Jejak Misteri DNA dan Asal Usul Manusia

Jejak Misteri DNA dan Asal Usul Manusia

Naviri.Org - Ada banyak hal revolusioner yang bisa disumbangkan teknologi untuk kehidupan manusia. Salah satunya adalah yang terkait dengan biologi. Di masa lalu, memastikan apakah seorang anak benar-benar anak kandung Si A, misalnya, bisa dibilang cukup sulit, karena tidak/belum ada metode yang pasti untuk membuktikannya. Bahkan, di masa lalu, orang-orang mungkin belum mengenal istilah DNA.

Namun, di masa sekarang, membuktikan apakah seseorang benar-benar anak Si A cukup mudah, karena ada tes DNA. Dengan tes DNA, kita bisa memastikan apakah seorang anak benar-benar anak kandung Si A atau bukan, karena DNA yang sama atau berbeda. Dari DNA itu pula, para ilmuwan modern kemudian berusaha melacak asal usul dan persebaran manusia.

Teori tentang asal usul manusia memang melahirkan banyak polemik. Pemahaman yang salah terhadap pemikiran Charles Darwin, misalnya, membuatnya menjadi bahan olok-olok.

Beberapa orang menganggap Darwin menghina manusia, karena percaya bahwa manusia dan kera memiliki nenek moyang yang sama. Dalam penelitian diketahui, bahwa manusia memiliki kesamaan DNA dengan spesies lain seperti orangutan, simpanse, gorila, dan bonobo. Setidaknya lebih dari 90 persen DNA manusia memiliki kesamaan struktur dengan hewan-hewan tersebut.

Stefan Lovgren membuka artikelnya di National Geographic dengan perbincangan bersama Frans de Waal, ilmuwan yang mengkhususkan diri meneliti primata, dari Emory University di Atlanta, AS. De Waal mengemukakan bahwa Darwin terlalu halus.

Semestinya jika ia hidup saat ini, teori bahwa manusia dan kera memiliki leluhur yang sama tak akan terbantahkan dengan bukti struktur DNA yang manusia miliki. Genome yang dimiliki simpanse, orangutan, dan manusia, mestinya bisa menjadi kunci mengapa manusia bisa berbeda dengan spesies yang lain.

Laporan Stevan Lovgren dimuat di National Geographic pada Agustus 2015. Saat itu, ia menuliskan sedikit kisah tentang sebuah kelompok ilmuwan internasional yang tergabung dalam the Chimp Sequencing and Analysis Consortium. Ada 67 peneliti yang ikut ambil bagian dalam studi tentang struktur DNA manusia dan membandingkannya dengan simpanse.

Meski memiliki kesamaan DNA antara manusia dan sinpanse mencapai 96 persen, namun dari tiga milyar molekul DNA yang ada setidaknya ada 40 juta molekul DNA yang sama sekali berbeda.

Apakah studi DNA melulu tentang usaha menjelaskan relasi manusia dan spesies lain? Hannah Devlin, koresponden sains dari Guardian, menuliskan berita tentang jejak DNA tertua di dunia. Ilmuan menemukan petunjuk bahwa gen dalam penduduk asli Papua New Guinea dan Australia memiliki rantai jejak DNA yang berusia 50.000 tahun lalu. Jejak ini membuat orang Papua New Guinea dan Suku Aborigin sebagai keturunan langsung dari manusia tertua di dunia yang masih hidup saat ini.

Para peneliti dan ilmuwan biologi mampu menemukan jejak antara manusia purba yang ada dalam DNA itu. Manusia yang ada di Papua New Guinea dan Aborigin di Australia merupakan manusia pertama yang melakukan pengembaraan melintasi laut saat zaman prasejarah. Ini berarti persebaran manusia dari 50.000 tahun lalu bisa dipetakan, dan menjawab mengapa manusia modern saat ini bisa berkembang dengan beragam.

Guardian mengutip Prof Eske Willerslev, pakar evolusi genetika yang memimpin penelitian ini di University of Copenhagen. Ia mengatakan bahwa penemuan ini merupakan cerita yang mengagumkan. Para penduduk Papua dan Aborigin di Australia merupakan para pemberani yang memutuskan merantau dan melaut. Keberanian ini yang membuat manusia kemudian berkembang, menyebar, dan kemudian beranak pinak di seluruh dunia.

