif bisa dicegah sejak awal, sebab dalam mental pikiran kita, semua pengeluaran sudah ada budget-nya masing-masing.

Melalui tips budgeting yang memanfaatkan trik mental accounting, maka sejak awal setiap bulan, pikiran kita dilatih dan didorong untuk fokus pada pengeluaran yang produktif dan bijak. Dan bukan lagi pengeluaran sembarangan tanpa budget yang acap membuat kita jadi boros dan defisit.

Penyusunan personal budgeting yang rapi setiap awal bulan juga membuat kita terhindar dari jebakan mental accounting negatif yang juga sering terjadi. Yakni kita cenderung terlalu boros saat tanggal muda. Kenapa kita cenderung lebih royal dan konsumtif saat tanggal muda? Ini juga karena pengaruh mental accounting.

Saat tanggal muda, dalam mental pikiran kita tercipta kesan kita masih punya uang berlimpah, sehingga jadi seperti “tanpa beban” saat harus melakukan pengeluaran banyak pada tanggal-tanggal muda.

Uang dengan jumlah yang sama persis, misal Rp 1 juta, bisa amat berbeda maknanya dalam pikiran kita saat tanggal muda, dibanding saat tanggal tua. Kita bisa lebih royal membelanjakan uang Rp 1 juta saat tanggal muda, dibanding saat tanggal tua. Sebaliknya, uang Rp 1 juta akan kita perlakukan dengan jauh lebih cermat dan hati-hati saat tanggal tua.

Sikap lebih konsumtif dan lebih royal pas tanggal muda akan bisa diatasi, jika kita menerapkan sistem personal budgeting yang rapi dan solid. Sebab dengan budgeting, kita diajak untuk lebih disiplin dalam pola pengeluaran yang akan kita lakukan.

Solusi Biaya Gaya Hidup yang Mahal

Sejumlah orang kadang jadi sangat boros karena selalu ingin memiliki gaya hidup yang keren (entah memakai hape terbaru dengan harga mahal, meski gaji tak seberapa; atau belanja tiap 2 hari sekali).

Bagaimana cara menurunkan biaya hidup yang mahal dan boros tersebut?

Di sini sejatinya kita bisa memanfaatkan trik mental accounting. Di atas, sudah disebutkan salah satu caranya melalui tips membuat personal budgeting.

Kita juga bisa kembali ke langkah serupa. Artinya, sejak awal kita sudah menyusun budget untuk kategori biaya gaya hidup, namun jumlah alokasi dananya sengaja kita buat dengan angka yang secukupnya saja (misal persentasenya hanya 5% dari total penghasilan). Sebaliknya, persentase dana untuk kategori lainnya yang lebih produktif, misal untuk dana investasi, atau dana pendidikan, harus jauh lebih besar.

Membuat budget untuk kategori dana gaya hidup sejak awal, membuat kita merasa punya budget biaya gaya hidup, namun jumlahnya sudah dibatasi pada angka yang reasonable dan tidak terlalu boros.

Dengan cara semacam itu, mental accounting yang pelan-pelan terbangun dalam pikiran kita adalah memperlakukan dana dalam kategori dana gaya hidup ini dengan lebih hati-hati, sebab memang jumlahnya tidak terlalu banyak.

Mengubah Pola Konsumsi

Salah satu bentuk jebakan mental accounting yang sering terjadi adalah kita cenderung menganggap uang bonus, THR, atau hadiah uang sebagai “rezeki ekstra”, sehingga akan lebih royal membelanjakan uang dengan tanpa beban.

Misalnya setiap selesai minggu pembagian THR dilakukan, maka banyak counter hape dan sepeda motor yang ramai dikunjungi pembeli. Semua konsumen ini pasti baru saja menerima THR, dan lalu dengan cukup royal belanja aneka barang yang konsumtif dan cukup mahal harganya. Padahal dalam kebanyakan kasus, barang yang dibeli cenderung bersifat konsumtif belaka, dan kurang berdampak produktif.

Sesungguhnya, dalam kasus seperti di atas, trik mental accounting bisa juga digunakan, namun diubah jadi bersifat positif.

Caranya seperti ini: setiap kali kita menerima uang bonus atau THR, mental accounting yang harus dimunculkan dalam pikiran kita adalah uang tambahan ini merupakan dana produktif (bukan “free money”), dan karena itu harus digunakan untuk keperluan yang produktif. 

Misal dibelikan instrumen investasi yang berpotensi menguntungkan, atau ditabung untuk modal usaha sampingan; atau dibelanjakan untuk aneka kursus pengembangan diri.

Dengan kata lain, dalam mental pikiran kita harus selalu ditanamkan mindset bahwa setiap uang bonus atau THR yang kita terima, harus segera dimasukkan dalam kategori “dana produktif”, dan hanya bisa digunakan untuk pengeluaran yang produktif pula. 

Demikianlah, setiap kali kita menerima bonus,THR, hadiah uang, income tambahan, atau rezeki ekstra, maka secara mental pikiran semuanya langsung kita anggap sebagai dana produktif. Bukan free money yang boleh kita belanjakan secara royal untuk aneka keinginan yang konsumtif.

Related

Money 3579582911241199043

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item