Kisah Terindah di Dunia (31)

 Kisah Terindah di Dunia

Naviri.Org - Maka Nazar pun segera memulai perlawanannya, dan dengan sekuat tenaga yang dapat dikerahkannya ia terus bergerak melepaskan diri dari gelombang pusaran itu, tak peduli jika ia harus mati karena usahanya itu. Dia merasa lebih baik mati daripada tersesat ke dalam waktu yang mungkin tak bisa dipahaminya—beratus-ratus tahun yang akan datang...

Dan Nazar pun terus bergerak...terus bergerak...dan ia tak tahu berapa jam atau berapa hari atau berapa minggu atau berapa bulan atau berapa tahun atau berapa abad ia bergerak di dalam pusaran air itu. Sampai kemudian bibirnya terasa menyentuh air yang asin, dan Nazar tahu bahwa perjalanannya mulai memasuki batas akhir.

Ia tak lagi merasakan pusaran air yang terus menyedot dan melempar-lemparkannya, kini yang dirasakannya adalah arus air yang tenang—setenang pikiran dan perasaannya setelah terlepas dari pusaran yang tadi telah mempermainkan tubuhnya. Nazar pun tahu ia telah mencapai lautan, dan sekarang yang harus dilakukannya adalah mulai menarik tubuhnya ke atas untuk menatap langit di angkasa...

***

Nazar terdampar di pesisir pantai—tubuhnya terbaring di atas hamparan pasir dengan napas yang terengah-engah. Mengapa aku tidak mati, batinnya dengan penuh rasa heran yang sungguh-sungguh. Langit di atasnya nampak begitu terang—sepertinya hari masih siang. Nazar menikmati sinar matahari yang menghangatkan wajahnya. Berapa lamakah ia tak menikmati kehangatan matahari seperti ini?

Beberapa orang nampak berlalu-lalang di hamparan pasir tempatnya berbaring, dan Nazar tak terlalu menghiraukan. Orang-orang yang berlalu-lalang itu pun tak terlalu memperhatikan Nazar—sudah biasa ada anak muda yang bermain-main air di pantai dan kemudian kelelahan.

Nazar merasa matanya lelah dan ia merasa mengantuk—dan juga lapar. Namun ia tak mau tertidur di pinggiran pantai itu. Ia takut kalau apa yang tengah dirasakannya ini hanya mimpi, dan kemudian ia akan terbangun dan kembali mendapati dirinya di negeri antah-berantah di bawah air... Ia ingin tetap terjaga dan tetap sadar. Karenanya ia kemudian bangkit dari berbaringnya, dan kemudian mulai melangkah.

Sinar matahari yang cukup panas telah sedikit mengeringkan pakaiannya yang tadi basah, dan Nazar nampak tak jauh beda dengan anak-anak muda Pekalongan lain yang biasa bermain-main di pantai untuk menikmati keindahannya. Orang-orang yang dilewatinya tak terlalu memperhatikannya.

Saat ia terus melangkah dan semakin menjauh dari pantai, Nazar mulai mengenali dunianya—kotanya—yang pernah ia tinggalkan. Ia merasa pernah ada di tempat ini...pada suatu waktu...namun kini sepertinya telah berbeda...

Nazar terus melangkah, dengan perut yang terasa semakin lapar, dan ia semakin merasa mengenali tempat yang dulu pernah ditinggalinya, namun ia juga semakin merasa segalanya telah berbeda. Satu-satunya hal yang kini ada dalam pikirannya adalah; kemana ia harus pergi sekarang?

Ia tahu kalau ia memiliki rumah di dunianya ini—di kotanya ini—namun ia sepertinya jadi terlupa pada jalan menuju ke rumahnya yang dulu, karena sepertinya telah banyak perubahan yang sekarang telah membingungkannya.

Dan Nazar terus melangkah.

Sekarang, sayup-sayup di dalam pikirannya, Nazar seperti teringat akan sesuatu—sesuatu yang pernah dikatakan oleh Naufal atau entah siapa yang dulu pernah dikenalnya di negeri antah-berantah itu, bahwa ia akan terlempar ke dalam pusaran waktu yang akan mendamparkannya pada tahun yang berbeda dari tahun yang pernah ditinggalkannya.

Apakah memang seperti itu yang kini terjadi, Nazar bertanya-tanya dalam hatinya. Dan kalau memang benar seperti itu kenyataannya, Nazar merasa bergidik ngeri saat membayangkan, tahun berapakah ini...???

Bersambung ke: Kisah Terindah di Dunia (32)

Related

Romance 7290444738185749084

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item