Penemuan Willerslev ini berdasarkan analisa dari populasi manusia baru yang melibatkan 83 orang suku asli Australia dan 25 orang dari tanah Papua. DNA dari orang itu bisa dilacak kembali ke manusia pertama yang tiba di benua baru 50.000 tahun yang lalu.

Mengapa DNA ini masih murni dan terjaga, menurut Willerslev karena penduduk Papua dan Australia terisolasi total setidaknya sampai 4.000 tahun yang lalu. Ini membuat orang-orang Papua dan Suku Aborigin di Australia sebagai kelompok manusia tertua yang DNA-nya masih bisa terlacak.

DNA orang-orang di Indonesia juga pernah diteliti untuk melacak asal usul mereka. Dalam penelitian yang dipublikasikan di Journal of Human Genetics pada Januari 2013 menyebutkan bahwa penduduk Indonesia hari ini memiliki ikatan erat dengan orang-orang di Asia dan Pasifik.

Penelitian ini melibatkan 2.740 orang dari 70 komunitas di 12 pulau di seluruh kepulauan Indonesia. Mulai dari Sumatera, Mentawai, Jawa, Bali, Sulawesi, Sumba, Flores, Lembata, Pantar, Timor, dan Alor. Hasilnya, masyarakat Indonesia kemungkinan besar memiliki leluhur yang berasal dari Cina.

Penelitian itu berusaha menjelaskan mengapa orang-orang Indonesia sedemikian kompleks dan berbeda antara satu sama lain, namun pada saat yang sama memiliki fisiologi dan struktur biologis yang sama.

Dalam penelitian The Indonesian archipelago: an ancient genetic highway linking Asia and the Pacific, menunjukkan bahwa manusia awal Indonesia melakukan persebaran penduduk antar pulau. Kontak pertama dengan orang Arab, India, dan Eropa melahirkan kelompok masyarakat baru.

Seperti yang kita tahu, Indonesia terdiri dari lebih dari 17.000 pulau dan menjadi rumah bagi 730 bahasa yang menjadi identitas suku bangsa. Studi paling lengkap DNA mitokondria (mtDNA) mengemukakan bahwa keragaman Indonesia sebagian besar dibentuk oleh dua sebab: perpindahan penduduk yang didorong oleh perubahan permukaan laut, dan oleh pertanian. Populasi berkembang dari daratan Asia ke pulau-pulau di Asia Tenggara. Ini yang menjadi alasan bahwa nenek moyang Indonesia kemungkinan besar merupakan dari Cina.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mark Stoneking dan Frederick Delfin, yang dimuat Current Biology pada 2010, mengungkapkan DNA yang ada pada masyarakat di Asia Tenggara memiliki ikatan dengan mereka yang ada di Asia Timur. Dengan kata lain, bahwa yang tinggal di Asia Tenggara hari ini, termasuk Indonesia, memiliki kemungkinan besar keturunan dari masyarakat yang tinggal di Asia Timur.

Jejak DNA mampu menjelaskan bahwa manusia purba melakukan migrasi. Ini bisa terjadi karena gaya hidup berburu nomaden, hingga akhirnya menetap di kawasan yang dianggap bisa menyediakan jaminan makanan.

Para peneliti biologi sejak lama berusaha memecahkan teka-teki jejak DNA dalam manusia untuk mengetahui banyak hal. Persebaran penduduk prasejarah dan juga mengetahui rantai evolusi. Swapan Mallick, ahli genetik dari Harvard Medical School, seperti yang dikutip Guardian, mengungkapkan bahwa setiap genom yang dimiliki manusia mengandung sejarah dari para leluhurnya.

Mallick mengungkapkan bahwa penelitian yang dilakukan di 142 populasi berbeda yang ia lakukan, bisa melacak asal usulnya berdasarkan DNA yang mereka miliki.

Penelitian tentang DNA ini penting, karena para ilmuwan menjelaskan bahwa manusia purba telah mengembangkan komunikasi. Perpindahan manusia purba biasanya sekadar didasari insting untuk mencari tempat tinggal baru. Namun, mereka jauh merantau atau bahkan pergi melintasi laut. Artinya ada usaha pertukaran pemikiran, persiapan, dan juga interaksi dengan kelompok manusia purba lain. Ini punya imbas pada beragamnya bahasa dan juga perilaku.


Related

Insight 5101796798633978489

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item