8 Mitos dan Fakta soal TikTok di Dunia, Menurut TikTok
https://www.naviri.org/2023/10/8-mitos-dan-fakta-soal-tiktok-di-dunia.html
TikTok merupakan salah satu platform media sosial yang mengalami pertumbuhan sangat cepat, karena menawarkan fitur-fitur yang memungkinkan setiap penggunanya dapat membuat video singkat dengan musik, filter, dan beberapa animasi lainnya.
Selain dianggap sebagai platform hiburan, TikTok juga digunakan oleh banyak orang untuk tujuan pendidikan, khususnya di bidang bahasa dan seni. Data menyebutkan jika Tiktok memiliki tingkat keterlibatan yang jauh lebih tinggi daripada Instagram, Snapchat, atau Facebook. Pada Januari 2020, sekitar 34 persen pengguna aktif memposting rata-rata satu konten per hari.
Di Indonesia saat ini ternyata tersebar masif misinformasi dan disinformasi seputar TikTok, sehingga perusahaan membuat laman khusus untuk mengklarifikasi dan meluruskan berbagai pemahaman yang tidak akurat.
Dikutip dari laman Newsroom.tiktok.com, berikut fakta-fakta dan mitos seputar TikTok:
1. Mitos: Project S ada di Indonesia.
Fakta: Project S tidak pernah ada di Indonesia dan tidak ada rencana untuk memiliki Project S di Indonesia. Pihak TikTok menyatakan tidak memiliki bisnis lintas batas dan 100 persen penjual di TikTok Shop memiliki entitas bisnis lokal yang terdaftar dengan nomor induk berusaha (NIB) atau pengusaha mikro lokal dengan verifikasi KTP/paspor.
2. Mitos: Amerika Serikat, India, dan Inggris melarang TikTok menjalankan platform media sosial dan e-commerce di dalam satu platform.
Fakta: TikTok Shop diluncurkan di Amerika Serikat pada 12 September 2023 dan dioperasikan di dalam satu platform dengan TikTok. Di India, TikTok sudah tidak beroperasi di negara tersebut sejak 2020 dan TikTok Shop tidak pernah diluncurkan di India. Di Inggris, TikTok Shop dan TikTok dijalankan di dalam satu platform.
3. Mitos: Di Tiongkok, TikTok memisahkan platform media sosial dan e-commerce.
Fakta: TikTok tidak beroperasi di Tiongkok.
4. Mitos: TikTok Shop memiliki sistem logistik dan pembayaran di Indonesia, sehingga melakukan praktik monopoli bisnis.
Fakta: Saat ini, TikTok tidak memiliki sistem pembayaran dan logistiknya di Indonesia.
"Untuk logistik, kami bermitra dengan layanan penyedia jasa logistik seperti J&T, NinjaVan, JNE, dan SiCepat untuk mendukung operasional kami. Untuk sistem pembayaran, kami menerima segala jenis metode pembayaran, termasuk kartu debit/kredit, dompet digital, transfer bank, dan metode pembayaran tunai."
5. Mitos: TikTok tidak memiliki izin operasional e-commerce di Indonesia.
Fakta: TikTok telah memperoleh Surat Izin Usaha Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing Bidang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (SIUP3A Bidang PMSE) dari Kementerian Perdagangan, sebagaimana dimandatkan dalam peraturan perundang-undangan.
6. Mitos: Algoritma TikTok dapat berpihak pada produk-produk dari negara-negara tertentu.
Fakta: TikTok tidak mengumpulkan atau menyimpan data asal produk, sehingga TikTok tidak memiliki kemampuan untuk memiliki keberpihakan atau memberikan batasan pada produk-produk yang berasal dari lokasi atau negara tertentu.
7. Mitos: TikTok melakukan praktik predatory pricing yang merugikan UMKM lokal.
Fakta: Sebagai platform, TikTok tidak dapat menentukan harga produk. Penjual dapat menjual produknya dengan tingkat harga yang mereka tentukan sesuai dengan strategi bisnis mereka masing-masing. Produk yang sama yang dapat ditemukan di TikTok Shop dan platform e-commerce lain memiliki tingkat harga yang serupa.
8. Mitos: TikTok memproduksi produknya sendiri, dan kemudian mempromosikannya di Indonesia.
Fakta: TikTok tidak memproduksi produknya sendiri di dalam platformnya. Kami tidak berniat untuk menjadi peritel atau wholesaler yang akan berkompetisi dengan para penjual di Indonesia.