Rusa Ini Mati dengan 7 Kilogram Sampah di Dalam Perutnya

  Rusa Ini Mati dengan 7 Kilogram Sampah di Dalam Perutnya

Naviri Magazine - Kita tak bisa memungkiri permasalahan sampah di dunia sudah sangat serius, dan telah memengaruhi banyak kehidupan di Bumi. Bukti nyatanya bisa dilihat dalam beberapa tahun terakhir. Tak sedikit hewan mati dengan perut penuh sampah plastik. Contoh terbaru adalah tujuh kilo sampah yang ditemukan dalam perut bangkai rusa liar di Thailand.

BBC melaporkan penyebab kematiannya masih diselidiki, tetapi rusa tersebut diduga mati karena saluran pencernaan tersumbat sampah.

“Rusa tersebut tampaknya sudah lama memakan sampah plastik sebelum mati,” kata Kriangsak Thanompun, selaku direktur Taman Nasional, Margasatwa dan Departemen Konservasi Tanaman.

Perut bangkai rusa jantan 10 tahun itu penuh sarung tangan karet, handuk kecil, kantong sampah, bungkus mi instan, dan pakaian dalam. Bangkainya ditemukan oleh petugas patroli Taman Nasional Khun Sathan di distrik Na Noi utara, yang berjarak 630 kilometer dari Bangkok.

Menurut Greenpeace, Thailand adalah salah satu negara konsumen kantong plastik terbesar di dunia. Sekitar 75 miliar kantong plastik dibuang setiap tahunnya.

Setiap orang Thailand diperkirakan membuang 3.000 sampah plastik sekali pakai per tahun. Studi yang diterbitkan Pusat Intelijen Ekonomi Siam Commercial Bank menunjukkan Negeri Gajah Putih menempati urutan keenam sebagai negara yang paling sering membuang sampah ke laut.

Tiga bulan sebelumnya, seekor bayi dugong bernama Mariam, mati akibat sampah plastik di perutnya.

Pemerintah Thailand berupaya menyelesaikan masalah sampah plastik ini. Sejumlah pengecer dan toserba besar di sana telah berjanji menghentikan penyediaan kantong plastik secara keseluruhan pada 2020.

Dalam dua tahun ke depan, pejabat negara juga berencana melarang empat jenis wadah plastik sekali pakai—seperti kantong plastik tipis, wadah styrofoam, cangkir plastik, dan sedotan plastik.

Kebijakan ini seharusnya dilakukan sejak dulu. Pada Rabu, sekelompok peneliti menerbitkan artikel tanggapan dalam jurnal Nature. Mereka memperingatkan, lebih dari setengah sistem lingkungan di Bumi mengalami kerusakan yang tak dapat diperbaiki.

Para peneliti mengatakan, sekali titik krisisnya terlampaui (seperti hilangnya hutan hujan Amazon), maka hancurlah semuanya. Hal ini akan menyebabkan kerusakan ekosistem dan menciptakan “efek rumah kaca” hingga daerah di beberapa bagian dunia tak layak dihuni.

Kita mungkin berpikir gelas plastik dari es kopi susu yang kita beli setiap hari tidak berperan dalam masalah ini. Sayangnya, penelitian berkata sebaliknya. Studi terbitan Pusat Hukum Lingkungan Internasional menjelaskan seluruh siklus wadah plastik sekali pakai—mulai dari produksi, penggunaan hingga pembuangannya—berkontribusi pada emisi gas rumah kaca.

Zat kimia beracun yang dilepas selama proses produksi dan pembuangan sembarangan dapat meningkatkan emisi karbon dioksida tahunan hingga 2,75 miliar ton pada 2050.

Related

News 7888351782635632208

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item