Terungkapnya Foto-foto Terlarang Saat Belanda Menjajah Indonesia

Terungkapnya Foto-foto Terlarang Saat Belanda Menjajah Indonesia

Naviri Magazine - Sebuah buku diterbitkan, dan berisi foto-foto terlarang yang dibuat di Hindia-Belanda (nama Indonesia di zaman kolonial) antara tahun 1945 hingga akhir 1949.

Foto-foto itu dilarang pemerintah Batavia, karena hanya mau memberikan gambaran yang positif tentang perang ketika itu. Foto tentara yang terluka tembakan, atau penduduk yang ditangkap dan diancam laras senapan, foto-foto yang boleh dibilang kontroversial, tidak pernah muncul di media Belanda.

René Kok, Erik Somers, dan Louis Zweers, menggabungkan hampir 200 foto dalam buku mereka, “Perang Kolonial 1945-1949: Dari Hindia Belanda ke Indonesia”.

René Kok, Erik Somers, dan Louis Zweers, memang sudah lama menyelidiki berbagai arsip gambar dan juga fotografi mengenai Perang Dunia II. Selain itu, mereka juga menyelidiki arsip-arsip foto di periode dekolonisasi Hindia-Belanda, antara 1945 hingga 1949.

Ketika itu banyak wartawan yang dipakai pemerintah kolonial untuk membuat foto-foto perang. Para wartawan ini diwajibkan untuk menyerahkan semua foto yang dibuat kepada pemerintah Batavia untuk diseleksi, sebelum dikirim ke media di Belanda.

Disensor

Banyak foto yang tidak terseleksi karena dianggap mengandung unsur-unsur yang mengagetkan, sehingga bisa meresahkan sanak keluarga serta penduduk Belanda. Foto serdadu yang terluka, misalnya, atau tawanan perang, tidak pernah ditampilkan di media.

Sebenarnya, periode 1945, setelah 17 Agustus dan 1949, dikenal dengan periode Bersiap, dan setelah itu dimulai aksi agresi I dan II oleh Belanda, dan berakhir dengan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda, pada 27 Desember 1949.

Istilah Belanda, 'Politionele Actie', memang sengaja tidak digunakan oleh ketiga penulis. Menurut mereka, istilah ini digunakan pemerintah Belanda untuk membenarkan aksi di Indonesia, yaitu mengembalikan ketenangan dan pemerintahan di Hindia-Belanda, dan digunakan untuk menutup-nutupi apa yang terjadi ketika itu.

Setelah menyelidiki ratusan foto yang ditemukan, ketiganya menyimpulkan bahwa sejak hari pertama pasukan Belanda datang ke Indonesia, dimulailah periode perang, dalam hal ini perang kolonial.

Memang saat itu banyak foto yang beredar mengenai perang. Tujuan utama buku ini adalah menerangkan kepada rakyat Belanda, bahwa pemberitaan mengenai perang ketika itu, terutama foto, telah terlebih dulu diseleksi, disensor oleh pemerintah, dinas intel dan militer Belanda.

Hanya diperlihatkan foto-foto yang sesuai dengan kebijakan pemerintah, kebanyakan foto-foto yang menutup-nutupi, dan tidak memperlihatkan situasi yang sebenarnya.

Keadaan sesungguhnya

Foto-foto yang diterbitkan sekarang justru foto yang dilarang atau ditolak oleh badan sensor, tapi oleh karena satu dan lain hal masih tetap disimpan di berbagai badan arsip. Foto-foto ini menunjukkan gambaran lain tentang perang, kekerasan, teror dan lainnya, atau gambaran perang sesungguhnya.

Rakyat Belanda tidak boleh khawatir akan nasib tentara, sanak keluarga mereka yang ditugaskan ke Hindia-Belanda. Itulah tujuan utama. Setiap bentuk keresahan, apalagi tentangan terhadap perang ini, membawa dampak negatif bagi pemerintah dan pimpinan militer Belanda ketika itu. Termasuk foto-foto di mana penduduk Indonesia menyambut gembira pasukan Belanda, yang ketika itu dianggap sebagai 'pembebas'.

Kebijakan yang sama juga digunakan pemerintah Amerika Serikat dalam perang Irak. Dan juga di Afghanistan. Foto-foto yang dipublikasi sebisa mungkin tidak membuat orang bereaksi negatif. Foto-foto yang dibuat fotografer dibuat berdasarkan permintaan pemerintah atau militer.

Foto-foto ini bertolak belakang dengan cerita para serdadu yang kemudian kembali ke Belanda. Setibanya di tanah air, mereka merasa tidak dihargai, karena gambaran publik tentang perang itu sangat positif. Tidak ada kejahatan, kekerasan, teror atau aksi berdarah.

Selain itu, Belanda juga perlahan-lahan harus menerima bahwa mereka kehilangan wilayah koloni, dan dari awalnya perang ini sudah dianggap gagal. Satu hal yang sudah pasti tidak menimbulkan simpati publik.

Reaksi

Banyak reaksi diterima ketiga penulis, terutama dari kalangan veteran KNIL di Belanda. Juga dari anak-anak mereka, generasi kedua setelah perang.

Buku ini, dan terutama foto-foto tersebut, menjelaskan mengapa ayah mereka tidak mau berbicara tentang perang. Atau justru bercerita banyak mengenai berbagai kekerasan yang terjadi di saat perang, menjelang akhir hayat mereka. Dengan kata lain, buku ini menceritakan sisi negatif dari perang.

Related

History 6636643003301806721

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item