Fakta-fakta Menarik di Balik Teletubbies

Fakta-fakta Menarik di Balik Teletubbies

Naviri.Org - Teletubbies adalah serial televisi yang memperlihatkan aksi empat makhluk mirip boneka, bernama Tinky Winky, Dipsy, Laa-Laa, dan Po. Serial ini muncul pertama kali pada 31 Maret 1997 di BBC2.

Saat Teletubbies pertama kali muncul, para penontonnya bingung. Tayangan aneh itu hanya memperlihatkan empat makhluk aneh dengan televisi di bagian perut dan antena di kepala. Kehidupan mereka hanya berisi aktivitas dan hal-hal tidak penting, yang tujuan atau manfaatnya hanya diketahui sendiri oleh empat makhluk tersebut. Berlarian, berpelukan, gulung-gulung di bukit, dan sebagainya.

Karena kebingungan itu pula, beberapa orang tua sempat mengirimkan surat protes, karena kemunculan Teletubbies menggantikan acara yang sebelumnya populer bagi anak-anak pra-sekolah, yaitu Playdays. Meski diprotes, nyatanya Teletubbies tetap muncul. Perlahan namun pasti, tayangan yang semula dianggap aneh itu kemudian menjadi kegemaran anak-anak, bahkan para orang tua, di seluruh dunia.

Satu tahun sejak ditayangkan, Teletubbies telah ditonton oleh 2 juta orang setiap episode. Serial Teletubbies kemudian disiarkan di lebih dari 120 negara, termasuk Indonesia, dan dialihbahasakan ke 45 bahasa yang berbeda.

Teletubbies diciptakan oleh dua orang, yaitu Anne Wood dan Andrew Davenport. Atas kesuksesan acara kreasi mereka, dua orang itu pun mendapatkan penghasilan sangat besar. Dalam laporan yang pernah dirilis oleh BBC Worldwide, serial Teletubbies menempati peringkat pertama dalam hal menghasilkan uang, dengan pendapatan lebih dari 120 juta poundsterling. Sementara peringkat dua ditempati oleh acara The Weakest Link, yang hanya menghasilkan 35 juta poundsterling. Perbedaan yang amat jauh.

Selain mendapatkan penghasilan dari tayangan Teletubbies, Anne Wood juga memperoleh penghasilan yang melimpah dari boneka buatannya. Pendiri perusahaan Ragdoll Production ini mendapatkan setidaknya 200 juta poundsterling hanya dari mainan Teletubbies.

Sejak acara Teletubbies makin terkenal, banyak perusahaan mainan yang berebut memproduksi merchandise-nya. Mulai dari boneka, video game, hingga kostum Teletubbies untuk orang dewasa.

Pada 1997, misanya, boneka Teletubbies menjadi mainan Natal paling laris. Pada waktu itu, para pembeli rela menginap dan bikin tenda di luar toko supaya tidak kehabisan. Tahun itu, diperkirakan ada 1 juta boneka Teletubbies yang terjual. Satu tahun kemudian, pada 1998, Asosiasi Penjual Mainan Inggris menasbihkan boneka Teletubbies sebagai Toy of The Year.

Anne Wood, pencipta Teletubbies, dikenal sebagai seniman yang nyentrik. Setelah mengenalkan karakter Roland Rat pada 1983, ia membuat perusahaannya sendiri, Ragdoll Production. Ketika pertama kali konsep Teletubbies diperkenalkan, sejumlah kolega menganggap konsep itu aneh. Selain matahari berwajah bayi, penyedot debu yang bisa berbicara, ada pula beberapa ekor kelinci. Di laman Teletubbies, disebutkan kalau kelinci itu adalah “...satu-satunya spesies dari bumi yang ada di Teletubbyland.”

Dalam sebuah wawancara, seseorang bertanya pada Anne Wood, “Kenapa harus ada kelinci, padahal mereka sepertinya kurang penting?”

Anne Wood menjawab, “Ya memang harus ada kelinci.” Sebuah jawaban yang absurd, dan jelas tidak menjawab pertanyaan.

Meski tampak absurd, Teletubbies ternyata disukai anak-anak. Stuart Heritage, dari The Guardian, menyatakan bahwa Teletubbies adalah hal pertama yang membuat anak lelakinya tersenyum dan tertawa.

