Bisnis Musik Digital, dari Apple Music Sampai Spotify

Bisnis Musik Digital, dari Apple Music Sampai Spotify

Naviri.Org - Di masa lalu, musik dinikmati melalui piringan hitam. Setelah era piringan hitam berlalu, muncullah kaset pita. Selama bertahun-tahun, musik masih dinikmati melalui kaset pita, sampai kemudian CD (compact disc) ditemukan. Sejak itu, mulai terjadi peralihan dari kaset pita ke CD. Belakangan, CD menjadi kemasan fisik terakhir yang menjadi sarana menikmati musik. Pasalnya, internet dan layanan musik streaming perlahan namun pasti menggeser peran CD.

Internet memang mengubah banyak hal, termasuk musik. Jika sebelumnya musik membutuhkan sarana fisik semisal CD, kini bisa didengar dan dinikmati secara digital, yaitu melalui layanan streaming atau unduh berbayar. Kenyataannya, kini harapan para pebisnis musik mulai diletakkan pada layanan bisnis digital.

Harapan itu seperti didukung data dari International Federation of the Phonographic Industry (IFPI), sebuah lembaga yang bergerak di bidang industri rekaman dunia. Dari data terbaru yang mereka rilis, penjualan musik digital mencapai 45 persen dari seluruh pendapatan industri musik. Mengalahkan penjualan fisik yang hanya 39 persen.

"Pasar musik global mencapai tonggak bersejarah pada 2015 ketika digital menjadi sumber utama pendapatan musik, mengalahkan penjualan format fisik untuk pertama kalinya," tulis IFPI dalam situs resmi mereka.

Pendapatan dari musik digital di 2015 meningkat 10,2 persen menjadi 6,7 miliar dolar, dengan peningkatan 45,2 persen dari layanan streaming, mengalahkan pendapatan dari unduh berbayar dan format fisik. Jumlahnya mencapai 2,9 miliar dolar. Layanan streaming juga terbantu dengan maraknya ponsel pintar. Sekarang, pendapatan dari streaming mencapai 43 persen dari industri musik digital, hampir mengalahkan unduh berbayar (45 persen) sebagai sumber utama pemasukan dari musik digital.

Pengguna layanan streaming juga tidak enggan untuk membayar. Pada 2010, IFPI mencatat hanya 8 juta pengguna layanan streaming berbayar. Jumlah itu meningkat menjadi 41 juta pelanggan pada 2014, dan melonjak drastis menjadi 68 juta orang di 2015.

Pasar Indonesia juga dilirik. Apalagi banyak penduduk Indonesia yang merupakan pengguna ponsel pinter dan internet. Hingga sekarang sudah ada beberapa layanan streaming musik di Indonesia. Mulai Apple Music, Guvera, Joox, MelOn, Langit Musik, Deezer, hingga yang terbaru adalah Spotify.

Nama yang disebut terakhir memang sedang giat melakukan penetrasi ke kawasan Asia. Kawasan ini dipandang sebagai pasar potensial, terutama karena keterikatan terhadap ponsel pintar dan internet.

Spotify pertama kali memasuki Asia pada 2013. Saat itu Spotify diluncurkan di tiga negara: Singapura, Malaysia, dan Hong Kong. Tiga bulan kemudian, Spotify merambah pasar Taiwan. Pada April 2014, giliran Filipina yang dimasuki Spotify. Pasar Filipina ternyata besar. Tahun lalu layanan musik yang kini ada di 59 negara ini merilis berita pers, kalau di Filipina saja ada 2,5 miliar pemutaran lagu via Spotify.

"Pasar Filipina yang tercepat berkembang kedua di perusahaan, dan yang terbesar di Asia Pasifik," ujar Spotify dalam rilis persnya.

Sunita Kaur didaulat menjadi direktur Spotify di Asia. Perempuan yang pernah bekerja untuk Forbes, Microsoft, juga Facebook, ini pernah menerangkan tentang keunggulan Spotify di Asia. Cara kerja secara umum sama saja dengan di seluruh dunia. Pengguna bisa memutar lagu streaming secara gratis, dengan diselingi iklan—hal yang menghasilkan uang untuk perusahaan.

Pengguna juga bisa mendapat layanan premium dengan membayar biaya langganan per bulan. Harganya cukup terjangkau, Rp49.990 per bulan. Dengan harga itu, pelanggan bisa mendengarkan sekitar 30 juta lagu. Selain bebas iklan, pengguna juga bisa memilih lagu yang diinginkan. Dan, bisa dibilang ini keunggulan utama: pengguna bisa mengunduh lagu dan mendengarkannya tanpa perlu akses internet.

"Sistem offline ini penting di Asia Tenggara, karena kadang-kadang jaringan WiFi di sini agak lemot," katanya pada situs Sea-Globe.

Tentu ada tantangan besar di Asia Tenggara, yakni pembayaran. Pembayaran Spotify umumnya menggunakan kartu kredit. Padahal di Asia Tenggara, penetrasi kartu kredit termasuk rendah. Karena itu Spotify menambahkan opsi pembayaran. Untuk kasus di Indonesia, pembayaran bisa dilakukan via ATM, via beberapa minimarket, juga Mandiri Clickpay.

Selain Spotify, pemain besar industri musik streaming adalah Guvera asal Australia. Ia masuk ke Indonesia lebih dulu ketimbang Spotify, yakni pada Februari 2014. Mereka bekerja sama dengan label-label lokal seperti Aquarius, Musica, Nagaswara, juga Trinity. Total, ada sekitar 10 juta lagu yang dipunyai Guvera.

Tahun lalu mereka merilis laporan bisnisnya di Indonesia. Hingga Desember 2015, pengguna Guvera lebih dari 1.150.000. Sekitar 57 persen penggunanya adalah mereka yang berusia di bawah 24 tahun. Seperti yang sudah diduga, pengguna terbesar adalah mereka yang memakai ponsel pintar dengan sistem operasi Android, sekitar 77 persen.


Related

Music 4646607155162866800

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item