Kisah-kisah Tragis PRT di Tengah Corona: Dipecat Tanpa Pesangon, Kehabisan Uang, Bingung Bayar Tagihan, hingga Terlilit Utang (Bagian 2)

Kisah-kisah Tragis PRT di Tengah Corona: Dipecat Tanpa Pesangon, Kehabisan Uang, Bingung Bayar Tagihan, hingga Terlilit Utang, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kisah-kisah Tragis PRT di Tengah Corona: Dipecat Tanpa Pesangon, Kehabisan Uang, Bingung Bayar Tagihan, hingga Terlilit Utang - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Rustinah: PRT gampang sekali dipecat, kami tidak bisa apa-apa

Rustinah dipecat sejak Maret lalu. Ia merasa sedih dan kecewa karena dapat dengan mudah dipecat tanpa bisa menuntut hak-haknya sebagai pekerja.

"Ibu bilang, mbak tidak usah telepon atau kasih kabar saya. Nanti tunggu kabar dari saya. Saya panggil lagi atau tidak, nanti saya kabari lagi," kata Rustinah.

Tidak ada kontrak kerja antara Rustinah dan majikannya, dan juga dialami oleh banyak PRT lainnya.

Kesepakatan tercipta hanya dari ucapan. Artinya, tidak ada perjanjian tertulis antar kedua pihak, jika salah satu pihak melakukan pelanggaran kerja.

"Kami itu seperti tidak dianggap, dipekerjakan lewat ucapan dan dipecat dengan ucapan," katanya.

Rustinah dan keluarga memenuhi kebutuhan hidup dari bantuan sanak saudara dan pemerintah.

"Tapi tetap saya harus berutang ke saudara saya. Cicilan motor nunggak dua bulan, bayar listrik, buat makan dan kebutuhan sehari-hari.

"Dapat sih bantuan dari pemerintah, tapi mau masak, kan beli gas? Pakai listrik, beli air, dan lainnya," tambahnya.

RUU Perlindungan PRT mangkrak?

Keluhan para PRT itu berujung pada satu akar permasalahan, yaitu belum disahkannya RUU Perlindungan PRT (PPRT) hingga saat ini, hampir sekitar 15 tahun mangkrak.

Dengan disahkannya RUU tersebut, PRT akan mendapatkan perlindungan dan dianggap sebagai pekerja yang haknya dilindungi oleh UU.

"Perbudakan saja ada aturannya. Ini PRT tidak ada. Jadi menurut saya, RUU itu harus segera disahkan," kata pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Gajah Mada, Tadjudin Nur Effendi.

Apalagi, berdasarkan data dari Organisasi Buruh Internasional (ILO), jumlah PRT di Indonesia pada tahun 2015 sekitar 4 juta orang, meningkat dari tahun 2008 sebesar 2,6 juta.

Dari jumlah tersebut, pada tahun 2015, terdapat 3,35 juta PRT tidak menginap, dan 683 ribu PRT yang menginap di rumah majikan.

Lima daerah terbesar asal PRT yaitu Jawa Barat dengan 859 ribu orang, Jawa Timur 779 ribu orang, Jawa Tengah dengan 630 ribu, Jakarta 481 ribu, dan Banten dengan 244 ribu orang

Perlindungan PRT diatur dalam Peraturan Menteri

Pelaksana tugas Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Kementerian Ketenagakerjaan, Aris Wahyudi, menyebut terdapat aturan hukum yang melindungi para PRT, yang tercantum dalam Peraturan Menteri (Permen) Ketenagakerjaan RI Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.

"Mengatur perlindungan PRT termasuk juga perusahan agensi. Namun demikian, masih ada perbedaan persepsi apakah rumah tangga [PRT] masuk kategori tempat kerja atau tidak, sehingga pengawasannya kini diserahkan kepada lingkungan.

"Artinya, jika ada [PHK] sepihak, ini tantangan kita untuk melaporkan kepada aparat setempat. Pengawasannya dalam Permen itu yang dimintakan tolong ke lingkungan setempat, RT, RW sampai aparat, lembaga penyalur, dan dinas ketenagakerjaan kabupaten, kota dan provinsi," kata Aris.

Disinggung tentang RUU PPRT, Aris menambahkan, perlunya diperhitungan pengaruh sosial kultural di Indonesia tentang PRT.

"PRT kita yang sebelumnya bahasanya menolong, membantu, sanak saudara, terus jadi harus menyediakan tempat, upah, seperti di luar negeri. Secara pribadi, kita belum sampai ke sana. Jadi ke depan, kita membuat sesuatu yang ujungnya perlindungan PRT, dan juga memperhatikan perlindungan bagi rumah tangga," kata Aris.

Kemenaker: Kami belum dapat data dan laporan

Kementerian Ketenagakerjaan, lanjut Aris, hingga kini belum mendapatkan data dan informasi terkait pemecatan sepihak rumah tangga kepada PRT tersebut.

"Kita harapkan berbagai lapisan masyarakat ketika ada masalah ketenagakerjaan itu ya mbok pada melapor, sehingga pemerintah bisa hadir memfasilitasi.

"Jadi PHK sepihak itu apakah betul karena dampak Covid, karena majikan tidak mampu membayar lagi, atau karena apa? Itu kan harus dibicarakan secara baik-baik dengan pekerja, diselesaikan secara baik-baik. Ibarat masuk baik-baik, keluarnya juga kan harus baik-baik," tambah Aris.

Aris pun menambahkan, perselisihan kerja antar PRT dan yang memperkerjakan dapat diselesaikan dengan kekeluargaan, karena menyangkut urusan moral dan kemanusiaan.

Baca laporan lengkap » Semua Hal tentang Virus Corona, di Indonesia dan Dunia.

Related

News 2163313555007904846

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item