Meski begitu, kesuksesan Teletubbies bukan tanpa aral. Di Inggris, misalnya, ada beberapa perdebatan yang berangkat dari perbedaan metode cerita; tradisional melawan modern. Teletubbies, dengan penampilan yang aneh dan tidak ada obrolan, dianggap tidak cocok untuk ditonton anak-anak pra-sekolah. Psikiatris Aric Sigman mengatakan bahwa Teletubbies, bagi anak-anak, sama buruk dengan game kekerasan.

Pernyataan itu lalu dibantah oleh Andrew Davenport, pasangan Anne Wood dalam menciptakan Teletubbies. Ia membuat karakter dan konsep acara setelah melakukan pengamatan pada anak-anak kecil yang bermain di 7 tempat penitipan anak. Dari sana ia memahami bahwa anak pra-sekolah masih terlalu kecil untuk bisa menerima instruksi formal. Maka ia lebih menekankan stimulasi komunikasi dalam bentuk gerakan.

“Ada banyak bentuk komunikasi selain bicara,” kata Andy Davenport pada The Independent.

Andy Davenport adalah lulusan Speech Science di University College, London. Di sana ia belajar menjadi terapis bicara. Setelah itu, ia kembali belajar di National Hospital College of Speech Science. Karenanya, dia tahu apa yang dia bicarakan, dan jelas kesal karena Teletubbies dianggap merusak perkembangan bicara anak.

“Pendapat bahwa Teletubbiesitu bakal merusak perkembangan bicara anak adalah omong kosong,” ujarnya. “Anak-anak belajar berbicara secara berkelanjutan dari dunia nyata dan orang-orang di sekitarnya. Sebuah acara televisi berdurasi 30 menit tidak akan berpengaruh.”

Teletubbies memang unik. Nyaris tak ada dialog yang diucapkan layaknya manusia, kecuali oleh seorang narator. Namun dengan segala tingkah tanpa dialog itu, anak-anak bisa memahami apa yang akan terjadi. Misalnya, saat Teletubbies bicara “Eh-oo”, para penonton paham akan ada hal buruk terjadi.

Dengan gerakan dan omongan terbatas, empat makhluk aneh-tapi-lucu itu berhasil menyampaikan pesan pada para penonton. Lalu matahari yang muncul di bagian awal, menjadi semacam stimulus yang mengajak anak-anak untuk ikut tertawa dan menyimak acara.

"Dari risetku pada anak-anak penonton Tots TV (salah satu acara Ragdoll), mereka akan memperbaiki sebuah konsep yang salah, dan itu terus diulang. Ini karena ada dorongan besar bagi anak-anak kecil untuk memahami bahwa pengulangan membuat sesuatu menjadi sederhana dan familier.”

Format Teletubbies memang menekankan pengulangan. Setiap episode dimulai dengan matahari muncul dan tertawa. Lalu Teletubbies bangun dan melakukan hal yang nyaris sama. Begitu terus hingga 365 episode. Membuat penonton bayi dan anak pra-sekolah hafal apa yang akan terjadi.

Paul McCan dari The Independent membela Teletubbies. “Acara ini memang bikin marah mereka yang menganggap pengajaran anak-anak berbasis kreativitas adalah omong kosong. Mereka yang menganggap bahwa pendidikan harus disiplin dan fungsional, bahkan untuk bayi usia 18 bulan. Untung Teletubbies bukan untuk orang-orang itu. Acara ini untuk anak-anak.”

Teletubbies memang ditujukan untuk anak-anak usia 1 hingga 4 tahun, tapi ia juga disukai orang dewasa. Gregory Gutenko dari Departemen Studi Komunikasi Universitas Missouri, dalam makalahnya, mengatakan bahwa orang dewasa pun menonton acara ini, dan tentu punya persepsi yang amat berbeda dari anak-anak.

Salah satu alasan kenapa orang dewasa juga suka menonton Teletubbies, tulis Gregory, karena ia “...membuat nyaman, seperti kembali ke rahim ibu. Dan membuat kami merasa jadi anak-anak lagi.”

Baca juga: Ternyata Serial Harry Potter Bukan Karya J.K. Rowling

Related

Insight 8248494295180198043

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item