Kita Perlu Lebih Banyak Menyatakan Cinta

Kita Perlu Lebih Banyak Menyatakan Cinta

Naviri.Org - Kata-kata yang tak pernah membosankan untuk didengarkan meskipun diucapkan dan telah diucapkan berulang-ulang adalah kata-kata, “Aku mencintaimu...” Kalau tidak percaya, tanyakan pada pacarmu. Meskipun pacar kita sudah percaya, bahkan meyakini, kalau kita amat sangat mencintainya, tapi tetap saja dia menginginkan agar kita sering dan selalu menyatakan kata-kata itu. Karenanya, cowok-cowok yang merasa kesulitan untuk dapat menyatakan ucapan itu seharusnya ikut kursus ngomong I love you. (Memangnya ada?).

Tetapi, sesungguhnya, orang yang membutuhkan ungkapan cinta semacam itu bukan hanya pacar, kekasih atau pasangan saja—tapi juga orang lain, kakak atau adik, saudara, kawan atau sahabat, atau...orangtua kita. Orang-orang ini tentu saja tahu kalau kita mencintai mereka, sama yakinnya dengan diri kita bahwa mereka mencintai kita.

Tetapi, menghargai orang lain, mencintai orang lain, menyayangi orang lain, tanpa mengatakannya kepada mereka sama saja dengan memberi isyarat kedipan mata di tempat gelap. Kita tahu apa yang kita lakukan, tetapi orang yang dituju tidak mengetahuinya.

Di dalam kehidupan kita ini, ada banyak orang yang tidur dengan perut kelaparan, tetapi lebih banyak lagi yang tidur dengan jiwa yang lapar. Mereka lapar akan pengakuan bahwa mereka dicintai, disayangi dan dibutuhkan. Orang-orang ini bukanlah orang-orang aneh, mereka adalah orang-orang yang mungkin biasa kita temui setiap hari, hidup bersama kita, orang-orang yang membutuhkan kata-kata, “Aku mencintaimu, aku menyayangimu.”

Barangkali kita tidak terbiasa mengungkapkan pernyataan semacam itu karena mungkin kebiasaan atau karena kebudayaan hidup kita tidak terbiasa melakukannya. Barangkali pula kita berpikir orang-orang terdekat kita telah mengetahui bahwa kita mencintai dan menyayangi mereka tanpa kita harus mengucapkan atau menyatakannya dengan kata-kata.

Tapi pernahkah kita memikirkan bahwa diri kita sendiri pun sesungguhnya “lapar” akan pengakuan itu? Kita membutuhkan ungkapan dan pernyataan cinta—karena jika tidak, buku-buku kumpulan SMS cinta tidak akan laku apalagi sampai laris, lagu-lagu cinta tak akan lagi diciptakan apalagi dinyanyikan, penjual bunga dan buket bunga akan segera bangkrut, pabrik cokelat akan tutup karena gulung tikar...dan kau pun tentunya tidak akan meneruskan membaca ini.

Ada sebuah film drama musikal yang amat memikat berjudul Fiddler on The Roof. Ini adalah kisah tentang sepasang suami-istri yang telah berkeluarga selama bertahun-tahun dan telah memiliki beberapa orang anak. Suatu hari, tanpa disangka-sangka si istri, sang suami bertanya kepadanya, “Apakah kau mencintaiku?”

Si istri yang terkejut atas pertanyaan itu menjawab, “Selama dua puluh lima tahun aku mencucikan pakaianmu, tidur di tempat tidurmu, melahirkan anak-anakmu dan memasak serta menyiapkan makan untukmu. Kalau itu bukan cinta, lalu apa lagi?”

Tetapi sang suami kembali bertanya, “Apakah kau mencintaiku?”

Dan setiap kali si istri memberikan jawaban yang macam-macam, sang suami tetap saja mengajukan pertanyaan itu. Karena pertanyaan itu terus diulang-ulang, akhirnya si istri pun menjawab, “Yah, kupikir begitulah.”

Mungkin pertanyaan semacam itu terkesan aneh bagi kita, meskipun itu ditanyakan seorang suami kepada istrinya sendiri yang telah hidup bersama selama puluhan tahun. Tetapi dalam hidup kita ini sebenarnya tak terhitung banyaknya orang yang mendambakan mendengar kata-kata, “Aku mencintaimu, aku menyayangimu...”

Tanpa kita sadari, kehidupan ini telah membuat kita yakin bahwa kebahagiaan kita tergantung pada orang-orang lain yang mencintai kita. Tetapi, sebenarnya, ini adalah cara berpikir yang terbalik, yang bahkan telah menimbulkan begitu banyak masalah bagi kita. Yang benar adalah bahwa kebahagiaan itu tergantung pada usaha kita untuk memberikan cinta. Ini bukan tentang apa yang masuk ke dalam, ini adalah tentang apa yang mengalir ke luar.

Selain itu, satu-satunya cara kita memahami makna dan maksud sejati dari cinta adalah kesediaan untuk membayar harganya. Kita harus pergi keluar dan menempuh risiko untuk menyampaikannya. Dan...coba tebak, seperti apa sih hidup yang paling menyedihkan itu? Seringkali, hidup yang menyedihkan bukanlah hidup tanpa pernah mencintai—tapi hidup tanpa pernah memiliki kesempatan untuk menyatakan cinta kepada orang-orang yang kita cintai. 

So, kalau seandainya kau akan mati segera dan hanya memiliki waktu untuk menelepon satu kali, siapakah kira-kira yang akan kautelepon dan apa yang akan kaukatakan? Dan...hei, kenapa kau masih menunggu...?

Related

Relationship 7798744209392754061

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item