Kisah Terindah di Dunia (18)

 Kisah Terindah di Dunia

Naviri.Org - “Seperti yang pernah kukatakan kemarin,” kata Laras—kembali dengan gaya seorang dosen yang memulai presentasi, “ayahmu telah meminta kekayaan kepada Ibu Ratu, dan sebagai gantinya, ayahmu memberikan dirimu kepada Ibu Ratu untuk dijadikan hamba di sini. Jangan salah paham dengan ucapanku. Kau akan diperlakukan dengan baik di sini. Kau hanya perlu melakukan tugas-tugasmu setiap hari seperti yang nanti akan diberikan kepadamu, dan kau akan bebas hidup di sini—sebebas kau hidup di duniamu. Kau akan tetap bisa makan dan minum dan tidur dan beristirahat—sama persis dengan apa yang biasa kau lakukan di duniamu. Kalau Ibu Ratu menyukai pekerjaanmu, kau pun akan diberikan tempat tinggal yang lebih nyaman. Dan di sini, kau pun boleh menikah dengan perempuan yang juga tinggal di sini—selama si perempuan itu juga bersedia untuk kau nikahi. Ibu Ratu akan suka dengan rakyatnya yang menikah dan memiliki banyak anak, karena itu akan memperbanyak jumlah rakyatnya.”

Kini Nazar telah menyelesaikan makannya. Ia mengambil minuman dalam gelasnya, kemudian menyesapnya dengan penuh nikmat.

Laras belum selesai dengan presentasinya. “Pendeknya, Nazar, kau hanya perlu belajar untuk mulai menghadapi kenyataan barumu di sini—dan lupakan saja dunia yang telah kau tinggalkan. Kau telah menjadi bagian dari negeri ini—dan itulah kenyataan yang sekarang kau hadapi.”

Nazar merasakan perutnya begitu kenyang. Kalau selama dua hari tidak makan dan kemudian menikmati makanan dalam jumlah yang cukup banyak dan dengan rasa yang sedemikian lezat, bisakah kau bayangkan bagaimana rasanya? Dan persis seperti itulah yang sekarang dirasakan Nazar. Ia merasakan kepalanya mulai dingin. Hasrat berontaknya seperti mulai lenyap.

“Apa yang harus kulakukan di sini?” tanya Nazar kemudian—suaranya seperti seorang mahasiswa yang tengah bertanya pada dosen di dalam kelasnya menyangkut tugas yang harus dikerjakannya.

“Seperti yang kukatakan tadi, kau hanya perlu melakukan tugasmu—tugas yang akan diberikan kepadamu setelah kau merasa nyaman tinggal di sini.”

“Apakah...apakah aku akan memperoleh bayaran?” Nazar tak pernah tahu mengapa ia menanyakan hal itu—ia hanya teringat pada budaya di dunianya, bahwa setiap pekerjaan akan memperoleh bayaran.

Tetapi Laras menjawabnya dengan sabar, “Bayaran untuk pekerjaanmu di sini telah diberikan kepada ayahmu—bahkan dalam jumlah yang lebih besar. Cukup adil, kan?”

Teringat ayahnya, Nazar seketika juga teringat pada Amina yang telah ditinggalkannya. “Tapi, Laras, aku...aku memiliki seorang kekasih di duniaku, dan...dan aku merasa tak bisa...”

“Lupakan saja,” sela Laras dengan halus. “Kau pasti akan menemukan penggantinya di sini.”

Nazar menatap Laras dengan pandangan hampa.

***

Pada pertemuan berikutnya setelah pertemuan itu, Nazar pernah mencoba sekali lagi untuk bertanya tentang bagaimana cara ia bisa keluar dari negeri bawah air itu, tetapi seperti yang telah dapat diduganya, Laras tak pernah mau menjawabnya.

“Lupakan keinginanmu itu, Nazar,” ucap Laras dengan pasti. “Tak ada seorang pun yang dapat keluar dari negeri ini setelah sampai di sini.”

Nazar teringat sesuatu. “Tapi kau pernah mengatakan kepadaku bahwa setiap bulan Ibu Ratu atau utusannya akan keluar dari negeri ini untuk berbelanja di duniaku?!”

Laras mengangguk. “Tapi Ibu Ratu tentu tak akan mengajak siapapun yang masih punya pikiran untuk meninggalkan negeri ini. Ibu Ratu keluar dari negeri ini hanya ditemani oleh orang-orang yang telah terjamin kesetiaannya—dan sebaiknya kau lupakan saja niatmu untuk keluar dari sini. Kau tak akan pernah bisa.”

Bersambung ke: Kisah Terindah di Dunia (19)

Related

Romance 6402429902360631891

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item