Ini Penyebab Raja-raja di Zaman Dulu Memiliki Banyak Selir

Ini Penyebab Raja-raja di Zaman Dulu Memiliki Banyak Selir

Naviri Magazine - Raja mempunyai kekuasaan penuh. Seluruh yang ada di atas Jawa, bumi dan seluruh kehidupannya, termasuk air, rumput, daun, dan segala sesuatunya, adalah milik raja. Tugas raja pada saat itu adalah menetapkan hukum dan menegakkan keadilan; dan semua orang harus mematuhinya tanpa terkecuali.

Kekuasaan raja yang tak terbatas ini juga tercermin dari banyaknya selir yang dimiliki. Beberapa selir tersebut adalah putri bangsawan yang diserahkan kepada raja sebagai tanda kesetiaan. Sebagian lagi merupakan persembahan dari kerajaan lain, ada juga selir yang berasal dari lingkungan keluarga dengan maksud agar mempunyai keterkaitan dengan keluarga istana.

Sebagian selir raja dapat meningkat statusnya karena melahirkan anak-anak raja. Perempuan yang dijadikan selir berasal dari daerah tertentu, yang terkenal banyak mempunyai perempuan cantik. Reputasi daerah seperti ini masih merupakan legenda sampai saat ini.

Makin banyak selir yang dipelihara, menurut Hull, at al. (1997:2) bertambah kuat posisi raja di mata masyarakat. Dari sisi ketangguhan fisik, mengambil banyak selir berarti mempercepat proses reproduksi kekuasaan para raja, dan membuktikan adanya kejayaan spiritual. Hanya raja dan kaum bangsawan dalam masyarakat yang mempunyai selir.

Mempersembahkan saudara atau anak perempuan kepada bupati atau pejabat tinggi merupakan tindakan yang didorong oleh hasrat untuk memperbesar dan memperluas kekuasaan, seperti tercermin dari tindakan untuk memperbanyak selir. Tindakan ini mencerminkan dukungan politik dan keagungan serta kekuasaan raja. Oleh karena itu, status perempuan pada zaman kerajaan Mataram adalah sebagai upeti (barang antaran) dan sebagai selir.

Perlakuan terhadap perempuan sebagai barang dagangan tidak terbatas hanya di Jawa, kenyataan itu juga terjadi di seluruh Asia, di mana perbudakan serta sistem perhambaan dan pengabdian seumur hidup merupakan hal yang biasa dijumpai dalam sistem feodal.

Di Bali, misalnya, seorang janda dari kasta rendah tanpa adanya dukungan yang kuat dari keluarga, secara otomatis menjadi milik raja. Jika raja memutuskan tidak mengambil dan memasukkannya dalam lingkungan istana, maka dia akan dikirim ke luar kota untuk menjadi pekerja seks. Sebagian dari penghasilannya harus diserahkan kepada raja secara teratur (ENI, dalam Hull; 1997:3).

Bentuk industri seks yang lebih terorganisasi berkembang pesat pada periode penjajahan Belanda (Hull; 1997:3). Kondisi tersebut terlihat dengan adanya sistem perbudakan tradisional dan perseliran, yang dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan seks masyarakat Eropa.

Umumnya, aktivitas ini berkembang di daerah-daerah sekitar pelabuhan di Nusantara. Pemuasan seks untuk para serdadu, pedagang, dan para utusan, menjadi isu utama dalam pembentukan budaya asing yang masuk ke Nusantara.

Related

History 1582613004237166978

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item