Media-media Asing Soroti Dinasti Politik Jokowi (Bagian 2)
https://www.naviri.org/2024/09/media-media-asing-soroti-dinasti_01372660668.html
Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Media-media Asing Soroti Dinasti Politik Jokowi - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.
The Conversation menyoroti kemunduran demokrasi di Indonesia
The Conversation pun ikut menyoroti kemunduran demokrasi selama sepuluh tahun Indonesia di tangan Jokowi. Hal itu ditandai dengan pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga MK. Padahal kedua lembaga pengawas utama pemerintah itu adalah untuk mewujudkan demokratisasi di Indonesia setelah jatuhnya kepemimpinan Suharto pada 1998.
Hal itu diulas dalam artikel berjudul "Jokowi wants to build a political dynasty in Indonesia. A once-pliant court and angry public are standing in the way" yang terbit pada 27 Agustus 2024.
Meskipun demikian, popularitas Jokowi tetap berada di atas 70 persen. Dalam beberapa tahun terakhir, para pendukungnya bahkan mengusulkan amandemen konstitusi agar dia bisa mencalonkan diri untuk masa jabatan ketiga. Meskipun hal ini tidak membuahkan hasil, Jokowi tetap bertekad untuk mempertahankan kekuasaan dan pengaruhnya setelah ia meninggalkan jabatannya.
“Hal ini menyebabkan terbentuknya aliansi baru dengan mantan saingannya dan presiden yang akan datang, Prabowo Subianto, dan upaya untuk menciptakan dinasti politik keluarga dengan membantu putra-putranya memenangkan jabatan,” tulis The Conversation dalam artikel tersebut.
The Strait Times terus soroti soal dinasti politik Jokowi
The Strait Times adalah salah satu media yang rajin memberitakan Jokowi perihal upaya dinasti politiknya. Media tersebut bahkan sudah memprediksi hal itu sejak menerbitkan artikel "Indonesia may have a new political dynasty with Jokowi's family" pada 8 Desember 2020.
Dalam artikel berjudul "The making of Jokowi’s dynasty with 3 ‘political heirs" yang diterbitkan pada 27 Agustus 2023 misalnya, Strait Times memuat tulisan opini Johannes Nugroho yang menyoroti tiga anggota keluarga Jokowi yang diprediksi maju dalam pemilu.
Pada waktu itu, Kaesang Pangarep juga sempat diprediksi akan maju selain Gibran Rakabuming dan menantu Jokowi, Bobby Nasution yang sudah lebih dulu terjun ke pemilu.
The Strait Times terus mengikuti langkah demi langkah keluarga Jokowi dalam tahun politik 2024 dan memberitakannya secara teratur. Pada 27 Agustus 2024, media itu juga memberitakan analis politik Djayadi Hanan yang menyebut ambisi Jokowi untuk menciptakan dinasti politik kandas sebelum dimulai dalam kasus Kaesang.
Hal itu terjadi usai DPR menyetujui Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang pencalonan kepala daerah sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam ketentuan itu, MK menegaskan bahwa syarat usia calon kepala daerah dihitung sejak penetapan yang bersangkutan sebagai calon kepala daerah oleh KPU.
Media itu menyoroti pula tentang aksi unjuk rasa yang dipimpin mahasiswa. Artikel itu menyebut bahwa langkah Jokowi untuk memasukkan putra bungsunya dalam pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) memancing kemarahan publik, sehingga dapat menghilangkan kepercayaan masyarakat kepada presiden.
Jokowi digugat ke PTUN Jakarta soal dinasti politik dan nepotisme
Presiden Jokowi digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta oleh Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) terkait dinasti politik dan nepotisme. Berkas gugatan sudah teregister PTUN Jakarta dengan nomor perkara 11/G/TF/2024/PTUN.JKT pada 12 Januari 2024.
Koordinator TPDI Petrus Selestinus mengatakan pihak tergugat tidak hanya Jokowi. Pihak lain yang ikut digugat adalah Anwar Usman, Gibran Rakabuming Raka, Mohammad Boby Afif Nasution, Prabowo Subianto dan KPU RI.
"Dan Mahkamah Konstitusi, Saldi Isra, Arief Hidayat, Ibu Iriana, Kaesang Pangarep dan Tempodotco Podcast Bocor Alus Politik sebagai turut tergugat, agar semuanya bisa terungkap secara jelas dan terang benderang," ujar Petrus dalam keterangannya, dikutip Selasa (16/1/2024).
Petrus mengatakan, gugatan itu terkait dengan dinasti politik dan nepotisme terhadap putusan mantan Ketua MK, Anwar Usman, yang mengizinkan warga yang belum berusia 40 tahun untuk mencalonkan diri sebagai calon presiden dan wakil presiden, asalkan pernah atau masih menjabat kepala daerah.
"(Gugatan terkait) dinasti politik dan nepotisme sebagai perbuatan melanggar hukum," kata dia.
Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, mengatakan Kementerian Sekretariat Negara belum menerima salinan gugatan dari PTUN Jakarta yang diajukan oleh TPDI.
“Sampai saat ini, Kementerian Sekretariat Negara belum menerima salinan gugatannya. Jadi belum bisa mengomentari lebih lanjut mengenai substansi gugatan tersebut," ujar Ari kepada wartawan.
Ari mengatakan, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada PTUN Jakarta untuk menilai gugatan tersebut. “Kita serahkan saja ke PTUN untuk menilai apakah ini murni gugatan Tata Usaha Negara, atau gugatan yang bermuatan politis menjelang Pemilu 2024," kata dia.