Kontroversi Khimaira, Hibrida Babi dan Manusia

Naviri.Org - Upaya manusia dalam menjelajahi segala kemungkinan dalam ilmu pengetahuan tampaknya tak pernah usai. Setelah penelitian terk...

 Kontroversi Khimaira, Hibrida Babi dan Manusia

Naviri.Org - Upaya manusia dalam menjelajahi segala kemungkinan dalam ilmu pengetahuan tampaknya tak pernah usai. Setelah penelitian terkait kloning yang dulu pernah mencuat dan menjadi kontroversi di dunia, kini ada temuan baru yang juga kontroversial, yaitu “menyatukan” dua makhluk berbeda untuk menghadirkan makhluk hibrida. Terkait hal tersebut, khimaira salah satunya.

Khimaira (chimera) adalah makhluk legendaris dari mitologi Yunani yang berwujud gabungan dari tiga hewan: berbadan kambing, berkepala singa, dan berekor ular. Khimaira dipandang sebagai sosok yang secara simbolis merepresentasikan makhluk hibrida oleh Jun Wu dan rekan peneliti lainnya di Salk Institute, California, Amerika Serikat. Maka, khimaira yang dipilih untuk menjadi nama penemuan baru mereka: embrio hibrida manusia dan babi.

Penemuan Wu dan kawan-kawan menjadi prestasi gemilang yang telah diupayakan sejak beberapa tahun belakangan. Proyek tersebut menjadi bukti bahwa sel-sel manusia bisa diperkenalkan kepada organisme lain, mampu bertahan hidup, dan bahkan tumbuh di dalam hewan yang menjadi inangnya—dalam kasus ini, babi.

Dalam paparan mereka yang dipublikasikan di Jurnal Cell, dan diungkapkan kembali di laman National Geographic, pada dasarnya khimaira bisa dilahirkan melalui prosedur pengenalan organ antarhewan. Namun, rencana ini memiliki risiko tinggi sebab sistem imun organisme inang mungkin akan ditolak oleh organ yang baru. Oleh karena itu, mereka memulainya melalui embrio, yakni dengan mengenalkan sel satu hewan ke hewan lain, dan membiarkannya tumbuh bersama sebagai hibrida.

Salah satu rekan peneliti Wu yang khusus menangani bagian embrio babi, Juan Izppisua Belmonte, awalnya mencoba untuk menginisiasi penggunaan embrio inang untuk menumbuhkan organ. Namun, ide ini tak semudah yang dibayangkan. Perlu waktu hingga empat tahun bagi dirinya dan 40 kolaborator lain untuk bisa menemukan formula yang tepat bagi kelahiran khimaira. Sebelum melibatkan manusia, Belmonte pun perlu mengujinya pada dua hewan, yakni tikus dan mencit (tikus putih kecil).

Sebelumnya, kawan-kawan Belmonte telah menemukan formula untuk menumbuhkan jaringan pankreas mencit ke dalam tubuh tikus. Mereka kemudian menyimpulkan bahwa pankreas mampu mengobati diabetes saat organ yang sehat tersebut ditransplantasikan pada mencit yang sakit.

Dengan peralatan untuk mengedit genom bernama CRISPR, mereka mengedit blastokista alias embrio awal mencit, dan menghapus gen yang dibutuhkan mencit demi menumbuhkan organ baru. Saat prosedur usai, rupanya sel-sel induk tikus juga turut berkembang.

Mencit yang menjadi kelinci percobaan itu tak hanya sanggup bertahan hidup hingga dewasa, tetapi juga menumbuhkan kantung empedu. Sepanjang eksistensi mencit sejak 18 juta tahun terakhir, tak pernah ada sejarahnya mereka memiliki kantung empedu. Peneliti di Salk Institiute pun lalu mengambil sel induk tikus dan memasukkannya ke blastokista babi. Sayangnya percobaan ini gagal, karena babi dan tikus memiliki evolusi leluhur dan waktu kehamilan yang berbeda jauh.

Babi ternyata memiliki banyak kesamaan organ dengan manusia. Meski tugas selanjutnya terbilang sulit, sebab masa kehamilan babi lebih singkat dibanding manusia, tim peneliti menemukan formula pengenalan sel manusia pada babi dan menjaganya tetap hidup. Kuncinya, pengenalan harus di waktu yang tepat. Dari tiga jenis sel manusia yang mewakili tiga waktu yang berbeda, Wu kemudian menemukan keberhasilan pada salah satunya.

Saat sel manusia dimasukkan ke embrio babi, ternyata sang embrio bisa bertahan. Setelah tim peneliti memasukkannya ke babi dewasa untuk dikandung selama tiga hingga empat bulan, embrio tersebut kemudian dikeluarkan untuk dianalisis. Wu, Belmonte, dan para peneliti yang lain mengaku cukup puas. Mereka berhasil membuat 186 embrio khimaira di tahapan lanjut, di mana masing-masing mengandung satu hingga 100.000 sel manusia.

Demi transplantasi organ

Dalam catatan The Guardian, penelitian Wu dan kawan-kawan telah menyulut kembali kekhawatiran etis yang berpotensi mengancam dan membayang-bayangi kajian klinis di bidang yang sama. Pekerjaan tersebut diklaim sejumlah pihak akan melahirkan hewan dengan kecerdasan intelegensi manusia atau hewan hibrida aneh yang sengaja dilepaskan ke alam liar. U.S. National Institute of Health (NIH) bahkan sudah memoratorium dana penelitian ini tahun lalu.

Sejak penemuan ini dipublikasikan, Belmonte sudah menegaskan bahwa terlepas dari dilema moral yang dihadapi tim maupun yang menyeruak di tengah-tengah masyarakat, kelahiran khimaira adalah kabar baik bagi transplantasi organ di masa depan. Ia memperkirakan butuh proses bertahun-tahun untuk membuat organ manusia bisa berfungsi normal melalui teknik ini.

Namun, jangka waktu ini sebenarnya terhitung lebih cepat. Apalagi, khimaira juga bisa dipakai untuk mempelajari perkembangan embrio manusia dan memahami beragam penyakit.

Jadi, terlepas dari baik-buruknya khimaira embrio manusia dan babi, di masa depan temuan ini justru bisa menjadi alternatif bagi calon pasien transplantasi organ. Dibandingkan mencari sendiri lewat jalur ilegal, tak hanya melawan hukum, risiko yang muncul juga besar serta rentan membahayakan diri sendiri.

Baca juga: Pro-Kontra Seputar Boneka Seks dan Penggunanya

Related

Technology 5537080255436936617

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item