Inilah Orang Nusantara yang Pertama Kali Berangkat Haji ke Mekkah

Inilah Orang Nusantara yang Pertama Kali Berangkat Haji ke Mekkah

Naviri Magazine - Sebagai salah satu rukun Islam, haji dilakukan oleh banyak umat muslim, termasuk di Indonesia. Setiap tahun, ada banyak orang Indonesia yang berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji.

Perjalanan menunaikan ibadah haji sering disebut sebagai rihlah mubarakah, perjalanan penuh berkah. Atau disebut rihlah Makkiyah, karena salah satu tujuannya datang ke Masjidil Haram, di Mekkah.

Perjalanan ke Mekkah, khususnya untuk menunaikan ibadah haji (pilgrimage), bukan melancong atau piknik menghilangkan penat, tapi perjalanan untuk memenuhi rukun Islam kelima.

Siapa dan kapan penduduk Nusantara yang paling awal menunaikan ibadah haji? Masih sulit menjawab pertanyaan ini.

Dari sumber-sumber yang ada, dapat diidentifikasi bahwa mereka yang pertama kali melaksanakan haji bukan jemaah yang dari awal ingin pergi haji, melainkan para pedagang, utusan sultan, dan para musafir penuntut ilmu. Tampaknya, sejak abad XVI hingga abad XVII, mereka telah berkunjung ke Hijaz untuk melaksanakan pekerjaan masing-masing sambil melaksanakan ibadah haji.

Menurut P.M. Holt (1970), sejak permulaan abad XVI dan ketika arus pelayaran perdagangan dari Timur Tengah ke Nusantara mulai surut akibat serangan armada perdagangan Portugis di Samudera Hindia, justru arus perdagangan dari Nusantara melalui Samudera Hindia baru dimulai.

Dengan demikian, peranan pedagang Arab yang sebelumnya mendominasi jalur pedagangan Samudera Hindia, beralih ke tangan pedagang Nusantara. Boleh jadi, lada yang diperdagangkan di Antwerp pada pertengahan pertama abad XVI adalah komoditas yang telah diperdagangkan oleh para saudagar Nusantara sebelumnya.

Sementara itu, pusat pelayaran perdagangan ke Barat, yang semula berkedudukan di Malaka, sejak kota ini ditaklukkan oleh Portugis pada 1511, beralih ke Aceh.

Posisi Aceh bertambah kuat karena hubungannya dengan Turki Utsmani, yang pada 1516 penguasanya menggunakan gelar khalifah-sultan. Dalam kedudukan sebagai khalifah, penguasa Turki Utsmani dianggap sebagai pemimpin spiritual, sesuai tradisi politik klasik Islam, bagi pemerintahan Islam sejagat. Sedangkan sebagai sultan, ia menjadi penguasa bagi rakyatnya.

Melalui hubungan itu, Aceh memanfaatkannya untuk meningkatkan hubungan politik dan perdagangan dengan Turki. Hubungan perdagangan yang lancar antara Aceh dan Turki ditandai dengan adanya armada perdagangan di Jeddah. Sebuah sumber dari Venesia melaporkan bahwa pada 1556 dan 1566, terdapat lima kapal dari Aceh yang berlabuh di Jeddah (Azra: 1994).

Sesungguhnya, pada permulaan abad XVI, telah dijumpai pribumi Nusantara di Mekkah yang kemungkinan besar mereka adalah pedagang yang datang dengan kapalnya sendiri.

Menurut M. Shaleh Putuhena (2007), jemaah haji yang dijumpai oleh Louis Barthema di Mekkah pada 1503, barangkali adalah orang-orang Nusantara yang pertama kali melaksanakan haji.

Mereka bukan jemaah haji yang sengaja berangkat dari Nusantara untuk melaksanakan haji. Mereka adalah pedagang dan pelayar yang berlabuh di Jeddah dan berkesempatan untuk berkunjung ke Mekkah. Tak musykil pelayar dan saudagar dari lima kapal yang berlabuh di Jeddah pada 1565 dan 1566 itu telah melaksanakan haji.

Armada perdagangan Nusantara yang lolos dari adangan Portugis itu menuju ke Jeddah yang pada masa itu lebih berfungsi sebagai pelabuhan niaga, bukan sebagai pelabuhan haji. Dan, mereka berkesempatan untuk melaksanakan haji.

Menurut sumber-sumber tradisional Jawa, Nurullah yang kemudian mahsyur dengan julukan Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunung Jati, berangkat ke Mekkah, setelah Pasai (kota kelahirannya), ditaklukkan oleh Portugis pada 1521.

Dia berada di Kota Suci itu selama tiga tahun dan telah melaksanakan rukun Islam yang kelima, haji. Sekembali dari Mekkah, dia berangkat ke Demak untuk bersama penguasa setempat menyerang kerajaan Hindu-Buddha, Pajajaran, di Banten dan merebut pelabuhan utamanya, Sunda Kelapa.

Memerhatikan kondisi saat itu, keberangkatan Nurullah ke Mekkah adalah sebagai diplomat untuk meminta bantuan Turki Utsmani agar mengusir Portugis dari Pasai. Kala itu, Mekkah telah berada dalam kekuasaan Turki Utsmani. Meskipun Nurullah adalah utusan pemerintah, selama di Mekkah dia mendapatkan kesempatan untuk belajar agama Islam (Ricklefs 2001).

Jadi, haji Nusantara telah dimulai pada awal abad XVI, dan selama abad itu dilaksanakan oleh para pedagang dan diplomat. Mereka pergi ke Hijaz dengan maksud untuk berdagang atau melaksanakan tugas dari pemerintahnya, dan mereka memiliki kesempatan untuk melaksanakan ibadah haji.

Dan sejak abad XVII, penduduk pribumi Nusantara mulai banyak berkelana menuntut ilmu ke Haramain sambil melaksanakan ibadah haji, meskipun pada awalnya tujuan mereka untuk berdagang atau menuntut ilmu. Mereka inilah yang kemudian dianggap sebagai angkatan perintis haji Indonesia.

Related

Moslem World 1449232056050111744

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item